Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota:
Publisher: BLA-Makassar
Diunduh: 40x
Views 479x
Editor: blamakassar
Abstrak:
Penelitian ini dimaksudkan untuk “melihat kembali” sistem pelayanan publik yang dilakukan oleh kementerian agama terhadap penganut agama “yang berjumlah sedikit”. Asumsi dasar penelitian ini adalah orang-orang yang berjumlah sedikit atau lazim disebut minoritas biasanya memiliki ruang ekspresi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang berjumlah besar. Kelompok yang berjumlah sedikit biasanya harus berjuang lebih keras untuk mengekspresikan identitas dan diri mereka. Dalam konteks itu, bagaimana kemenag melakukan pelayanan terhadap publik minoritas itu?
Metode penelitian adalah kualitatif dengan mengeksplorasi sebanyak mungkin data dari narasumber yang terkait melalui wawancara. Baik dari pejabat kementerian agama sebagai pelaku kebijakan maupun dari masyarakat Hindu dan Buddha sebagai stakeholder. Penelitian ini dilakukan dilakukan di lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia, yaitu: Provinsi Kaltim (Hindu dan Buddha), Sulawesi Tengah (Hindu), Papua (Buddha), Sulawesi Selatan (Hindu dan Buddha), dan Sulawesi Utara (Hindu dan Buddha)
EXECUTIVE SUMMARY Pelayanan Kementerian Agama kepada Penganut Agama Hindu dan Buddha di Kawasan Timur Indonesia
Pendahuluan Penelitian ini dimaksudkan untuk “melihat kembali” sistem pelayanan publik yang dilakukan oleh kementerian agama terhadap penganut agama “yang berjumlah sedikit”. Asumsi dasar penelitian ini adalah orang-orang yang berjumlah sedikit atau lazim disebut minoritas biasanya memiliki ruang ekspresi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang berjumlah besar. Kelompok yang berjumlah sedikit biasanya harus berjuang lebih keras untuk mengekspresikan identitas dan diri mereka. Dalam konteks itu, bagaimana kemenag melakukan pelayanan terhadap publik minoritas itu? Metode penelitian adalah kualitatif dengan mengeksplorasi sebanyak mungkin data dari narasumber yang terkait melalui wawancara. Baik dari pejabat kementerian agama sebagai pelaku kebijakan maupun dari masyarakat Hindu dan Buddha sebagai stakeholder. Penelitian ini dilakukan dilakukan di lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia, yaitu: Provinsi Kaltim (Hindu dan Buddha), Sulawesi Tengah (Hindu), Papua (Buddha), Sulawesi Selatan (Hindu dan Buddha), dan Sulawesi Utara (Hindu dan Buddha). Temuan Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kemenag melalui Pembimas dan Penyelenggara (Hindu dan Buddha) telah berjalan sesuai dengan tugas dan fungsi (tusi) yang telah ditetapkan. Tusi unit kerja Kemenag ini adalah melakukan pelayanan pendidikan agama dan keagamaan serta urusan umat. Meski begitu, harus diakui kedua unit kerja ini menemukan beberapa kendala yang menyulitkan melakukan pelayanan publik secara optimal sesuai dengan UU N0. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Problem yang dimaksud adalah: 1. Beberapa kabupaten/kota tidak memiliki unit kerja setingkat penyelenggara meski jumlah penduduk sudah memenuhi jumlah yang disyaratkan (kasus Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara). 2. Beberapa kabupaten/kota memiliki struktur penyelenggara yang menyatukan Hindu dan Buddha (Kasus Kemenag Kota Manado dan Kemenag Kab. Donggala) 3. Kekurangan tenaga pengajar dan tenaga penyuluh yang menyebabkan pelayanan keagamaan sedikit terkendala. Salah satu cara yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah pengangkatan penyuluh honorer. 4. Anak-anak Hindu dan Buddha sebagian kesulitan mendapatkan pendidikan agama di sekolah formal karena jumlah yang sangat sedikit. Anak-anak dari kedua agama ini mendapatkan pendidikan agama di Sekolah Minggu yang dibentuk oleh masyarakat melalui yayasan dan lembaga keagamaan. 5. Alokasi anggaran di pembimas dirasakan sangat terbatas untuk membuat program pelayanan yang lebih optimal. Persoalan lain yang patut mendapat perhatian adalah spektrum program kerja Pembimas dan Penyelenggara tidak mencakup seluruh persoalan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan koordinasi antara masyarakat dan pembimas tidak berjalan optimal. Pelibatan masyarakat dalam menyusun program kerja tidak berjalan dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan ada banyak hal yang dibutuhkan tidak mendapat perhatian dari kementerian agama. Sebagai contoh kasus adalah: kasus Desa Kerta Buana di Tenggarong (Kaltim) yang akan direlokasi tanpa mempertimbangkan aspek kultural dan teologi masyarakat Hindu disana. Seharusnya kementerian agama memberi pertimbangan spesifik terhadap hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Rekomendasi Akhirnya penelitian ini melahirkan beberapa rekomendasi sebagai acuan rencana tindak lanjut dari penelitian ini, yaitu. 1. Kepada pihak kementerian agama agar dalam memberikan pelayanan tidak hanya bersifat mekanik dan terpaku pada tupoksi saja, namun juga perlu pemberian pelayanan yang bersifat organik dan perlunya strategi non program dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan. 2. Perlunya evaluasi terhadap penentuan tipologi kementerian agama agar lebih bisa melayani kepentingan warga secara lebih luas. 3. Perlunya penambahan jumlah personel pemberi pelayanan, dalam hal ini tenaga penyuluh, guru, dan tenaga administrasi di pembimas. 4. Perlunya penambahan jumlah alokasi anggaran guna peningkatan maksimalisasi pelayanan yang diberikan. 5. Perlunya pembimas lebih menguatkan dukungan kepada organisasi keagamaan yang sejauh ini lebih banyak berperan dalam peningkatan penghayatan dan pengamalan agama masyarakat. |
Penelitian ini dimaksudkan untuk “melihat kembali” sistem pelayanan publik yang dilakukan oleh kementerian agama terhadap penganut agama “yang berjumlah sedikit”. Asumsi dasar penelitian ini adalah orang-orang yang berjumlah sedikit atau lazim disebut minoritas biasanya memiliki ruang ekspresi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang berjumlah besar. Kelompok yang berjumlah sedikit biasanya harus berjuang lebih keras untuk mengekspresikan identitas dan diri mereka. Dalam konteks itu, bagaimana kemenag melakukan pelayanan terhadap publik minoritas itu?
Metode penelitian adalah kualitatif dengan mengeksplorasi sebanyak mungkin data dari narasumber yang terkait melalui wawancara. Baik dari pejabat kementerian agama sebagai pelaku kebijakan maupun dari masyarakat Hindu dan Buddha sebagai stakeholder. Penelitian ini dilakukan dilakukan di lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia, yaitu: Provinsi Kaltim (Hindu dan Buddha), Sulawesi Tengah (Hindu), Papua (Buddha), Sulawesi Selatan (Hindu dan Buddha), dan Sulawesi Utara (Hindu dan Buddha)