Peneliti : Drs. H. Achmad Sidiq, M.S.I., , Drs. Bisri Ruchani, , , Samidi, Subkhan Ridlo,
Kategori: Draft Regulasi
Unit Kerja: BLA-Semarang
Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang pedomana perilaku penyiaran dan standar program siaran pada bab II pasal 3 bahwa lembaga penyiaran dalam menjalankan aktivitasnya, menggunakan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas. Sehingga pemanfaatannya harus senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya. Agar kemaslahatan dapat terlaksana telah diatur pada bab IV tentang kesopanan, kepantasan dan kesusilaan. Dijabarkan pada pasal 31 bahwa lembaga penyiaran harus senantiasa berhati-hati agar isi siaran yang dipancarkan tidak merugikan, menimbulkan efek negatif atau berantakan dan manyinggung nilai-nilai dasar yang dimiliki beragam kelompok .
Khusus pada penyiaran keagamaan, agar bab IV pasal 31 berjalan dengan baik maka materi agama dapat tampil pada acara agama dan harus mengikuti ketentuan sebagaimana pasal 56, sebagai berikut: a. lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mengandung serangan; b. penghinaan atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan keagamaan tertentu; siaran agama harus menghargai etika hubungan antaragama; c. tatakala terdapat kontroversi mengenai salah satu versi pandangan/aliran dalam agama tertentu, lembaga penyiaran harus menyajikan kontroversi tersebut secara seimbang; d. lembaga penyiaran tidak menyajikan program berisi penyebaran ajaran dari suatu sekte, kelompok atau praktik agama tertentu yang dinyatakan pihak berwenang sebagai kelompok yang menyimpang dan sesat; e. lembaga penyiaran tidak menyajikan program berisikan perbandingan antaragama; f. lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan informasi tentang perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang secara rinci dan berlebihan, terutama menyangkut alasan perpindahan agama.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, seharusnya lembaga-lembaga penyiaran yang ada di masyarakat menaati segala ketentuan yang ada dengan sebaik-baiknya. Persoalan muncul ketika ada pihak-pihak yang menafsirkan beberapa ketentuan secara berbeda sehingga berpotensi terjadi benturan dalam masyarakat akibat adanya penyiaran keagamaan melalui radio itu. Berdasarkan hal itu maka perlu ada peninjauan ulang berbagai ketentuan yang ada maupun implementasinya di masyarakat. Oleh karena itu, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang menganggap penting persoalan itu dan bermaksud untuk mengadakan kegiatan workshop tentang regulasi dan implementasi penyiaran agama melalui radio.
Kegiatan Workshop pola penyiaran agama melalui radio di Jawa Tengah, tanggal 10-13 Oktober 2015. Acara tersebut bertempat di Balai Diklat Keagamaan Semarang. Secara umum peserta memberikan informasi mengenai materi siaran keagamaan di radio, bahkan ada yang mengatakan radio komunitas selalu rusak tersambar petir dan kesulitan pendanaan.
Kegiatan ini dapat disimpulkan pertama sesuai peraturan yang berlaku radio harus menyediakan 10 persen untuk siaran agama. Namun pengelola radio belum melaksanakannya. Kedua sesuai peraturan, pengelola radio harus memiliki dokumentasi rekaman kurang lebih selama satu tahun, ternyata radio di Jawa Tengah tidak memiliki dokumen rekaman, sehingga menyulitkan untuk dilakukan penelitian. Ketiga ternyata acara keagamaan menjadi beban tersendiri bagi pengelola radio sehingga acara keagamaan diletakkan pada ranting yang rendah.