Penelitian Indeks Kerukunan Umat Beragama di Sulbar dan Gorontalo

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Makassar

Diunduh: 27x

Views 682x

Editor: blamakassar

Abstrak:

Penelitian indeks kerukunan beragama Litbang Makassar ini di dasarkan pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 dan Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010 Tentang Rencana Strategi Departemen Agama Tahun 2010-2014, tentang 1) peningkatan kualitas kehidupan beragama, 2) peningkatan kerukunan umat beragama. Selain itu, basis  dari penelitian ini adalah realitas konflik dan kekerasan atas nama agama yang masih jamak dalam keseharian kita.  Laporan GRI dan SHI misalnya menunjukkan tingkat kekerasan di Indonesia sangat tinggi. Ada lebih 300 kasus kekerasan dalam rentang lima tahun terakhir.  Di Indonesia bagian timur, juga tak jarang dirudung konflik-konflik keagamaan yang berbasis pendirian rumah ibadah.  Hasil penelitian Litbang Makassar terkait dengan indeks kerukunan beragama di tiga wilayah di Indonesia Timur, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur meski menunjukkan kategori baik, namun menyimpan pontensi konflik dalam konteks pendidrian rumah ibadah tersebut. Yang lebih mencemaskan, temuan penelitian Litbang menunjukkan bahwa kerukunan yang terbangun selama ini masih sebatas permukaan yang masih diselubungi perasaan curiga antara pemeluk agama yang berbeda.

Kenyataann inilah yang mendorong penelitian tentang indeks kerukunan beragama kembali dilakukan oleh LITBANG Agama Makassar dengan lokasi Gorontalo dan Sulawesi Barat. Penelitian  dengan metode kuantitatif yang didukung dengan kualitatif ini di harapkan dapat memetakan lebih dalam lagi soal kerukunan di berbagai daerah dengan potensi konfliknya masing-masing. 

Lampiran Tidak Tersedia

EKSEKUTIVE SUMMARY

Penelitian Indeks Kerukunan Umat Beragama di Sulbar dan Gorontalo

Pendahuluan

Penelitian indeks kerukunan beragama Litbang Makassar ini di dasarkan pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 dan Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010 Tentang Rencana Strategi Departemen Agama Tahun 2010-2014, tentang 1) peningkatan kualitas kehidupan beragama, 2) peningkatan kerukunan umat beragama. Selain itu, basis  dari penelitian ini adalah realitas konflik dan kekerasan atas nama agama yang masih jamak dalam keseharian kita.  Laporan GRI dan SHI misalnya menunjukkan tingkat kekerasan di Indonesia sangat tinggi. Ada lebih 300 kasus kekerasan dalam rentang lima tahun terakhir.  Di Indonesia bagian timur, juga tak jarang dirudung konflik-konflik keagamaan yang berbasis pendirian rumah ibadah.  Hasil penelitian Litbang Makassar terkait dengan indeks kerukunan beragama di tiga wilayah di Indonesia Timur, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur meski menunjukkan kategori baik, namun menyimpan pontensi konflik dalam konteks pendidrian rumah ibadah tersebut. Yang lebih mencemaskan, temuan penelitian Litbang menunjukkan bahwa kerukunan yang terbangun selama ini masih sebatas permukaan yang masih diselubungi perasaan curiga antara pemeluk agama yang berbeda.

Kenyataann inilah yang mendorong penelitian tentang indeks kerukunan beragama kembali dilakukan oleh LITBANG Agama Makassar dengan lokasi Gorontalo dan Sulawesi Barat. Penelitian  dengan metode kuantitatif yang didukung dengan kualitatif ini di harapkan dapat memetakan lebih dalam lagi soal kerukunan di berbagai daerah dengan potensi konfliknya masing-masing.

Temuan

Penelitian tentang indeks beragama di Gorontalo dan Sulbar dilakukan di masing-masing  lima kabupaten yaitu; kabupaten Gorontalo, Kota Gorontalo,  Gorontalo Utara, Pohuwato dan Boalemo untuk provinsi Gorontalo dan Mamuju Utara, Mamuju, Mejene, Polewali Mandar dan Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat. Hasil penlitian menunjukkan bahwa untuk provinsi Gorontalo indeks kerukunan beragama 3,06, ketegori  tinggi, dengan indeks tiap kabupaten sebagai berikut: Kota Gorontalo 3,21, kabupaten Gorontalo 3,04, Pohuwato 2,9, Boalemo 3,05 dan Gorontalo Utara 3,08. Sementara Sulawesi Barat indeks yang dicapai 3,0 juga kategori baik dengan indeks tiap kabupaten sebagai berikut; Mamuju Utara 2,91, Mamuju 3.03, Majene 2,85, Polewali Mandar 2,94 dan Mamasa 3,27.

Dari empat variabel baik provinsi Gorontalo maupun Sulawesi Barat, cenderung rendah pada variabel A (hubungan social) dan tinggi pada varaibel D (Dukungan penuh organisasikemasyarakatan dan lingkungan terhadap kerukunan beragama). Untuk Gorontalo indeks pada Varaibel A 2,84, Varaibel B 3,1, Varaibel C 3,1 dan variebel D 3,2. Sementara Sulawesi Barat, variabel A: 2,88, Varaibel B 2,9 , Varaibel C: 3 dan varaibel D : 3,12.

 Kecenderungan turunnya indeks pada varibel A di dua daerah, yaitu Gorontalo dan Sulbar, dipengaruhi oleh dua indicator pada varaibel ini yang rata-rata buruk, yaitu membantu pembangunan rumah ibadah agama lain dan mendengarkan nasehat dari penganut agama lain. Hanya kabupaten Mamasa yang mendapatkan indeks yang tinggi pada dua indicator ini yaitu 3,08 dan 3,14.

Turunnya indeks pada varaibel A menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki persoalan dalam membangun hubungan social yang lebih dalam.  Masyarakat masih enggan untuk berdialog dalam hal teologi atau membangun hubungan yang terkait dengan persoalan teologi.  Hal tersebut dianggap sebagai nilai yang tidak boleh diganggu. Jika kabupaten Mamasa, tidak bermasalah dalam persoalan ini, itu disebabkan karena hubungan kekerabatan dan adat di daerah ini sangat kuat mengatasi hubungan agama. 

Sementara varibel D (dukungan organisasi masyarakat, lingkungan dan kearifan lokal terhadap kerukunan) nampaknya untuk kedua provinsi ini mendapatkan angka yang tinggi. Ini menunjukkan organisasi masyarakat di dua tempat itu telah berperan aktif dalam mendukung kerukunan beragama. Disamping itu kearifan lokal yang hidup dimasyarakat masih dianggap sebagai modal cultural yang sangat baik untuk membangun kerukunan beragama.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan :

1.   Indeks Kerukunan Beragama di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Barat berada pada level tinggi yaitu; 3,06 dan 3,0

2.   Indeks kerukunan beragama di dua tempat ini masih bermasalah dalam konteks hubungan social.  Masyarakat cenderung masih enggan membangun hubungan yang lebih dalam dan mengembangkan dialog yang terkait dengan persoalan keagamaan karena hal itu dianggap terkait dengan nilai-nilai teologis yang perlu dijaga.

3.   Pemerintah  dianggap penting dalam mengatur persoalan kerukunan beragama di dua daerah tersebut, meskipun sejumlah kalangan cenderung menganggap pemerintah belum memberikan perlindungan yang memadai terhadap kelompok tertentu dalam mengekspresikan agamanya.

4.   Organisasi kemasyarakatan dan kearifan lokal di dua tempat tersebut dianggap sebagai modal sosial dan kultural yang paling berharga dalam membangun kerukunan beragama. Keberadaannya dianggap ikut mendukung terjalinnya kerukunan beragama yang baik selama ini.

 

Dari kesimpulan ini maka direkomendasikan :

1.   Pemerintah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan masyarakat tetap menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama yang sudah  terjalin dengan baik dengan melanjutkan program kerukunan yang sudah ada, namun ditekankan pada membangun kerjasama antara pemeluk agama dalam kehidupan bersama (co eksistensi)

2.    Pemerintah lebih intens menjalankan aturan tentang kerukunan umat beragama secara adil, proporsional dan mempertimbangkan kondisi social dan cultural di masyarakat tanpa membedakan antara kelompok agama tertentu.

3.   Potensi konflik masih sangat mungkin terjadi, karena itu :

-          Pemerintah Daerah Perlu melakukan berbagai tindakan pencegahan dengan membuat aturan yang jelas terhadap kemungkinan masuknya paham-paham baru keagamaan yang bisa mengubah cara masyarakat merepresentasikan diri.

-          Pemerintah harus bersikap tegas terhadap kelompok yang melakukan tindakan kekerasan yang mengatas namakan agama.

-          Tradisi dan kearifan lokal yang mendukung kerukunan beragama perlu direvitalisasi, salah satunya dengan menjadikan kearifan local ini sebagai muatan lokal dalam kurikulum.

 

 

Penelitian indeks kerukunan beragama Litbang Makassar ini di dasarkan pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 dan Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010 Tentang Rencana Strategi Departemen Agama Tahun 2010-2014, tentang 1) peningkatan kualitas kehidupan beragama, 2) peningkatan kerukunan umat beragama. Selain itu, basis  dari penelitian ini adalah realitas konflik dan kekerasan atas nama agama yang masih jamak dalam keseharian kita.  Laporan GRI dan SHI misalnya menunjukkan tingkat kekerasan di Indonesia sangat tinggi. Ada lebih 300 kasus kekerasan dalam rentang lima tahun terakhir.  Di Indonesia bagian timur, juga tak jarang dirudung konflik-konflik keagamaan yang berbasis pendirian rumah ibadah.  Hasil penelitian Litbang Makassar terkait dengan indeks kerukunan beragama di tiga wilayah di Indonesia Timur, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur meski menunjukkan kategori baik, namun menyimpan pontensi konflik dalam konteks pendidrian rumah ibadah tersebut. Yang lebih mencemaskan, temuan penelitian Litbang menunjukkan bahwa kerukunan yang terbangun selama ini masih sebatas permukaan yang masih diselubungi perasaan curiga antara pemeluk agama yang berbeda.

Kenyataann inilah yang mendorong penelitian tentang indeks kerukunan beragama kembali dilakukan oleh LITBANG Agama Makassar dengan lokasi Gorontalo dan Sulawesi Barat. Penelitian  dengan metode kuantitatif yang didukung dengan kualitatif ini di harapkan dapat memetakan lebih dalam lagi soal kerukunan di berbagai daerah dengan potensi konfliknya masing-masing. 

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia