Salahsatu kegiatan penelitian yang dilakukan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2015 adalah Penelitian “Persepsi Masyarakat terhadap Perlindungan Umat Beragama.”
Penelitian ini dilakukan untuk menggali dan mengetahui persepsi masyarakat atas konsep “perlindungan umat beragama”—di mana dalam konteks saat ini Kementerian Agama sedang menyusun draf RUU Perlindungan Umat Beragama. Penelitian ini memotret dan memetakan persepsi terhadap perlindungan, yang didekati dari teori kewarganegaraan (citizenship), kebebasan beragama, dan HAM.
Penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif ini menyebarkan angket di 12 provinsi yang dipilih secara acak, yakni: Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Di setiap ibukota provinsi dipilih kecamatan ibukota kab/kota, di setiap kecamatan dipilih secara acak dua kelurahan/desa, di setiap desa dipilih secara acak dua RW, dan di setiap RW dipilih secara acak dua RT. Di setiap RT inilah dipilih secara acak 12-13 kepala keluarga sebagai responden.
Dengan menggunakan angket berskala Thurstone, data dijaring dan diolah dengan uji proporsi untuk setiap dimensi, ditemukan nilai hipotesis dan tingkat signifikansinya. Dari hasil itu, sampai pada kesimpulan seberapa bebas atau seberapa tidak-bebas (terikat) kecenderungan arah pengaturan dalam setiap dimensi yang diukur. Kesimpulan dari hasil penelitian di atas adalah:
Keterangan: Subdimensi yang diberi tanda bintang (*) berarti merupakan yang paling dominan berpengaruh atau faktor utama
Var |
Dimensi |
Subdimensi |
Arah pengaturan |
I. Bebas berekspresi |
1. Bebas beragama/ meyakini agama |
a. Bebas meyakini Tuhan |
Cenderung bebas |
b. Bebas meyakini kitab suci |
Cenderung terikat |
||
c. Bebas meyakini Rasul * |
Cenderung terikat |
||
d. Bebas berpindah agama |
Cenderung bebas |
||
2. Bebas beribadat |
a. Menjalankan ibadat ritual |
Cenderung bebas |
|
b. Mendirikan rumah ibadat * |
Cenderung terikat |
||
3. Bebas menyebar-kan |
a. Cara menyebarkan agama |
Cenderung terikat |
|
b. Objek penyebaran agama |
Cenderung bebas |
||
c. Isi yang disebarkan * |
Cenderung terikat |
||
d. Media penyebaran |
Cenderung bebas |
||
4. Bebas beridentitas |
a. Penggunaan simbol agama |
Cenderung terikat |
|
b. Hari besar keagamaan |
Cenderung bebas |
||
c. Mendirikan organisasi keagamaan * |
Cenderung bebas |
||
5. Bebas berpendidik-an agama |
a. Materi pelajaran agama * |
Cenderung terikat |
|
b. Penyampai/guru agama |
Cenderung bebas |
||
c. Peserta pengajaran agama |
Cenderung terikat |
||
II. Bebas dari intrusi |
1. Internal (bebas penyim- pangan); 2. Eksternal (bebas penodaan, dan intimidasi) |
a. Ajaran agama * |
Cenderung terikat |
b. Ritual agama |
Cenderung bebas |
||
c. Simbol agama |
Cenderung terikat |
||
d. Teks kitab agama |
Cenderung terikat |
||
e. Bahasa agama |
Cenderung bebas |
a. Kelompok I yang cenderung ketat/terikat, sebesar
58,4%. Dalam banyak dimensi/subdimensi anasir perlindungan beragama, kelompok ini cenderung memandang perlunya pengaturan yang tidak bebas, rigid, terikat.
b. Kelompok II yang cenderung moderat, sebesar 28,2%.
Kelompok ini memandang dalam sebagian dimensi/subdimensi anasir perlindungan beragama harus diatur lebih terikat namun sebagiannya lebih dibebaskan atau longgar. Sikap moderat.
c. Kelompok III yang cenderung longgar/bebas, sebesar 13,4%. Arah pengaturan dalam dimensi/subdimensi perlindungan umat beragama, menurut kelompok ini, cenderung dibebaskan, tidak membatasi.
a. Kelompok I kebanyakan laki-laki, usia antara 25-44 tahun, umumnya karyawan swasta, dan aktif sebagai pengurus organisasi.
b. Kelompok II juga laki-lakinya lebih banyak dari perempuannya, usia antara 45-59 tahun, umumnya ibu rumah tangga, dan aktif sebagai pengurus organisasi
c. Kelompok III umumnya laki-laki, berusia 25-44 tahun, kebanyakan wiraswasta, dan aktif sebagai pengurus organisasi.
Dari temuan-temuan ini, dapat direkomendasikan beberapa hal bahan pertimbangan sebagai berikut:
Subdimensi yang dibebaskan/longgar |
Subdimensi yang terikat/rigid |
1. Bebas meyakini Tuhan |
1. Bebas meyakini kitab suci |
2. Bebas berpindah agama |
2. Bebas meyakini Rasul |
3. Bebas menjalankan ibadat ritual |
3. Bebas mendirikan rumah ibadat |
4. Bebas menyasar objek penyebaran agama |
4. Bebas dalam cara menyebarkan agama |
5. Bebas mengguna media penyebaran agama |
5. Bebas dalam isi yang disebarkan |
6. Bebas berhari besar keagamaan |
6. Bebas menggunakan simbol agama |
7. Bebas mendirikan organisasi keagamaan |
7. Bebas dalam materi pelajaran agama |
8. Bebas siapa penyampai/guru ajaran agama |
8. Bebas dalam peserta pengajaran agama |
9. Dilindungi dalam melaksanakan ritual agama |
9. Perlindungan ajaran agama |
10. Dilindungi dalam berbahasa agama |
10. Perlindungan simbol agama |
|
11. Perlindungan teks kitab agama |
Catatan: subdimensi yang perlu dibebaskan namun “tidak sesuai” dengan arah pengaturan dalam regulasi yang ada saat ini, misal di nomor 8 (guru agama, dimana di UU Sisdiknas “harus oleh guru seagama”), penjelasan/ilustrasinya: di suatu sekolah yang terbatas ketersediaan gurunya, maka guru Matematika, misalnya, bisa juga merangkap menyampaikan materi pelajaran agama.
2. Melihat kecenderungan persepsi responden, dimana 58,4% cenderung memandang perlunya perlindungan beragama yang rigid/ketat/terikat, dibanding yang cende- rung bebas/longgar (13,4%), maka hal ini dapat dipahami sebagai indikasi kecenderungan publik mengenai arah pengaturan (dan baik dipertimbangkan) dalam RUU PUB.
3. Beranjak dari hasil penelitian ini, tahun 2016 kiranya penting dilakukan penelitian lanjutan yang menekankan pada persepsi publik terhadap DRAF RUU PUB yang telah disusun Kementerian Agama/Pemerintah—sambil proses diskusi publik terhadap NA dan RUU PUB berlangsung. Penelitian uji-prediktif-evaluatif tersebut merupakan “sekuel” dari tahun ini, dan akan merekam pendapat publik secara kuantitatif-presisif setiap klausul yang telah/akan diatur dalam DRAF RUU PUB tersebut.
...