Pengembangan Detail

Seminar Hasil Penelitian Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Pada SMA di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta

Peneliti : A.M. Wibowo, S.Sos.I., M.S.I., Ali Khudrin, Mukhtaruddin, Drs. Mulyani Mudis Taruna, M.Pd., Siti Muawanah, S.Pd.I., M.A., Umi Muzayanah, S.Si., M.Pd., H. Wahab,

Kategori: Draft Regulasi

Unit Kerja: BLA-Semarang

Lampiran Tidak Tersedia

Kurikulum 2013 disusun oleh Tim Penyusun Kurikulum 2013 yang dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 015/P/2013 pada bulan Januari 2013. Salah satu dasar yang dijadikan acuan penyusunan Kurikulum 2013 adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 2 yang menyebutkan bahwa “kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Implementasi Kurikulum 2013 dilakukan secara bertahap, dengan menunjuk beberapa sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai piloting project untuk tahun ajaran 2013/2014.

Perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 diwarnai euforia dan harapan baru bagi peningkatan kualitas dunia pendidikan. Di sisi lain, Kurikulum 2013 yang sarat dengan pembaruan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, sampai pada teknik penilaian menuntut kesiapan penuh bagi para penyelenggara pendidikan, khususnya para guru. Hal ini menyebabkan tidak sedikit guru yang mengalami kegalauan akan tantangan perubahan yang menunutut kesiapan secara fisik, mental, dan emosional.

Pada awal penerapan Kurikulum 2013 berjalan, tidak sedikit kendala yang ditemui, mulai dari proses penyusunan desain, pencetakan dan distribusi buku, kesiapan guru, kesiapan sekolah, dan sebagainya. Ketua Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sedikitnya ada empat indikator kurang siapnya Kurikulum 2013 diterapkan di sekolah, yaitu (1) tidak ada koordinasi yang baik antara desain awal dengan tim teknis; (2) keterlambatan buku teks yang berdampak pada penundaan pelatihan guru; (3) keterlambatan guru pendamping; (4) sistem penilaian dan pengisian buku rapor (http://edukasi.kompas.com/read/ 2014/01/02/1611598/ Penerapan-Kurikulum-2013-Hanya-Sekadar-Formalitas, diakses tanggal 16 Desember 2014). Penerapan kurikulum di madrasah yang baru berjalan satu semester juga belum berjalan mulus. Dari hasil FGD yang dilakukan oleh Muzayanah (2014:14-15) setidaknya ada empat hambatan yang dijumpai oleh guru di madrasah, yaitu (1) belum adanya silabus yang hendak dijadikan acuan penyusunan RPP; (2) belum siapnya buku pegangan guru dan siswa; (3) materi pelatihan dan sosialisasi masih bersifat teoritik belum sampai pada tataran praktis; (4) jadwal pelaksanaan pelatihan oleh Kementerian Agama belum jelas sementara penerapan Kurikulum 2013 tinggal menghitung hari[1].

Di sisi lain, tidak sedikit guru yang mendukung perubahan paradigma pembelajaran yang diusung dalam Kurikulum 2013. Metode pembelajaran saintifik yang merupakan ciri khas Kurikulum 2013 dianggap mampu memancing kreatifitas dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sudah terlihat meski pada saat itu Kurikulum 2013 baru berjalan satu semester. Guru juga bisa lebih inovatif dan kreatif dalam rangka menyelaraskan seluruh aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Selain itu, sistem evaluasi yang menggunakan teknik penilaian autentik memungkinkan terpenuhinya penilaian pada semua aspek, mulai dari sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomorik).

Seiring berjalannya Kurikulum 2013 yang dilaksanakan oleh seluruh sekolah dan madrasah pada tahun pelajaran 2014/2015, terjadi pergantian pemerintahan dari masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 bentukan SBY kepada Kabinet Kerja bentukan Jokowi yang resmi dilantik tanggal 20 Oktober 2014. Kurikulum 2013 yang notabene merupakan produk pemerintahan terdahulu mendapat perhatian serius dari pemerintahan baru melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kontroversi yang mencuat menjadi dasar yang kuat untuk melakukan evaluasi terhadap pemberlakuan Kurikulum 2013 di seluruh sekolah.

Evaluasi atas Kurikulum 2013 dilakukan oleh Kemendikbud setelah ada desakan moratorium atas penerapan Kurikulum 2013 karena dianggap terlalu dipaksakan. Evaluasi dilakukan dengan melibatkan  guru, dosen, dan para ahli di bidang pendidikan (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/11/ 141125 evaluasi_kurikulum_2013 diunduh tanggal 24 Desember 2014). Hasil evaluasi terhadap pemberlakukan Kurikulum 2013 menghasilkan tiga keputusan, yang tertuang dalam surat Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 179342/MPK/KR/2014 Tanggal 5 Desember 2014 Hal Pelaksanaan Kurikulum 2013. Pertama, menghentikan Kurikulum 2013 untuk sekolah yang baru menyelenggarakan selama satu semester dan kembali menggunakan Kurikulum 2006. Kedua, melanjutkan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang telah melaksanakannya selama dua tiga semester sebagai sekolah percontohan. Khusus bagi sekolah yang merasa belum sanggup bisa melaporkannya ke Kementerian Pendidikan. Ketiga, Kurikulum 2013 diserahkan pada Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) serta Unit Implementasi Kurikilum (UIK). Dengan begitu perbaikan terhadap K13 tidak berhenti (diunduh tanggal 24 Desember 2014)[2].

Menindaklanjuti Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tersebut, penunjukkan sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Litbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 022/H/KR/2015 tentang Penetapan Satuan Pendidikan Pelaksana Kurikulum 2013. Dalam keputusan tersebut, terlampir tiga bendel nama-nama satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum 2013 berdasarkan tiga kategori. Pertama, satuan pendidikan rintisan penerapan Kurikulum 2013 selama tiga semester berjumlah 6.096 sekolah, diantaranya SMA/K berjumlah 2.161 sekolah. Kedua, satuan pendidikan rintisan penerapan Kurikulum 2013 selama tiga semester secara mandiri sebanyak 10.869 sekolah, diantaranya 1.398 adalah SMA/K. Ketiga, satuan pendidikan yang melaksanakan Kurikulum 2013 selama satu semester dan telah diverifikasi oleh BAN-S/M dan disetujui oleh menteri sebanyak 24 sekolah, yang seluruhnya SMA.

Masih diberlakukannya Kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang sudah menjalankannya selama tiga semester menjadi tantangan besar bagi sekolah. Evaluasi terhadap implementasi Kurikulum 2013 pada sekolah-sekolah rintisan perlu dikaji mengingat tidak semua sekolah rintisan RSBI yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013 selama tiga semester memiliki akreditasi A. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ketua BAN-S/M, Abdul Mukti, bahwa jika penentuan sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum baru tersebut berdasarkan eks Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), tidak semua sekolah tersebut berakreditasi A. Oleh karena itu, pihaknya memberikan masukan kepada menteri untuk melihat kembali status sekolah-sekolah tersebut. (http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/penetuan-pelaksana-kurikulum-2013/ diunduh tanggal 31 Desember 2014).[3]

Perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya diantaranya adalah adanya kontribusi seluruh mata pelajaran terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan santifik juga menjadi pembeda Kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya. Melalui pendekatan santifik siswa diarahkan untuk terbiasa melakukan 5 kegiatan dalam setiap proses pembelajaran, yaitu: mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), dan menyampaikan (communicating). Selain itu, teknik penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yaitu menggunakan teknik penilaian autentik. Penilaian autentik menurut Mulyasa (2013:66)[4] merupakan penilaian berbasis kemampuan yang dilakukan melalui penilaian proses, portofolio, dan penilaian output secara utuh dan menyeluruh. Berbeda dengan sistem penilaian terdahulu yang fokus pada penilaian output saja.

Dalam praktiknya, penerapan Kurikulum 2013 menuntut guru untuk memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran berdasarkan kaidah Kurikulum 2013. Proses pembelajaran yang merupakan aplikasi dari RPP harus memuat kegiatan-kegiatan belajar dengan pendekatan saintifik, dengan teknik penilaian yang bersifat autentik. Untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan proses pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013, maka perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 yang terfokus pada proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya memberikan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini terbatas pada implementasi Kurikulum 2013 pada mata pelajaran Pendidikan Agama.

 



[1] Muzayanah, U. 2014. Melongok Kesiapan Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. SMART. Majalah Ilmiah Populer. Volume V No. 10 Juli-Desember 2014 halaman 11-15.

[2] Ini Keputusan Hasil Evaluasi Kurikulum 2013. Republika Online. Tanggal 6 Desember 2014.

[3]Penentuan Pelaksana Kurikulum 2013. Suara Merdeka Cetak tanggal 17 Desember 2014.

[4] Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Rosda.

 

Kegiatan Seminar Hasil Penelitian “Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Pada SMA di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta” tanggal 26 November 2015. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Diklat Keagamaan Semarang.

Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan ini adalah; Pertama, pelaksanaan Kurikulum 2013 memerlukan pemantauan dan evaluasi secara berkesinambungan. Kedua, Upaya peningkatan kualitas guru sebagai strategi peningkatan mutu pembelajaran terus dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama meski belum seluruhnya berjalan optimal. Ketiga, pelatihan-pelatihan yang diberikan diakui oleh sebagian guru PAI di SMA masih terbatas pada tataran konsep dan sosialisasi kebijakan, belum secara utuh menyentuh ranah praktis operasional, hal itu akan berpengaruh nyata terhadap kemampuan guru dan kualitas pembelajaran PAI di SMA yang mengacu pada standar operasional Kurikulum 2013.

Infographic