Pengelolaan zakat di Indonesia sudah melembaga dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pada tahun 2011 dikeluarkan Undang-Undang (UU) 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, sebagai pengganti UU 38/1999. Pemberlakuan UU 23/2011 disambut positif oleh banyak pihak, namun ada beberapa elemen masyarakat yang merasa keberadaan UU tersebut membatasi ruang gerak mereka. Hal itu dibuktikan dengan adanya pengajuan judicial review ke ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berlakunya UU 23/2011 di judicial review ke MK dan pasca ada putusan MK, maka terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh seluruh stakeholder zakat di Indonesia. Bahwa BAZNAS provinsi secara kelembagaan sudah terbentuk sesuai dengan KMA 118 Tahun 2014 dan BAZNAS kabupaten/kota terbentuk sesuai dengan Keputusan Dirjen Bimas Islam 568 tahun 2014. Namun belum seluruh BAZNAS provinsi dan BAZNAS kab./kota membentuk kepengurusan sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah (PP). Sementara pada waktu dilakukan penelitian belum ada satupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) baik (nasional, provinsi dan kab./kota) yang sudah mendapatkan izin. Rendahnya penghimpunan zakat, infak dan sedekah (ZIS) yang dilakukan BAZNAS dan LAZ menandakan belum optimalnya penataan lembaga zakat di Indonesia. Hal ini ditandai dengan rendahnya manajemen perzakatan, rendahnya sinergi antara lembaga pengelola zakat dan rendahnya peran pemerintah (kemenag). Lembaga zakat pada hakekatnya termasuk lembaga publik yang mengelola dana dari masyarakat yang harus memepertanggungjawabkan secara transparan atau trustable institution. Beberapa dugaan dalam permasalahan tersebut perlu dibuktikan dan dieksplore lebih lanjut dalam bentuk penelitian oleh Puslitbang Kehidupan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI tahun 2015 dilakukan penelitian.
Tujuan penelitian pertama, mengetahui tugas dan fungsi BAZNAS dan LAZ dalam pengelolaan zakat; kedua, mengetahui persiapan BAZNAS dan LAZ dalam menyesuaikan diri dengan UU 23/2011; dan ketiga, mengetahui peran pemda dan kemenag dalam persiapan mengimplementasikan UU 23/2011. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan Action Research (AR). Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 di 8 daerah dengan menggunakan kriteria bahwa di lokasi tersebut terdapat 3 lembaga zakat (BAZNAS atau LAZ). Lokasi 8 daerah tersebut adalah: Pekanbaru, Palembang, DKI Jakarta, Bandung, DI Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Banjarmasin.
Hasil temuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) pengelolaan dana ZIS yang dilakukan baik oleh BAZNAS (provinsi dan kab./kota) maupun LAZ (nasional, provinsi dan kab./kota) dalam pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pelaporan masih banyak menghadapiberbagai permasalahan. Pengumpulan belum dapat optimal dilihat dari potensi yang ada, sebagian besar dana yang dihimpun berasal dari infak dan sedekah, sementara zakat masih kecil; (2) BAZNAS (provinsi dan kab./kota) sebagian besar masih bergantung pada adanya Perda/Instrukti (gubernur, bupati/walikota) dalam pengumpulan ZIS dari SKPD dan BUMD. Sementara LAZ dalam pengumpulan dana ZIS sudah banyak melakukan inovasi produk yang sangat kompetitif dan terus membangun trust dari masyarakat; (3) otoritas Kementerian Agama dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur BAZNAS (provinsi dan kab./kota) dan LAZ (nasional, provinsi dan kab./kota) belum berjalan, dimana relasi antar lembaga sebagai stakeholder zakat belum berjalan dengan baik, sehingga banyak permasalahan terjadi; (4) demikian juga peran BAZNAS yang diberi amanah untuk melakukan verifikasi dalam pemberikan rekomendasi BAZNAS (provinsi, kabupaten/kota) dan LAZ (nasional, provinsi, kabupaten/ kota), belum memiliki SOP dan pedoman yang jelas. Kondisi ini membingungkan dalam pengajukan rekomendasi (persyaratan-persyaratan yang terus berubah) tidak tertuang secara tertulis namun hanya lisan saja; dan (5) selain LAZ yang sudah dikukuhkan selama ini, bahwa eksistensi LAZ-LAZ dari dasar pembentukan bermacam- macam seperti dibentuk oleh pimpinan perusahanaan, dinas sosial, atau pimpinan Ormas Islam dimana hal ini tidak sesuai dengan UU dan PP, dan syariat Islam; serta (6) peran pemprov dan pemkab/pemkot dengan mengeluarkan instruksi dalam pengumpulan ZIS seluruh pegawai di setiap SKPD dan BUMD untuk membentuk UPZ sangat membantu keberhasilan pengumpulan di BAZNAS (provinsi dan kab./kota).
...