PERAN ORANG ARAB DALAM PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Makassar

Diunduh: 44x

Dilihat 404x

Editor: blamakassar

Abstrak:

...

Lampiran Tidak Tersedia

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN

 

PERAN ORANG ARAB DALAM PENDIDIKAN KEAGAMAAN

DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

 

Balai Litbang Agama Makassar

Bidang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi

Tahun 2017

 

A.    Pendahuluan

Dari perspektif sejarah, masuknya orang Arab di Nusantara tak lepas dari penyebaran Islam. Dalam sebuah teori menyebutkan bahwa penyebaran agama Islam bermula dari Tanah Jazirah Arab menuju Gujarat, lalu masuk ke semenanjung Melayu hingga akhirnya menyebar ke seluruh Nusantara yang disebarkan oleh dai dan pedagang Arab. Teori ini dikemukakan oleh Moquette dengan mengamati beberapa nisan di Sumatera serta nisan Maulana Malik Ibrahim yang menyerupai nisan di Cambay Gujarat. Kedatangan mereka kemudian diikuti oleh orang Arab lainnya yang kebanyakan merupakan keturunan Nabi Muhammad saw., yang dikenal dengan sebutan Alawiyyin. Biasanya mereka mengunakan gelar sayid atau syarif. Teori lain yang berbeda yang dikenal dengan teori Arab yaitu bahwa Islam langsung dibawa oleh bangsa Arab. Teori ini didasarkan pada beberapa historigrafi lokal tentang Islamisasi seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Merong Mahawangsa dan lain sebagainya. Terlepas dari pperbedaan teori tentang masuknya Islam di Nusantara, satu hal yang pasti adalah peran penting dai-da’i dari Arab sebagai instrumen penting dalam proses islamisasi di Nusantara. Setelah melewati perjalanan sejarah, populasi orang Arab di Nusantara semakin meningkat. Ini terjadi karena adaya proses kawin mawin antara orang Arab dengan penduduk lokal. Pada masa awal perjuangan kemerdekaan Indonesia, peran orang Arab semakin nyata di Nusantara dengan terlibatnya mereka pengembangan pendidikan dan politik. Pada tahun 1903 ditandai sebagai tahun berdirinya organisasi Jamiat Khair. Langkah lebih maju ditempuh oleh AR. Baswedan bersama tokoh Arab lainnya dengan mendirikan Partai Arab Indonesia. dengan ‘Sumpah Pemuda Keturunan Arab’, yaitu: 1) Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia, 2) Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri). 3) Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indonesia. Dalam perjalanan waktu, komunitas Arab yang ada di Indonesia kini sudah menjadi bagian terintegrasi dengan ras-ras yang lain di Nusantara. Walaupun dari perspektif kebudayaan, mereka masih mempertahankan beberapa kebiasaan. Hanya saja, dengan menguapnya isu-isu ras belakangan ini. Membaca posisi Arab dalam konteks keindonesiaan sangat penting terlebih dalam konteks pengembangan pendidikan keagamaan.

Penelitian ini dilakukan di lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia meliputi: Sulawesi Selatan (Wardiah Hamid), Sulawesi Barat (Idham), Gorontalo (La Mansi), Sulawesi Utara (Suaib Prawono) dan Kalimantan Timur (Syarifuddin). Penelitian ini mengoperasionalkan metode kualitatif deskriptif dalam rangka mendeskripsikn seputar orang Arab serta perannya dalam pengembangan pendidikan Keagamaan di Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi dalam pengumpulan data dengan mengeksplorasi sebanyak mungkin data dari narasumber yang terkait Disamping itu, untuk memperkuat analasis dan landasan teori digunakan teknik studi kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini.

 

B.     Temuan Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan:

1.      Secara umum, awal kedatangan orang Arab di lokasi penelitian yaitu membawa misi dakwah menyebarkan ajaran Islam. Mereka kemudian diikuti orang Arab lainnya. Banyak diantara mereka adalah keturunan Nabi Muhammad saw., yang dikenal dengan sayid, habib dan syarif. Mereka kemudian kawin mawin dengan penduduk lokal dan tetap hidup berdampingan dalam berbagai profesi yang ditekuni, seperti: Ulama, Politisi, Pengusaha dan lain sebagainya.

2.      Dalam perkembangannya, saat ini Orang Arab terlibat aktif ikut mencerdaskan anak bangsa Indonesia dalam bidang keagamaan dengan mendirikan lembaga keagamaan formal seperti pondok pesantren dan majlis ilmu lainnya. Di Samarinda,  generasi muda habaib membina pesantren seperti Sayid Hawib Hamzah (Pesantren Yasin Arsi), Habib Hasan al-Muhdar (Pesantren al-Tanwir) dan Habib Taufiq Ba’abud (Pesantren Darul Ulum Waddakwah al-Hasaniyyah). Disamping itu, mereka juga mendirikan Majlis Taklim yang diikuti ratusan hingga ribuan jama’ah seperti: Habib Hasyim bin Syekh Abu Bakar (Majleis Nur Huda dan Majelis Rasulullah Samarinda), Habib Muhammad Muhdar al-‘Attas (Majlis Darus Safa) dan Sayid Hawib Hamzah (Majlis al-Fath dan Majlis Dar Sahl). Peran yang sama juga terjadi di  beberapa daerah di Sulawesi Selatan seperti di Makassar bisa dilihat pada Yayasan JIWA (Jamiyyah Ittihad Walmuawanah) yang membentuk lembaga formal SMP dan SMA Al Ittihad dan majelis taklim. Di Maros ada tarekat Khalwatiyah Yusuf  oleh marga Assegaf. Di Pinrang, Sayid Hasan bin Alwi bin Sahl merintis Pesantren Darul Habib disamping ia juga membina Pesantren Nur Fadhilah di Kabupaten Gowa. Di Polewali Mandar Sulawesi Barat, peran orang Arab bisa dilihat dalam pendirian Masjid Pambusuang, Pesantren Nuhiyah Pambusuang, Masjid Raya Campalagian, Perguruan Islam (Pergis) Campalagian, dan Pesantren Syekh Hasan Yamani Campalagian. Di Kota Gorontalo, peran ini terwujud dalam bemtuk Pesantren Al-Huda serta beberapa majlis taklim seperti: Majelis Taklim Masjid Al-Huda, Majelis Taklim Masjid Annur, Majelis Taklim Wanita Islam Al-Hudah (WIH) dan Majelis Taklim Wanita Islam Al-Khairat (WIA). Di Manado Sulawesi Utara, peran ini bisa dilihat pada keberadaan organisasi Al Khairat yang membina lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah. Disamping itu juga, adanya Ma’had Tahfiz Al Masyhur semakin menegaskan peran tersebut.

3.    Secara umum, materi ajar lembaga pendidikan keagamaan orang Arab sangat kental dengan konten nuansa damai jauh dari faham radikal dengan mengacu pada kajian kitab kuning muktabarah seperti: Amtsilah al-Tasrifiyyah, Muqaddimah fi Ilmi Nahwi, Madarij al-Durus al-‘Arabiyyah, Matn dan Syarh Ajrumiyyah, Syarh Nazhm ‘Imriti’, al-I’rab li al-Muassis, dan al-Arabiyyah li al-Nasyiin di bidang Bahasa Arab, Kitab al-‘Aqaid al-Diniyah karya Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf Al-‘Alawi Al-Husaini Al-Syafi’i Al-Asy’ari,  al-‘Aqidah al-Islamiyyah, Jawahir al-Kalamiyyah karya Syekh Thahir al-Jazairy dan Syarah Jawhar al-Tauhid karya Syekh Ibrahim al-Laqqani di bidang akidah, Kitab al-Mabadi al-Fiqhiyyah, Matn al-Taqrib, Fathu al-Qarib Syarh Matn al-Taqrib, al-Yaqut al-Nafis, Anwaru al-Masalik, Kifayatu al-Akhyar di bidan Fikih, serta beberapa kitab lainnya. Nuansa berbeda dilakukan oleh orang Arab di Maros Sulawasi Selatan dengan mengembankkan pendidikan keagamaan dalam wujud Tarikat Khalwatiah Yusuf. Beberapa kitab yang bernuansa tasawuf mereka ajarkan seperti: Ihya Ulumuddin, Tanwirul Qulub, Jamiul Usul fi Auliya, Awaliful Ma’arid, Al Insanul Kamil (Manusia Sempurna serta manuskrip para khalifah yang diwarisi secara turun temurun.    

 

C.    Rekomendasi

Akhirnya penelitian ini melahirkan beberapa rekomendasi sebagai acuan rencana tindak lanjut dari penelitian ini, yaitu:

1.    Penguatan peran Rabihitah Alawiyyah sebagai organisasi yang menaungi para habaib dalam mengorganisir kegiatan mereka khususnya dalam kegiatan di bidang pendidikan dan dakwah. Bagi  daerah yang belum memiliki organisasi, perlu kiranya dibentuk wadah organisasi yang menaungi orang Arab.

2.    Dukungan Kementerian Agama dengan memberikan edukasi kepada lembaga Pesantren Salafiyah yang dikelola orang Arab berkaitan dengan regulasi terkait lembaga pendidikan keagamaan seperti Madrasah Diniyah Formal yang baru diakui oleh pemerintah.

3.    Lembaga pendidikan keagamaan yang didirikan oleh orang Arab sangat menyentuh kalangan ekonomi menengah ke bawah. Untuk itu, perlu kiranya perhatian dari Kementerian Agama guna lebih berkembangnya lembaga-lembaga yang mereka kelola. Bantuan tersebut,  khususnya dalam hal kesejahteraan tenaga pengajar di lembaga pendidikan tersebut.

4.    Perlunya perhatian pemerintah (Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Pemerintah Daerah setempat), untuk secara bersama-sama mengalokasikan anggaran penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan keagamaan di wilayah tersebut.

5.     Perlunya untuk melakukan penelitian khusus terkait kendala pendidikan keagamaan yang dihadapi oleh warga keturunan orang Arab. Penelitian lanjutan ini, bertujuan untuk mengetahui lebih jauh atau secara mendetail persoalan pendidikan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan keagamaan orang-orang Arab, sehingga upaya penyelesaiannya pun tepat sasaran.

 

...

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia