Pengembangan Detail

Bedah Buku Berjudul Gerakan Komunisme Islam Surakarta 1914 1942 karya Dr. Syamsul Bakri

Peneliti : A.M. Wibowo, S.Sos.I., M.S.I., Drs. H. Achmad Sidiq, M.S.I., Ahmad Muntakhib, S.Ag., , Aji Sofanudin, S.Pd.I., M.Si., Ali Khudrin, Arnis Rachmadhani

Kategori: Bahan Bacaan Keagamaan

Unit Kerja: BLA-Semarang

Lampiran Tidak Tersedia

Sejarah Surakarta memiliki dinamika yang luas, baik dalam konteks sosial, budaya, ekonomi, politik, maupun agama. Surakarta merupakan kota tradisonal Jawa yang memiliki makna penting dalam sejarah perkembangan gerakan Islam dan politik di Indonesia. Kota tradisional tersebut menyimpan jejak-jejak sejarah perkembangan Islam dan politik. Islamisasi di Surakarta berjalan seiring dengan perjalanan politik kekuasaan raja-raja Islam Jawa. Proses islamisasi yang terjadi di Surakarta bercorak adaptif dan kompromis sehingga membuahkan corak keberagamaan yang sinkretik.

Berbeda dengan corak keberagamaan Islam abad XVIII dan XIX yang santun dan kompromis, pada awal abad XXI, gerakan Islam di Surakarta menjadi sorotan publik karena di kota tesebut tumbuh gerakan radikal. Surakarta juga dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, yang masyarakatnya menjunjung tinggi prinsip rukun, gotong royong, dan ramah. Namun secara faktual, kota budaya tersebut justru sering dilanda aksi kekerasan yang melibatkan massa, seperti kerusuhan etnis Jawa versus Arab di Pasar Kliwon pada April tahun 1971, kerusuhan etnis Jawa versus Tionghoa pada 19 November 1980, kerusuhan politik tahun 1966, kerusuhan tahun 1998, dan kerusuhan lain dalam skala yang lebih kecil.

Selain itu, di Surakarta juga pernah tumbuh gerakan yang dinamakan komunisme Islam. Gerakan ini unik karena Islam dan komunisme, sering ditempatkan pada kutub yang saling bertentangan. Islam dipahami sebagai monoteisme, sedangkan komunisme sering dianggap sebagai pemikiran ateis. Islam secara doktriner lebih menekankan pada aspek transendental yang sifatnya teosentris, sedangkan komunisme lebih mendasarkan diri pada materialisme historis yang sifatnya materialistis dan antroposentris.

Komunisme Islam terkesan sebagai istilah yang paradoks. Namun dalam babak sejarah di Indonesia, gerakan komunisme Islam pernah berkembang. Para tokoh komunisme Islam yang berani menempati posisi sosial-politik yang tidak lazim ini menjadi babak sejarah yang unik. Gerakan komunisme Islam di Surakarta merupakan gerakan kaum santri (putihan).Mereka adalah para ulama pesantren, para guru sufi pedesaan, dan para tokoh dalam bentuk Islam yang bersifat tradisional. Pada tahun 1920-an, beberapa pergerakan komunis di beberapa wilayah di Hindia Belanda justru dipimpin oleh ulama dan orang-orang salih, seperti Misbach di Surakarta, Tubagus Achmad Chatib di Banten, dan Datoek Batoeah di Sumatera. Mereka adalah ulama pesantren yang revolusioner.

Gerakan revolusioner Misbach berawal dari ketertarikannya masuk di Inlansche Journalisten Bond (IJB), organisasi wartawan bumiputra yang bertujuan untuk mewadahi para jurnalis radikal yang kritis terhadap pemerintah. Ia masuk IJB pada saat banyak dari kaum intelektual pribumi mulai mengendorkan niatnya membangun bangsa Hindia. Pada tahun 1915, ia menerbitkan surat kabar bulanan, Medan Moeslimin, dan pada tahun 1917, ia mendirikan surat kabar Islam Bergerak. Dalam menjalankan roda penerbitan, Misbach dibantu oleh para jurnalis yang memahami agama dan sekaligus politik. Untuk mendukung jurnalisme, ia mendirikan penerbitan yang juga diberi nama Medan Moeslimin, yang menerbitkan buku-buku keislaman seperti Hidajatoel ‘Awam dan Noeroel ‘Alam

Kegiatan Bedah Buku Berjudul Gerakan Komunisme Islam Surakarta 1914 – 1942 karya Dr. Syamsul Bakri. Acara tersebut bertempat di Aula III Balai Litbang Agama Semarang. Secara umum  diskusi ini berjalan baik dan peserta terlibat aktif dalam proses diskusi.

Kegiatan ini dapat  disimpulkan pertama gerakan komunisme Islam di Surakarta tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika sosial-politik. Kedua,  ternyata ada kaum komunis putihan. Ketiga, komunisme sebagai wadah perjuangan bagi kaum Islam revolusioner dan kaum proletar di Surakarta. Keempat,komunisme Islam lahir ketika Islam tidak dioperasionalkan oleh para pemimpinnya untuk melawan penindasan. 

Infografis