Indeks Kerukunan Antar Umat Beragama di Kaltim

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Makassar

Diunduh: 41x

Views 348x

Editor: blamakassar

Abstrak:

Penelitian ini merupakan penelitian serial yang dimaksudkan untuk mengukur indeks kerukunan antar umat beragama di Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini telah dilakukan di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Selatan pada tahun 2009, Sulawesi Tengah pada tahun 2010, dan Sulawesi Utara pada tahun 2011). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa indeks kerukunan antar umat beragama di tiga provinsi ini berada pada level sangat baik, dengan fluktuasi respon pada aspek tertentu.

Problem kerukunan menjadi perhatian nasional sebagai implikasi dari banyaknya konflik sosial yang terjadi di Indonesia pascareformasi. Renstra Kementerian Agama 2010-2014 menjadikan kerukunan sebagai salah satu misi yang dirumuskan dalam sepuluh program kerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung renstra Kementerian Agama ini dengan menyediakan data berupa indeks Kerukunan Antar Umat Beragama di Kawasan Timur Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jumlah angket yang disebar sebanyak 1.110 dengan sampling error 0,03%. Untuk melengkapi data statistik, dilakukan wawancara kepada tokoh agama dan masyarakat.

Lokasi penelitian meliputi 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Samarinda, Balikpapan, Paser, Penajam Paser Utara (PPU), Tarakan, Nunukan, Malinau, Tanah Tidung, Bulungan, Berau, Kutai Timur, Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai Barat. 

Lampiran Tidak Tersedia

Executive Summary

Penelitian Tentang:

Indeks Kerukunan Antar Umat Beragama

Di Kalimantan Timur

Pendahuluan

Penelitian ini merupakan penelitian serial yang dimaksudkan untuk mengukur indeks kerukunan antar umat beragama di Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini telah dilakukan di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Selatan pada tahun 2009, Sulawesi Tengah pada tahun 2010, dan Sulawesi Utara pada tahun 2011). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa indeks kerukunan antar umat beragama di tiga provinsi ini berada pada level sangat baik, dengan fluktuasi respon pada aspek tertentu.

Problem kerukunan menjadi perhatian nasional sebagai implikasi dari banyaknya konflik sosial yang terjadi di Indonesia pascareformasi. Renstra Kementerian Agama 2010-2014 menjadikan kerukunan sebagai salah satu misi yang dirumuskan dalam sepuluh program kerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung renstra Kementerian Agama ini dengan menyediakan data berupa indeks Kerukunan Antar Umat Beragama di Kawasan Timur Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jumlah angket yang disebar sebanyak 1.110 dengan sampling error 0,03%. Untuk melengkapi data statistik, dilakukan wawancara kepada tokoh agama dan masyarakat.

Lokasi penelitian meliputi 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Samarinda, Balikpapan, Paser, Penajam Paser Utara (PPU), Tarakan, Nunukan, Malinau, Tanah Tidung, Bulungan, Berau, Kutai Timur, Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai Barat.

Hasil Penelitian

Temuan penelitian menunjukkan bahwa indeks kerukunan Provinsi Kaltim mencapai 0,79 atau sangat baik. Dari empat variabel yang diukur seluruhnya mendapatkan nilai indeks sangat baik kecuali variabel pertama yang hanya mendapatkan nilai indeks baik dengan subvariabel keterlibatan dalam pembangunan rumah ibadah mendapatkan indeks yang rendah.

Penelitian ini menemukan dua hal yang menjadi pilar penting dalam pembangunan kerukunan umat beragama di Kalimantan Timur. Pertama, peran pemerintah. Publik kaltim sangat memberi kepercayaan kepada pemerintah dalam mengelola kerukunan.

Kedua, peran elit sosial (baik tokoh agama, etnik, maupun tokoh adat). Persepsi publik Kaltim terhadap peran penting tokoh masyarakat dalam mengelola kerukunan sangat tinggi. Sejauh ini, peran tokoh masyarakat dalam meredam proses konflik dan membangun situasi harmonis memang berjalan dengan baik.

Model kerukunan seperti ini merupakan bagian dari model kerukunan yang “mengandalkan” struktur yang lebih kuat seperti negara dan kekuatan elit sosial. Model kerukunan seperti ini akan terancam, jika regulasi negara mulai berpihak kepada kelompok-kelompok tertentu dan patron sosial sudah semakin lemah.

Selanjutnya, problem kerukunan yang patut diwaspadai adalah segrerasi identitas yang terbangun sejak lama. Konflik Bugis-Dayak  yang sering terjadi di beberapa daerah di Kaltim sejak tahun 1980an adalah representasi dari pemaknaan identitas pendatang-lokal. Perebutan sumber daya pertanian, perbedaan cara pandang terhadap tanah, redistribusi politik, hingga perbedaan afinitas keagamaan adalah sumber konflik yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Dengan konfigurasi identitas yang mengaitkan pendatang sebagai muslim dan kelompok lokal (terutama dari Suku Dayak) sebagai Kristen, bukan tidak mungkin gejolak etnisitas akan berimplikasi pada gejolak keagamaan.

 

Rekomendasi

1.  Pemerintah daerah setempat dan pihak terkait perlu mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan kerukunan berbasis situasi lokal. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat PBM No. 9 dan 8 tahun 2006.

2.  Pemerintah dan intansi terkait perlu melakukan reaktualisasi nilai dan potensi lokal sebagai perekat hubungan sosial antar umat beragama.

3.  Pemerintah lebih mendorong FKUB dan organisasi kerukunan yang ada untuk lebih aktif bekerja dalam membangun kerukunan antar umat beragama.

4.  Melihat peran FKUB yang sangat penting, diharapkan pemerintah memfasilitasi pembentukan organisasi ini hingga tingkat kecamatan.

5.  Pemerintah perlu memasukkan isu kerukunan dalam kurikulum sekolah sebagai upaya membangun visi hidup bersama sejak dini.

6.  Pemerintah perlu melakukan pelatihan peace building di kalangan pemuda, dan penyiar agama lintas agama.

7.  Regulasi tentang pendirian rumah ibadah perlu terus menerus disosialisasikan dan disesuaikan dengan karakter lokal yang ada. Penerapan aturan secara nasional jangan sampai justeru menjadi salah satu alat pemicu keretakan sosial karena tidak jelasnya sosialisasi aturan tersebut.

 

Penelitian ini merupakan penelitian serial yang dimaksudkan untuk mengukur indeks kerukunan antar umat beragama di Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini telah dilakukan di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Selatan pada tahun 2009, Sulawesi Tengah pada tahun 2010, dan Sulawesi Utara pada tahun 2011). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa indeks kerukunan antar umat beragama di tiga provinsi ini berada pada level sangat baik, dengan fluktuasi respon pada aspek tertentu.

Problem kerukunan menjadi perhatian nasional sebagai implikasi dari banyaknya konflik sosial yang terjadi di Indonesia pascareformasi. Renstra Kementerian Agama 2010-2014 menjadikan kerukunan sebagai salah satu misi yang dirumuskan dalam sepuluh program kerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung renstra Kementerian Agama ini dengan menyediakan data berupa indeks Kerukunan Antar Umat Beragama di Kawasan Timur Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jumlah angket yang disebar sebanyak 1.110 dengan sampling error 0,03%. Untuk melengkapi data statistik, dilakukan wawancara kepada tokoh agama dan masyarakat.

Lokasi penelitian meliputi 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Samarinda, Balikpapan, Paser, Penajam Paser Utara (PPU), Tarakan, Nunukan, Malinau, Tanah Tidung, Bulungan, Berau, Kutai Timur, Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai Barat. 

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia