Tingkat Kepuasaan Jamaah Haji Terhadap Pelayanan Kemenad di KTI

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Makassar

Diunduh: 51x

Views 350x

Editor: blamakassar

Abstrak:

Jamaah haji di Indonesia dati tahun ketahun semakin bertambah. Ketika di Indonesia angka kemiskinan dianggap semakin tinggi. , pengangguran terjadi di mana-mana dan bangsa ini tengah mengalami krisis ekonomi, jumlah jamaah haji Indonesia ternyata tida pernah menurun. Saking banyaknya masyarakay muslim yang ingin berhaji, hingga orang harus menunggu untuk mendapatkan quota. Di berbagai daerah sudah menjadi hal yang lazim, jika ada umat Islam yang harus masuk daftar tunggu sampai lima tahun kedepan.

Di tengah semangat umat Islam untuk melaksanakan jamaah haji yang begitu tinggi, muncullah issu-issu miring seputara pelayanan haji yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Akhir-akhir ini sering kita mendengarkan pemberitaan media massa yang menyudutkan kementerrian agama, sebagai instansi yang dianggap tidak bercus dalam mengelola pelaksanaan ibadah haji. Tudingan yang dialamatkan kepada Kementerian Agama antara lain terkait dengan penyediaan fasilitas bagi jamaah haji yang dianggap tidak memadai. Antara lain, fasilitas akomodasi dan konsumsi. Untuk akomodasi, yaitu tempat tinggal atau pemondokan bagi jamaah dianggap tidak layak dan jauh dari tempat ibadah. Bahkan yang terakhir, yaitu komsumsi pernah diberitakan media, bahwa beberapa jamaah tidak mendapatkan bagian, yang lain mendapat makanan basi.

Persoalan lain yang disoroti adalah PPIH (Panitia Pelaksana Ibadah Haji) , mereka dianggap tidak memberikan pelayanan dengan baik kepada jamaah, sebagian besar hanya mementingkan dirinya sendiri. Begitu derasnya pemberitaan yang menyudutkan pelayanan ibadah haji Kementerian Agama, sehingga muncul wacana untuk mengalihkan pengelolaan haji ini ke pihak swasta.

Namun tentu pula, issu dan berbagai pemberitaan miring ini layak untuk dipertanyakan, setidaknya tidak langsung ditelan mentah-mentah. Bukankah  selama ini kementerian agama melalui Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010-2014 telah berkomitmen untuk memberikan pelayanan keagamaan yang semakin baik. Salah satu bentuknya adalah memaksimalkan pelayanan haji. PPIH misalnya diseleksi denga cukup ketat dan dipilih dari orang-oran gyang sudah berhaji. Ini dimaksudkan tidak hanya agar PPIH itu terampil dalam memberikan pelayanan, namun juga bisa lebih mengutamakan jamaah daripada kepentingan dirinya untuk beribadah. Pihak kementerian agama juga sudah berupaya dengan interns berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi soal pelayanan ibadah haji, bagi jamaah Indonesia.

Melihat adanya ketimpangan antar upaya yang dilakukan kementerian agama untuk memaksimalkan pelayanan haji dengan wacana yang berkembang melalui berbagai media dan pemberitaan, maka sepatutunya untuk menggali langsung pandangan orang-orang yang pernah berhaji. Dari mereka yang menagalami langsung diharapkan bisa memberikan pandangannya terhadap pelayanan haji yang dilakukan oleh kementerian agama.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pencarian data dilakukan dengan menyebrakna Quisioner. Mengingat jumlah haji yang cukup banyak maka yang dilakukan adalah survey. Dengan demikian tidak semua populasi haji dibagikan quisioner, hanya sebagian.

Analisis data yang digunakan adalah analisis statistic desktriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Dimana data akan dihitung frekuensinya lalu diperentasekan.

Lampiran Tidak Tersedia

EXECUTIVE SUMMARY

Penelitian Tentang:

TINGKAT KEPUASAN JAMAAH HAJI TERHADAP PELAYANAN KEMENTERIAN AGAMA PEAYANAN KEMENTERIAN AGAMA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

 

PENDAHULUAN

Jamaah haji di Indonesia dati tahun ketahun semakin bertambah. Ketika di Indonesia angka kemiskinan dianggap semakin tinggi. , pengangguran terjadi di mana-mana dan bangsa ini tengah mengalami krisis ekonomi, jumlah jamaah haji Indonesia ternyata tida pernah menurun. Saking banyaknya masyarakay muslim yang ingin berhaji, hingga orang harus menunggu untuk mendapatkan quota. Di berbagai daerah sudah menjadi hal yang lazim, jika ada umat Islam yang harus masuk daftar tunggu sampai lima tahun kedepan.

Di tengah semangat umat Islam untuk melaksanakan jamaah haji yang begitu tinggi, muncullah issu-issu miring seputara pelayanan haji yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Akhir-akhir ini sering kita mendengarkan pemberitaan media massa yang menyudutkan kementerrian agama, sebagai instansi yang dianggap tidak bercus dalam mengelola pelaksanaan ibadah haji. Tudingan yang dialamatkan kepada Kementerian Agama antara lain terkait dengan penyediaan fasilitas bagi jamaah haji yang dianggap tidak memadai. Antara lain, fasilitas akomodasi dan konsumsi. Untuk akomodasi, yaitu tempat tinggal atau pemondokan bagi jamaah dianggap tidak layak dan jauh dari tempat ibadah. Bahkan yang terakhir, yaitu komsumsi pernah diberitakan media, bahwa beberapa jamaah tidak mendapatkan bagian, yang lain mendapat makanan basi.

Persoalan lain yang disoroti adalah PPIH (Panitia Pelaksana Ibadah Haji) , mereka dianggap tidak memberikan pelayanan dengan baik kepada jamaah, sebagian besar hanya mementingkan dirinya sendiri. Begitu derasnya pemberitaan yang menyudutkan pelayanan ibadah haji Kementerian Agama, sehingga muncul wacana untuk mengalihkan pengelolaan haji ini ke pihak swasta.

Namun tentu pula, issu dan berbagai pemberitaan miring ini layak untuk dipertanyakan, setidaknya tidak langsung ditelan mentah-mentah. Bukankah  selama ini kementerian agama melalui Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010-2014 telah berkomitmen untuk memberikan pelayanan keagamaan yang semakin baik. Salah satu bentuknya adalah memaksimalkan pelayanan haji. PPIH misalnya diseleksi denga cukup ketat dan dipilih dari orang-oran gyang sudah berhaji. Ini dimaksudkan tidak hanya agar PPIH itu terampil dalam memberikan pelayanan, namun juga bisa lebih mengutamakan jamaah daripada kepentingan dirinya untuk beribadah. Pihak kementerian agama juga sudah berupaya dengan interns berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi soal pelayanan ibadah haji, bagi jamaah Indonesia.

Melihat adanya ketimpangan antar upaya yang dilakukan kementerian agama untuk memaksimalkan pelayanan haji dengan wacana yang berkembang melalui berbagai media dan pemberitaan, maka sepatutunya untuk menggali langsung pandangan orang-orang yang pernah berhaji. Dari mereka yang menagalami langsung diharapkan bisa memberikan pandangannya terhadap pelayanan haji yang dilakukan oleh kementerian agama.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pencarian data dilakukan dengan menyebrakna Quisioner. Mengingat jumlah haji yang cukup banyak maka yang dilakukan adalah survey. Dengan demikian tidak semua populasi haji dibagikan quisioner, hanya sebagian.

Analisis data yang digunakan adalah analisis statistic desktriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Dimana data akan dihitung frekuensinya lalu diperentasekan.

 

REKOMENDASI

Berdasarkan deskripsi dan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya ada beberapa rekomendasi yang perlu untuk ditindak lanjuti :

1.    Kementerian agama, masih perlu meningkatkan kualitas pelayanan haji ketataran yang sangat memuaskan jamaah atau setidaknya mmepertahankan kualitas pelayanan haji yang sudah ada saat ini.

2.    Untuk beberapa hal, diantaranya : alokasi waktu manasik, ketersediaan air khusus di mekkah, kualitas tempat itdur (khusus di mekkah), kualitas tenda di Mina dan Arafah, jarak antara tenda dengan tempat melontar jumrah, ketepatan jadwal pemberangkatan bus di ttanah suci, kecepatan pelayanan orang sakit dan perhatian petugas kesehatan perlu ditingkatkan.

3.    Kebijakan pemondokan di Mekkah perlu dikaji ulang. Pemondokan seharusnya diupayakan dekat dengan mesjid, namun jika ada yang harus tinggal jauh ( ring dua ) maka diupayakan disiapkan kendaraan yang digunakan ke mesjis.

4.    Perlu adanaya penambahan petugas haji, khususnya untuk pelayanan kesehatan. Sast ini perbandingan antara pelayan kesehatan dengan jamaah haji 1: 447, seharusnya 1 : 100 atau setidaknya 1 : 200.

5.    PPIH, khususnya yang bertugas di pelayanan kesehatan sebaiknya sudah pernah melaksanakn haji, sehingga para petugas tersebut lebih mengutamakan pelayanan daripada untuk ibadahnya.

 

 

Jamaah haji di Indonesia dati tahun ketahun semakin bertambah. Ketika di Indonesia angka kemiskinan dianggap semakin tinggi. , pengangguran terjadi di mana-mana dan bangsa ini tengah mengalami krisis ekonomi, jumlah jamaah haji Indonesia ternyata tida pernah menurun. Saking banyaknya masyarakay muslim yang ingin berhaji, hingga orang harus menunggu untuk mendapatkan quota. Di berbagai daerah sudah menjadi hal yang lazim, jika ada umat Islam yang harus masuk daftar tunggu sampai lima tahun kedepan.

Di tengah semangat umat Islam untuk melaksanakan jamaah haji yang begitu tinggi, muncullah issu-issu miring seputara pelayanan haji yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Akhir-akhir ini sering kita mendengarkan pemberitaan media massa yang menyudutkan kementerrian agama, sebagai instansi yang dianggap tidak bercus dalam mengelola pelaksanaan ibadah haji. Tudingan yang dialamatkan kepada Kementerian Agama antara lain terkait dengan penyediaan fasilitas bagi jamaah haji yang dianggap tidak memadai. Antara lain, fasilitas akomodasi dan konsumsi. Untuk akomodasi, yaitu tempat tinggal atau pemondokan bagi jamaah dianggap tidak layak dan jauh dari tempat ibadah. Bahkan yang terakhir, yaitu komsumsi pernah diberitakan media, bahwa beberapa jamaah tidak mendapatkan bagian, yang lain mendapat makanan basi.

Persoalan lain yang disoroti adalah PPIH (Panitia Pelaksana Ibadah Haji) , mereka dianggap tidak memberikan pelayanan dengan baik kepada jamaah, sebagian besar hanya mementingkan dirinya sendiri. Begitu derasnya pemberitaan yang menyudutkan pelayanan ibadah haji Kementerian Agama, sehingga muncul wacana untuk mengalihkan pengelolaan haji ini ke pihak swasta.

Namun tentu pula, issu dan berbagai pemberitaan miring ini layak untuk dipertanyakan, setidaknya tidak langsung ditelan mentah-mentah. Bukankah  selama ini kementerian agama melalui Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010-2014 telah berkomitmen untuk memberikan pelayanan keagamaan yang semakin baik. Salah satu bentuknya adalah memaksimalkan pelayanan haji. PPIH misalnya diseleksi denga cukup ketat dan dipilih dari orang-oran gyang sudah berhaji. Ini dimaksudkan tidak hanya agar PPIH itu terampil dalam memberikan pelayanan, namun juga bisa lebih mengutamakan jamaah daripada kepentingan dirinya untuk beribadah. Pihak kementerian agama juga sudah berupaya dengan interns berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi soal pelayanan ibadah haji, bagi jamaah Indonesia.

Melihat adanya ketimpangan antar upaya yang dilakukan kementerian agama untuk memaksimalkan pelayanan haji dengan wacana yang berkembang melalui berbagai media dan pemberitaan, maka sepatutunya untuk menggali langsung pandangan orang-orang yang pernah berhaji. Dari mereka yang menagalami langsung diharapkan bisa memberikan pandangannya terhadap pelayanan haji yang dilakukan oleh kementerian agama.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pencarian data dilakukan dengan menyebrakna Quisioner. Mengingat jumlah haji yang cukup banyak maka yang dilakukan adalah survey. Dengan demikian tidak semua populasi haji dibagikan quisioner, hanya sebagian.

Analisis data yang digunakan adalah analisis statistic desktriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Dimana data akan dihitung frekuensinya lalu diperentasekan.

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia