Pengembangan Detail

WORKSHOP Indeks Modal Sosial dalam Membingkai Kerukunan Beragama di Jawa Timur

Peneliti : Arnis Rachmadhani, H. Dahlan AR, H. Joko Tri Haryanto, Lilam Kadarin Nuriyanto, Hj. Marmiati Mawardi, Mustolehudin, H. Romzan Fauzi,

Kategori: Dokumen Pemikiran Agama

Unit Kerja: BLA-Semarang

Lampiran Tidak Tersedia

Pembangunan bidang agama merupakan bagian integral pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera. Sesuai amanat konstitusi, negara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitasi dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga negara.

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2007 melakukan survei terhadap masyarakat muslim di 13 provinsi, hasilnya antara lain menunjukka bahwa tingkat ketaatan masyarakat muslim dalam menjalankan berbagai aktivitas ibadah termasuk dalam kategori sangat tinggi. Namun demikian, fenomena sosial berdasarkan penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2008 terhadap surat kabar daerah selama periode 2004−2007 menunjukkan bahwa telah terjadi sebanyak 444 insiden konflik terkait isu keagamaan di 10 provinsi. Data laporan kehidupan beragama yang diterbitkan oleh CRCS menyebutkan pada tahun 2010 terdapat 35 kasus terkait pendirian rumah ibadah, dan di tahun 2011 terdapat 36 kasus yang sama. Selain itu, pada tahun 2011 terjadi kekerasan yang melibatkan unsur masyarakat, dan pada tahun yang sama terjadi kasus penyerangan terhadap Ahmadiyah di Desa Cikeusik, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Bagir (et.all), 2012:40-63).

Realitas di atas menunjukkan masih terdapat kesenjangan dalam keberagamaan masyarakat. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan modal sosial dalam pembangunan sosial keagamaan. Modal sosial menurut  Putnam (1993) merupakan unsur utama pembangunan masyarakat madani (civil community). Modal sosial itu mengacu pada aspek-aspek utama organisasi sosial seperti kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks) yang dapat meningkatkan efisiensi suatu masyarakat melalui fasilitasi tindakan yang terkoordinasi. Menurut Fukuyama (1995), modal sosial mengacu pada aspek kepercayaan (trust), nilai (shared values), pengharapan, kejujuran dan jaringan (networks). Sedangkan Piere Bourdieu dalam Mahin (2009) dan Haryatmoko (2010) medefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan sumber daya baik aktual maupun potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan hubungan kelembagaan yang tetap dengan didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka Balai Litbang Agama Semarang menyelenggarakan kegiatan “Workshop Indeks Modal Sosial dalam Membingkai Kerukunan Beragama”. Tujuan dilakukannya workshop adalah untuk memperoleh konsep-konsep dasar modal sosial dalam memperkuat kerukunan beragama.

Kegiatan Workshop Indeks Modal Sosial dalam Membingkai Kerukunan Beragama di Jawa Timur pada 21-24 April 2015 telah terlaksana dengan baik. Dari kegiatan ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1)   Elemen atau unsur modal sosial pada intinya mengerucut pada 3 hal, yaitu jaringan sosial (social networking), rasa percaya satu sama lain (trust), dan nilai/norma (value/norms).

2)   Modal sosial yang ada di masyarakat tersebut bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kerukunan antarumat beragama.

3)   Draft instrumen untuk mengukur indeks modal sosial dalam kaitannya dengan kerukunan umat beragama yang telah disusun oleh peserta workshop masih perlu diperdalam dan disempurnakan dengan para akademisi atau pakar di forum-forum ilmiah lainnya.

Infografis