Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota:
Publisher: BLA-Makassar
Diunduh: 45x
Views 352x
Editor: blamakassar
Abstrak:
Kerukunan beragama di Indonesia adalah issu penting yang sudah sejak lama menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Pentingnya kerukunan atau toleransi di Indonesia ini, terkait dengan realitas Indonesia yang meminjam kata Purnival, “majemuk”. Bahkan bila dilacak, dalam sejarah legislasi nasional, pengaturan mengenai keberagaman dapat ditemukan di stassblad no 44 tahun 1941 oleh Snouck Hurgronje. Penetapan presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan penodaan dan penyalahgunaan agama yang berubah menjadi UU no 5 tahun 1969. Untuk implementasi kebijakan kerukunan di masyarakat, regulasi yang menjadi rujukan adalah Peraturan bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Selain itu kementerian agama sendiri telah merumuskan kebijakan yang terkait dengan kerukunan beragama yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010 Tentang Rencana Strategi Kementerian Agama Tahun 2010-2014. Ada lima hal pokok yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama dalam menyelenggarakan pembangunan bidang agama, dua diantaranya adalah : 1) peningkatan kualitas kehidupan beragama, 2) peningkatan kerukunan umat beragama.
Meski telah cukup banyak aturan terkait dengan kerukunan beragama ini, realitas, khususnya setelah reformasi, kerukunan di Indonesia mengalami penurunan. Kekerasan atas nama agama, telanjang di depan mata kita. Laporan GRI dan SHI (Sosial Hostilities Indeks) yang dimuat KOMPAS baru-baru ini menunjukkan tingkat kekerasan di Indonesia sangat tinggi. Beberapa waktu yang lalu Setara Institute mencatat 367 tindakan pelanggaran kebebasan dan intoleransi beragama/berkeyakinan dalam 265 peristiwa. LITBANG Agama Makassar dalam penelitian tentang perspektif masyarakat tentang kerukunan beragama yang pernah dilakukan pada tahun 2009 di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, meski menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan dengan indeks kerukunan yang baik, namun dalam beberapa variable menunjukkan adanya problem. Misalnya dalam soal penerimaan agama lain mendirikan rumah ibadah dilingkungannya, rata-rata responden memilih tidak setuju.
Kenyataan inilah yang mendorong penelitian tentang indeks kerukunan beragama kembali dilakukan oleh LITBANG Agama Makassar dengan lokasi Sulawesi Utara. Daerah ini dipilih sebagai salah satu daerah penelitian terkait dengan asumsi umum tentang daerah ini yang dianggap paling rukun dalam hubungan antara agama masyarakatnya. Dengan meletakkan penelitian ini, pada daerah Sulawesi Utara diharapkan dapat menimba banyak pengalaman toleransi dari praktek hidupbersama masyarakat tersebut dalam keragaman. Pada sisi yang tak kalah pentingnya, meletakkan penelitian di Sulawesi Utara, juga merupakan proses untuk menguji kebenaran asumsi daaerah ini memiliki tingkat kerukunan yang tinggi. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, penelitian di Sulawesi Utara ini dijalankan dengan maksud mengungkapkan lebih jelas indeks kerukunan beragama di daerah ini.
EXECUTIVE SUMMARY Penelitian Tentang: POTRET KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI SULAWESI UTARA
PENDAHULUAN Kerukunan beragama di Indonesia adalah issu penting yang sudah sejak lama menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Pentingnya kerukunan atau toleransi di Indonesia ini, terkait dengan realitas Indonesia yang meminjam kata Purnival, “majemuk”. Bahkan bila dilacak, dalam sejarah legislasi nasional, pengaturan mengenai keberagaman dapat ditemukan di stassblad no 44 tahun 1941 oleh Snouck Hurgronje. Penetapan presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan penodaan dan penyalahgunaan agama yang berubah menjadi UU no 5 tahun 1969. Untuk implementasi kebijakan kerukunan di masyarakat, regulasi yang menjadi rujukan adalah Peraturan bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Selain itu kementerian agama sendiri telah merumuskan kebijakan yang terkait dengan kerukunan beragama yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010 Tentang Rencana Strategi Kementerian Agama Tahun 2010-2014. Ada lima hal pokok yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama dalam menyelenggarakan pembangunan bidang agama, dua diantaranya adalah : 1) peningkatan kualitas kehidupan beragama, 2) peningkatan kerukunan umat beragama. Meski telah cukup banyak aturan terkait dengan kerukunan beragama ini, realitas, khususnya setelah reformasi, kerukunan di Indonesia mengalami penurunan. Kekerasan atas nama agama, telanjang di depan mata kita. Laporan GRI dan SHI (Sosial Hostilities Indeks) yang dimuat KOMPAS baru-baru ini menunjukkan tingkat kekerasan di Indonesia sangat tinggi. Beberapa waktu yang lalu Setara Institute mencatat 367 tindakan pelanggaran kebebasan dan intoleransi beragama/berkeyakinan dalam 265 peristiwa. LITBANG Agama Makassar dalam penelitian tentang perspektif masyarakat tentang kerukunan beragama yang pernah dilakukan pada tahun 2009 di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, meski menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan dengan indeks kerukunan yang baik, namun dalam beberapa variable menunjukkan adanya problem. Misalnya dalam soal penerimaan agama lain mendirikan rumah ibadah dilingkungannya, rata-rata responden memilih tidak setuju. Kenyataan inilah yang mendorong penelitian tentang indeks kerukunan beragama kembali dilakukan oleh LITBANG Agama Makassar dengan lokasi Sulawesi Utara. Daerah ini dipilih sebagai salah satu daerah penelitian terkait dengan asumsi umum tentang daerah ini yang dianggap paling rukun dalam hubungan antara agama masyarakatnya. Dengan meletakkan penelitian ini, pada daerah Sulawesi Utara diharapkan dapat menimba banyak pengalaman toleransi dari praktek hidupbersama masyarakat tersebut dalam keragaman. Pada sisi yang tak kalah pentingnya, meletakkan penelitian di Sulawesi Utara, juga merupakan proses untuk menguji kebenaran asumsi daaerah ini memiliki tingkat kerukunan yang tinggi. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, penelitian di Sulawesi Utara ini dijalankan dengan maksud mengungkapkan lebih jelas indeks kerukunan beragama di daerah ini.
TEMUAN Penelitian tentang indeks beragama di Sulawesi Utara ini dilakukan di Sebelas Kabupaten. Sebelas Kabupaten yang dipilih ini merepresentasikan daerah Sulawesi Utara. Kesebelas daerah tersbut adalah Manado, Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Tumohon, Bitun, Bolaang Mongondow, Bolaang MOngondow Utara, Kotamobagu, Sangihe dan Sangir Talaud. Hasil penelitian secara keseluruhan di sebelas daerah tersebut menunjukkan Indeks Kerukunan Beragama yang “sangat baik”. Untuk tiap kabupaten indeks kerukunan beragama rata-rata berada pada kategori sangat baik berdasarkan range kategori kerukunan 0.01 – 0.25 à SANGAT BURUK, 0.26 – 0.50 à BURUK, 0.51 – 0.75 à BAIK, 0.76 – 1.00 à SANGAT BAIK. Untuk Kota Manado berada pada indeks 0.75, Minahasa : 0.79, MInahasa Utara : 0.77, Minahasa Selatan : 0.83, Tomohon : 0.81, Bitung : 0.83, Sangihe : 0.83, Talaud : 0.82, Bolaang Mongondow : 0.78 , Bolaang Mongondow Utara : 0.79 dan Kotamobagu : 0.79. Dari indeks di atas, hanya Manado yang tidak masuk kategori sangat baik, hanya baik mendekati sangat baik. berdasarkan hal tersebut jelas menunjukkan bahwa indeks kerukunan beragama di Sulawesi Utara masuk kategori sangat baik. Meski demikian dalam beberapa variable dan indicator Nampak turun dari kecenderungan sangat baik. misalnya dalam variable Hubungan Agama dan Komunikasi pada indicator kesediaan menerima pembangunan rumah ibadah agama lain dan kesediaan menerima rumah ibadah agama lain dibangun di daerahnya rata-rata hanya berada pada kategori baik. Manado dan Bolaang Mongondow bahkan mendekati buruk. Terkait dengan variabelKonflik dan arogansi beberapa daerah juga turun dari kecenderungan sangat baik menjadi baik, contohnya kabupaten Bolaang Mongondow. Untuk kabupaten ini, memang konflik akhir-akhir ini pernah terjadi, setidaknya dalam rentang tiga tahun terakhir sudah dua kali terjadi konflik. Konflik ini meski bukan konflik agama namun jika tidak ditangani bisa merembet menjadi issu agama. Indeks kerukunan di Sulawesi Utara yang sangat baik ini dipengaruhi oleh sikap masyarakat yang tidak banyak mempersoalkan perbedaan agama. Hal itu terlihat dalam kegiatan-kegiatan formal dimana semua agama hadir, pada acara seperti itu biasanya mereka menunjukkan sikap yang saling menghargai. Hanya saja tingkat hubungan dan toleransi ini masih berada pada tataran formal. Dalam kategori toleransi masih berada pada tataran inklusivisme atau toleransi passif. Factor lain yang mendorong kerukunan beragama yang tidak bisa diabaikan adalah kearifan local serta peran pemerintah dan tokoh agama. Kearifan local di daerah ini memang banyak yang mengajarkan prinsip hidup bersama secara damai misalnya torang samua basudara, baku-baku saying, baku-baku inga. Selain itu pemerintah, tokoh agama dan masyarakat berperan aktif dalam upaya untuk meredam konflik dan kemungkinan konflik yang akan terjadi. Sehingga meski ada beberapa konflik, namun tidak berlarut-larut dan bisa segera di antisipasi.
KESIMPULAN Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan : 1. Indeks Kerukunan Beragama di Sulawesi Utara berada pada kategori sangat baik. 2. Indeks kerukunan yang sangat baik di Sulawesi Utara ditunjang oleh sikap masyarakat dalam hubungan social yang tidak mempermasalahkan perbedaan agama, kearifan local yang mendukung hidup bersama secara damai dan peran pemerintah serta tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat yang proaktif dalam mencegah serta mengatasi konflik yang terjadi. 3. Kerukunan yang terjalin, khususnya dalam konteks komunikasi dan hubugan social lainnya, nampaknya masih berjalan di tingkat formal atau permukaan. Hubungan semacam ini lazim disebut dengan inklusivisme (toleransi pasif). Model hubungan semacam ini juga bisa mendukung kerukunan namun menyimpan persoalan. Persoalan itu terkait dengan masih mengendapnya perasaan saling mencurigai dan stigma antara saty dengan lainnya. 4. Konflik yang terjadi di beberapa daerah pemicunya di luar hal-hal yang terkait dengan agama, namun bila tidak ditangani denga baik akan merembet ke konflik dengan isu-isu yang terkait dengan agama.
REKOMENDASI 1. Pemerintah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA) dan masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan umat beragama yang sudah terjalin dengan baik dengan melanjutkan program kerukunan yang sudah ada, namun ditekankan pada kehidupan bersama yang lebih cultural (co eksistensi). 2. Potensi konflik masih sangat mungkin terjadi, karena itu : · Pemerintah daerah perlu melakukan berbagai tindakan pencegahan dengan membuat aturan yang jelas terhadap kemungkinan masuknya paham-paham baru keagamaan yang bisa mengubah cara masyarakat merepresentasikan diri. · Mewaspadai konflik yang berbasis ekonomi dengan pemda melakukan pengaturan yang jelass terhadap reseource ekonomi di satu daerah. 3. Meningkatkan dialog antara umat beragama di level grass root dan tokoh-tokoh agama di tingkat jamaah. Bukan lagi dialog formal tookh-tokoh agama di tingkat kabupaten. Hal ini bisa dilakukan dengan mengembangkan Fokus Grup Diskusi (FGD) kampung, atau FGD lintas kampung dengan topic-topik social. Basis dialog ini bisa pada kearifan local yang sudah ada. 4. Pemerintah agar merumuskan regulasi yang terkait dengan kerukunan umat beragama yang lebih memberikan ruang terhadao kebebasan beragama dan meninjau ulang berbagai peraturan yang kuran gmendukung kerukunan (kebebasan) beragama.
|
Kerukunan beragama di Indonesia adalah issu penting yang sudah sejak lama menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Pentingnya kerukunan atau toleransi di Indonesia ini, terkait dengan realitas Indonesia yang meminjam kata Purnival, “majemuk”. Bahkan bila dilacak, dalam sejarah legislasi nasional, pengaturan mengenai keberagaman dapat ditemukan di stassblad no 44 tahun 1941 oleh Snouck Hurgronje. Penetapan presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan penodaan dan penyalahgunaan agama yang berubah menjadi UU no 5 tahun 1969. Untuk implementasi kebijakan kerukunan di masyarakat, regulasi yang menjadi rujukan adalah Peraturan bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Selain itu kementerian agama sendiri telah merumuskan kebijakan yang terkait dengan kerukunan beragama yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Agama RI tahun 2010 Tentang Rencana Strategi Kementerian Agama Tahun 2010-2014. Ada lima hal pokok yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama dalam menyelenggarakan pembangunan bidang agama, dua diantaranya adalah : 1) peningkatan kualitas kehidupan beragama, 2) peningkatan kerukunan umat beragama.
Meski telah cukup banyak aturan terkait dengan kerukunan beragama ini, realitas, khususnya setelah reformasi, kerukunan di Indonesia mengalami penurunan. Kekerasan atas nama agama, telanjang di depan mata kita. Laporan GRI dan SHI (Sosial Hostilities Indeks) yang dimuat KOMPAS baru-baru ini menunjukkan tingkat kekerasan di Indonesia sangat tinggi. Beberapa waktu yang lalu Setara Institute mencatat 367 tindakan pelanggaran kebebasan dan intoleransi beragama/berkeyakinan dalam 265 peristiwa. LITBANG Agama Makassar dalam penelitian tentang perspektif masyarakat tentang kerukunan beragama yang pernah dilakukan pada tahun 2009 di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, meski menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan dengan indeks kerukunan yang baik, namun dalam beberapa variable menunjukkan adanya problem. Misalnya dalam soal penerimaan agama lain mendirikan rumah ibadah dilingkungannya, rata-rata responden memilih tidak setuju.
Kenyataan inilah yang mendorong penelitian tentang indeks kerukunan beragama kembali dilakukan oleh LITBANG Agama Makassar dengan lokasi Sulawesi Utara. Daerah ini dipilih sebagai salah satu daerah penelitian terkait dengan asumsi umum tentang daerah ini yang dianggap paling rukun dalam hubungan antara agama masyarakatnya. Dengan meletakkan penelitian ini, pada daerah Sulawesi Utara diharapkan dapat menimba banyak pengalaman toleransi dari praktek hidupbersama masyarakat tersebut dalam keragaman. Pada sisi yang tak kalah pentingnya, meletakkan penelitian di Sulawesi Utara, juga merupakan proses untuk menguji kebenaran asumsi daaerah ini memiliki tingkat kerukunan yang tinggi. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, penelitian di Sulawesi Utara ini dijalankan dengan maksud mengungkapkan lebih jelas indeks kerukunan beragama di daerah ini.