INDEKS PELAYANAN PENDIDIKAN AGAMA DI SMAN DAN SMKN DI KTI

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Makassar

Diunduh: 39x

Dilihat 316x

Editor: blamakassar

Abstrak:

...

Lampiran Tidak Tersedia

EXECUTIVE SUMMARY

INDEKS PELAYANAN PENDIDIKAN AGAMA

PADA SMAN/SMKN DI SULAWESI

        Oleh:

            Tim Peneliti Bidang Pendidikan

 

PENDAHULUAN

Pendidikan Agama merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah sebagai institusi formal tempat masyarakat berharap tentang kehidupan yang lebih baik kapan pun, di mana pun, dan situasi apa pun. Oleh karena itu, tujuan yang terpenting dari Pendidikan Agama bukan hanya mengembangkan pengetahuan, sikap, dan perilaku tapi nilai-nilai spiritual (agama) juga menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan saat ini dan di masa mendatang.

Pencapaian Pendidikan Agama sesuai dengan harapan masyarakat yang dimaksud di atas dapat dilakukan melalui pengembangan dan peningkatan layanan dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan di sekolah, terutama guru-guru agama sebagai ujung tombak pelaksana Pendidikan agama di sekolah. Pendidikan pada umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya, terutama dalam membentuk tranfer of knowlege dan tranfer of values.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1) huruf a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Bukan hanya di sekolah negeri, juga di sekolah swasta, bahwa setiap siswa berhak mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan agamanya harus dipenuhi, maka pemerintah berkewajiban menyediakan atau mengangkat tenaga pengajar agama untuk semua siswa sesuai dengan agamanya baik sekolah negeri maupun swasta.

PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, yang menyatakan bahwa pendidikan agama merupakan proses pendidikan dan memberikan pengetahuan, membentuk kepribadian, sikap, serta keterampilan para siswa dalam mengamalkan norma, nilai, serta ajaran agamanya. Pendidikan agama ini sekurang-kurangnya dilaksanakan melalui mata pelajaran ataupun kulian pada semua jenjang, serta semua jenis pendidikan.

Pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik bidang Pendidikan agama dan keagamaan. Bagi masyarakat, Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan unit yang bersangkutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat indeks kepuasan Masyarakat (IKM) pelayanan pendidikan agama pada SMAN/SMKN Di lokasi penelitian. Permasalahan penelitian di atas, indikator utamanya adalah pelayanan publik, untuk itu dalam instrumen pengumpulan data ini menggunakan Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2014 tentang Pedoman Indeks Kepuasan Masyarakat oleh Unit Pelaksana Instansi Pemerintah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan agama sebagaimana Permenpan no. 16 tahun 2014 yaitu: (1) Persyaratan; (2) Prosedur; (3) Waktu Pelayanan; (4) Biaya/Tarif; (5) Produk Spesifikasi jenis Pelayanan; (6) Kompetensi Pelaksana; (7) Perilaku pelaksana; (8) Maklumat Pelayanan; (9) Penanganan pengaduan, saran dan masukan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan mengenai seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan untuk (1) Peningkatan sumber daya guru agama; (2) Peningkatan dan pengembangan sumber daya pengawas Pendidikan agama; (3) penyediaan Sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pendidikan agama di sekolah Umum; (4) pelaksanaan proses belajar mengajar Pendidikan agama di sekolah umum; (5) Peningkatan professional dan kualitas guru melalui sertifikasi guru Pendidikan agama di sekolah umum; (6) pengembangan Kurikulum pendidikan Agama di sekolah umum.

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan (Kota Makassar), Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian kuantitaif deskriptif ini menggunakan pendekatan survei. Penentuan sampel di tingkat satuan pendidikan dilakukan dengan teknik sensus, mengambil semua SMAN dan SMKN di pada lokasi penelitian, pemilihan responden pun dilakukan dengan cara yang sama, populasi sasaran (target population) adalah segenap kepala sekolah serta pendidik yang mengampuh mata pelajaran agama di satuan pendidikan menengah. Sedangkan pemilihan responden di tingkat peserta didik, menggunakan teknik keterwakilan berdasarkan agama secara acak.

 

TEMUAN PENELITIAN

Beberapa temuan penelitian ini adalah:

Nilai Indeks kepuasan secara keseluruhan terkait pelayanan pendidikan agama pada SMAN/SMKN Se Sulawesi 63.03 dengan kategori Puas. Masing-masing lokasi diantaranya Sulsel (58.35 kategori cukup puas). Sulut (71,61 Kategori puas), Sulteng (68,63 kategori puas), Sultra (63,83 kategori puas), dan Sulbar (52,84 kategori cukup puas). Penilaian ini mngindikasikan bahwa pelayanan Kementerian Agama tentang pendidikan agama masih dianggap baik oleh sekolah-sekolah menengah, secara umum keenam unit yang diresponi adalah:

  • Pendidikan agama yang berhubungan dengan sumber daya guru agama di sekolah nilainya 2.53 atau nilai indeks kepuasaan perunit layanan sebesar 63,40, dari angka tersebut menunjukkan bahwa indeks kepuasan masyarakat pendidikan agama yang menyangkut pada persoalan guru agama terkategori Puas. Masalah yang urgen pada tenaga pendidik adalah rekruitmen. Ketersediaan sumber daya guru agama pada lokasi penelitian dewasa ini sangat terbatas jumlahnya, seperti guru agama Islam pada sekolah sangat dirasakan. Keterbatasan sumber daya tenaga pendidik ini menuntut sekolah-sekolah untuk melakukan pengangkatan tenaga pendidik pendidikan agama pada semua agama atau paling tidak melakukan pengangkatan pada tenaga-tenaga pendidik honorer yang telah ada.
  • Pendidikan agama yang beruhungan dengan pengawas guru agama mendapatkan nilai rata-rata 2,35 atau jika diconversi nilainya pada IKM perunit layanan sebesar 58.87 atau masuk dalam kategori cukup puas. Kehadiran pengawas di sekolah-sekolah binaan menjadi penting sebagai bagian tugas kepengawasan. Pembinaan dan layanan yang diberikan kepada guru agama menuntut pengawas memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Antara pengawas dan guru agama pada sekolah-sekolah tentunya memerlukan kerjasama yang lebih intens dalam rangka peningkatan mutu pendidikan agama. Keterbatasan jumlah pengawas agama pada Kementerian Agama merupakan salah satu kendala yang sangat urgen mengingkat banyaknya jumlah sekolah tingkat menengah yang ada. Belum lagi bila pengawas agama didasarkan pada masing-masing pendidikan agama misalnya pengawas pendidikan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan pendidikan agama Konghucu.
  • Pendidikan agama yang berhubungan dengan penyelenggaraan sertifikasi bagi guru agama mendapatkan nilai 2,57 berarti kepuasan masyarakat sekolah 64.40 terkategori puas. Sertifikasi guru agama pada sekolah-sekolah dengan indeks kepuasan yang cukup ini menunjukkan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh guru agama terkait prosedur pengajuan sertifikasi, kelengkapan administrasi, sampai kepada pencairan dana sertifikasi bagi guru PNS maupun Non PNS sejauh ini tidak menemukan kendala. Kelancaran akan proses sertifikasi guru agama berjalan berdasarkan ketentuan dan peraturan yang telah di tetapkan oleh Kementerian Agama sebagai pihak yang berwewenang membina terkait pendidikan agama.
  • Pendidikan agama yang berhubungan dengan sarana dan prasarana nilai rata-rata sebesar 2.42 atau 60.84 yang terkategori cukup puas. Keterbatasan pada pembiayaan sarana dan pasarana merupakan kendala yang paling mendasar yang dihadapi oleh responden. Dan pembiyaan merupakan item yang sangat rendah dan hampir semua sekolah tidak memiliki pembiayaan yang berkaitan operasionalisasi. Kebutuhan-kebutuhan yang mendesak bagi kelancaran proses pembelajaran menjadi lebih sulit karena hal ini tidak didukung dengan keterediaan pembiayaan. Ketersediaan fasilitas berupa pengaduan dan saran sebagai media, ini juga belum tersedia sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi bagi perbaikan pendidikan agama secara umum.
  • Pendidikan agama yang berhubungan dengan proses belajar mengajar pendidikan agama di sekolah, nilainya 2.53 atau 63.39 dalam kategori puas. Kategori puas ini tentunya memerlukan tindakan yang khususnya oleh responden guru untuk melakukan perbaikan dalam meningkatkan kompetensinya untuk lebih baik lagi, sehingga apa yang diharapkan oleh masyarakat sekolah khususnya peserta didik dapat terpenuhi. Keaktifan guru dalam berbagai wadah misalnya MGMP menjadi penting demikian juga keikutsertaan dalam kediklatan, workshop dan seminar-seminar yang belum menunjukkan intensitas yang memadai. Masalah yang menggelayuti pengelolaan guru agama, semakin besar dengan minimnya penguatan kapasitas serta kompetensi mereka, yang sejatinya ditunaikan. Tak ayal, jika persoalan ini cukup mengemuka. Pada aspek proses belajar mengajar item ketersediaan media pengaduan dan saran terkategori cukup puas. Hal ini mengindikasikan bahwa sarana ini belum maksimal tersedia oleh pihak terkait. Saran dan masukan bagi peningkatan terkait proses belajar mengajar pendidikan agama di sekolah sangat penting untuk ditindak lanjuti dan hal ini tentunya akan mengarah pada perbaikan dan peningkatan pembelajaran pendidikan agama.
  • Kurikulum pendidikan agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan angka rata-rata 2.57 atau 64.04 yang terkategori puas. Hal ini menunjukkan bahwa unsur layanan pada aspek penggunaan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah telah diikuti dan. Ketentuan penggunaan kurikulum K 13 oleh sebagian guru agama masih dianggap belum menunjukkan maksimalisasi. Di samping kurikulum, kompetensi guru agama juga harus dipertimbangkan terutama dalam upaya-upaya peningkatan kompetensi guru. Nilai IKM yang sedikit lebih rendah ditunjukan pada aspek spesikifikasi layanan dan pembiayaan. Aspek pembiayaan menjadi salah satu kendala dalam operasional yang oleh guru agama dirasakan kurang maksimal. Hal ini disebabkan tidak adanya anggaran yang tersedia berkaitan operasionalisasi pembelajaran agama.

REKOMENDASI:

  1. Untuk memberikan layanan pendidikan agama yang lebih baik maka perlu dilakukan pendataan dan pengangkatan guru-guru agama sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah, termasuk mem-PNS-kan guru honorer yang telah mengabdi sebelumnya.
  2. Perlunya dilakukan secara berkala kegiatan peningkatan kapasitas guru agama, melalui pendidikan dan pelatihan serta bimbingan teknis yang menunjang tupoksi guru agama
  3. Kepengawasan guru agama di sekolah umum harus lebih ditingkatkan, termasuk intensitas kunjungan kesekolah dan mensosialisasikan peraturan yang terbaru tentang pendidikan agama di sekolah umum, juga kecepatan menanggapi masukan dan saran dari pihak sekolah. Peningkatan kompetensi pengawas dalam kegiatan kediklatan juga menjadi penting untuk ditindaklanjuti.
  4. Penyelenggaraan sertifikasi bagi guru agama sudah baik, hanya yang perlu diperhatikan oleh Kementerian Agama adalah menyertifikasi beberapa beberapa guru yang belum disertifikasi, sementara masa tugas sebagai guru sudah memenuhi syarat untuk disertifikasi, termasuk pengangkatan guru agama oleh pemerintah daerah setempat.
  5. Pihak Kementerian Agama perlu mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan agama disekolah umum, termasuk pengadaan buku-buku pegangan bagi agama dan sarana peribadatan di sekolah.
  6. Perlunya peningkatan koordinasi kemitraan antara Kemenag dengan Kemendikbud pada masing-masing provinsi, khususnya adminitrasi pelayanan pendidikan agama di sekolah.
  7. Pembiayaan pengembangan kegiatan keagamaan di sekolah menengah harus dianggarkan oleh Kemenag secara terprogram.

 

...

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia