Peneliti : A.M. Wibowo, S.Sos.I., M.S.I., Drs. H. Achmad Sidiq, M.S.I., , Ali Khudrin, Arnis Rachmadhani, Drs. Bisri Ruchani, H. Dahlan AR,
Kategori: Bahan Bacaan Keagamaan
Unit Kerja: BLA-Semarang
Pendidikan dihadapkan pada raham problematika yang menyangkut beragam hal. Persolaan pendidikan yang dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintah (negara) belum mampu mengakses dan mendidik warganya dengan baik. Dari sini kemudian hadir pendidikan yang dikelola oleh masyarakat yang hadir dengan maksud melengkapi, mengisi atau mungkin berupaya mengganti model yang diselenggarakan oleh negara, disebut dengan pendidikan berbasis negara (state-based education), sedangkan model kedua yang diselenggarakan oleh masyarakat dinamakan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan model pendidikan yang mana segala hal yang terkait di dalamnya lebih banyak melibatkan peran masyarakat daripada keterlibatan atau campur tangan negara (pemerintah). Masyarakat mempunyai wewenang dan tanggung jawab besar dalam penyelenggaraannya. Model pendidikan berbasis masyarakat merupakan tawaran terhadap mainstream pendidikan yang berbasis negara. Praktek pendidikan berbasis masyarakat telah lama ada sejak kemerdekaan Indonesia bahkan sebelum kemerdekaan, walaupun secara konseptual model pendidikan berbasis masyarakat belum diformulasikan secara baku saat itu.
Pendidikan berbasis masyarakat dalam pembelajaran berupaya untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan peserta didik dengan mengakomodasinya melalui pendidikan yang dikelola dan dilaksanakan oleh masyarakat. Masyarakat lebih mengetahui dan menyadari kebutuhan dan segala hal yang diinginkannya daripada pemerintah yang mungkin menyelenggarakan pendidikan yang seragam dan berorientasi pada kepentingan tertentu. Namun perlu disadari pula bahwa pendidikan berbasis masyarakat akan eksis dan berjalan dengan baik manakala masyarakat tersebut memiliki kesadaran dan berdaya dalam menyelenggarakan pendidikannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, pemerintah perlu menjalin relasi dalam arti hanya sebagai mitra bukan memberikan intervensi terhadap pendidikan berbasis madrasah yang ada.
Berdasarkan pemikiran di atas maka perlu membedah buku “Pendidikan Berbasis Masyarakat: Relasi Negara dan Masyarakat Dalam Pendidikan” untuk memberi wawasan mengenai pendidikan berbasis masyarakat tidak hanya dilihat dari perspektif sejarah atau sosiologis saja tetapi dapat dilihat dari perspektif politik pendidikan, khususnya pendidikan kritis.
Pelaksanaan kegiatan bedah buku “Pendidikan Berbasis Masyarakat; Relasi Negara dan Masyarakat dalam Pendidikan” berjalan dengan baik sesuai rencana dan target. Hal ini tidak lepas dari kinerja panitia yang sudah mempersiapkan kegiatan sebelum pelaksanaan kegiatan, partisipasi para peserta dan narasumber.
Dari kegiatan ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: perlunya meningkatkan peran serta masyarakat baik kualitatif dan kuantitatif serta perlunya pemberdayaan institusi masyarakat (keluarga, LSM, pesantren dan dudi) serta perlu dikembangkannya orientasi holistik (pendidikan untuk pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum).
Saran dan rekomendasi dalam kegiatan ini adalah: Perlu penyebarluasan informasi yang benar kepada masyarakat tentang pendidikan berbasis masyarakat serta pemerintah perlu memberikan ruang kepada sistem pendidikan berbasis masyarakat karena dalam pendidikan masyarakat posisi pemerintah dan masyarakat adalah hubungan kemitraan (partnership), fasilisator, pendamping dan penyandang dana.