EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN ULAMA SULAWESI SELATAN ABAD KE-20
Bidang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi PENDAHULUAN Dinamika keagamaan pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1926 terjadi pergolakan di tanah Mekah. Saat itu terjadi pengambil alihan kekuasaan pemerintahan Raja Syarif Husain di Mekah oleh Sultan Abdul Azis bin Ibnu Saud dari negeri Arab Tengah yang sekarang dikenal dengan Pemerintaahan Arab Saudi atau pemerintahan Wahabi, akibat pengambil-alihan kekuasaan tersebut terdapat banyak ulama besar dari kelompok ahlul bait yang ditangkap dan dipenjarakan karena dianggap tidak mau tunduk kepada pemerintahan Wahabi. Akibat dari insident tersebut sejumlah ulama dari golongan ahlul bait yang berhaluan ahli sunnah waljamaah melarikan diri meninggalkan tanah haram Mekah. Mereka menyebar ke penjuru dunia, termasuk ke Nusantara dan pulau Sulawesi Selatan, di antara ulama tersebut yaitu Sayid Syekh Umar Al Yamani yang berkiprah di Parepare, Assayyid Syekh Muhammad Al Akhdal yang mengajar di Pinrang dan Mandar, Sayyid Syekh Mahmud Al Jawab Al Madani. Selain ulama berkebangsaan Arab terdapat pula sejumlah ulama turunan Bugis-Makassar kembali ke tanah air. Ulama-ulama inilah yang mempunyai peranan besar dalam mengembangkan pengajaran pendidikan Islam baik secara formal maupun nonformal. Ulama diposisikan sebagai pewaris para nabi dimuka bumi dalam penelitian ini membatasi pengertian ulama. Ulama yang dimaksud adalah mempunyai ilmu pengetahuan agama yang luas, mendapat pengakuan dari masyarakat (pengakuan tersebut didasarkan pada akhlak yang lebih mulia dan aktivitas sosial mereka dalam mejalankan amar maruf nahi munkar di ruang publik), dapat membaca kitab kuning, dapat mentrasmisikan ilmunya (mempunyai jamaah/pengikut). Fokus permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana jaringan keilmuan ulama Sulawesi Selatan abad ke-20 terbentuk? Apa peran-peran ulama Sulawesi Selatan dalam pembentukan jaringan tersebut? dan apa dampak lebih jauh yang dihadirkan dari jaringan ulama tersebut?. Tujuan penelitian ini untuk melakukan rekonstruksi jaringan ulama Nusantara khususnya ulama Sulawesi Selatan dan Islam Timur Tengah pada abad ke-20. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan cara menyusun jaringan geneologi ulama Sulawesi Selatan pada abad ke-20, serta mendeskripsikan secara singkat berbagai hal berkaitan dengan sejarah kehidupan ulama yang berkaitan dengan fokus penelitian. Lokus penelitian di Provinsi Sulawesi Selatan di beberapa kabupaten yaitu kabupaten Wajo, Soppeng, Parepare, Barru, Bone, Sinjai, Sidrap, Pinrang, Bulukumba, dan Bantaeng. TEMUAN Hasil penelitian ini menemukan bahwa pembentukan jaringan keilmuan ulama Sulawesi Selatan abad ke-20 telah melalui perjalanan panjang. Bermula dari perjalanan menuntut ilmu agama ke Mekah dan Madinah. Selain menuntut ilmu tujuan utama perjalanannnya untuk menunaikan ibadah haji hingga menetap di Mekah. Mencari pencerahan intelektual melalui proses pembelajaran para ulama yang sejak awal sudah memiliki reputasi dalam kajian Islam. Mereka yang ke Haramayn, Hadramaut atau negeri-negeri lain di Timur Tengah yang sudah memiliki tradisi kuat dalam studi Islam, mereka memperpanjang masa mukim untuk berguru pada sejumlah ulama sohor yang berbeda. Ketika ilmu yang diperoleh sudah dipandang cukup dan mampu dijabarkan dalam kerangka syiar, dengan otoritas keagamaan yang dimiliki sebagai seorang guru, maka fase selanjutnya adalah menyampaikan ilmu tersebut kepada umat lainnya atau komunitas di kampung halamannya. Generasi dengan spirit baru ini, membangun afiliasi dengan elite-elite lokal menjelma menjadi guru atau gurutta dan dengan pengakuan komunitas pengikutnya menjadi ulama atau dalam level yang lebih tinggi dikenal sebagai anregurutta (mahaguru), tampil sebagai primer mover gerakan kebangkitan tradisi intelektual Islam. Membawa ilmu, gagasan bahkan metode yang dipandang baru pada zamanya, melalui pengajian, halaqah, di rumah, masjid atau di pelosok-pelosok yang jauh dari gempita kehidupan kekotaan. Pembentukan jaringan ini sebenarnya telah lama terjadi, namun dari data tertulis dapat terlacak bahwa pada 1825 terdapat seorang ulama Sulawesi Selatan yang juga berprofesi sebagai saudagar, yakni Syeikh Umar Bugis yang pada masa kolonial awal (abad ke-19) memiliki kapal yang sering digunakan untuk mengangkut jemaah calon haji dari Nusantara ke Haramayn. Beberapa jamaah asal Bone yang pernah menggunakan jasa angkutan milikinya antara lain (Syeikh) Ahmad (ke Mekah bersama [KH] Adam pada 1825), (KH) Syafiyanah (ke Mekah bersama [KH] Abdul Wahid tahun 1855), (KH) Muhammad Yusuf (mukim di Mekah selama 7 tahun, 1860-1867), dan (KH) Sulaiman bin Abdul Rasyid (belajar di Mekah selama 6 tahun, 1881- 1887). Menarik untuk dilacak tentang sosok Syeikh Abdurrahman Bugis dan putranya Syeikh Husain Bugis, Syeikh Abdul Rasyid Bugis dan putranya Syeikh Muhammad Asad Bugis. Syeikh Husain Bugis berangkat ke Mekah dalam usia yang relatif muda, mengikuti jejak ayahnya yang sudah lebih awal datang dan tinggal di sana selama 20 tahun. Dua ulama besar ini (Syeikh Abdurrahman Bugis, dan Syeikh Abdul Rasyid Bugis), bermukim dan menjadi guru bagi para pendatang dari Sulawesi Selatan dan daerah-daerah lainnya di Nusantara. Mereka memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga ulama dari Bone dan Wajo. Istri Syeikh Abdul Rasyid Bugis adalah putri dari Syeikh Abdurrahman Bugis yang bernama Al-Hajjah Shalihah binti Abdur Rahman Guru Teru al-Bugisy. Orang-orang Bugis yang berdomisili di Mekah ini membentuk perkampungan tersendiri di dekat lembah tempat berdirinya Madrasatul Falah di Mekah. Mereka mempunyai peran yang luar biasa dalam pembentukan jaringan intektual keislaman. Secara spesifik peran-peran ulama yang dimainkan dalam pembentukan jaringan keilmuan dan sikap keberagamaan sangat tampak. Ulama-ulama alumni Mekah yang telah belajar pada banyak guru setelah kembali ke Nusantara, mereproduksi tradisi belajar yang telah di kembangkan di Haramayn, bahkan di Sulawesi Selatan. Model pengajaran mangaji tudang (halaqah) dan madrasah didirikan dibeberapa tempat sebagai bentuk inspirasi dari Haramayn. Sejumlah ulama abad ke-21 mendirikan halaqalah sebagai bentuk transmisi/transfer ilmu seperti yang dilakukan oleh Abd. Rahim Puang Walli Cella Panrita menginisiasi pusat pengajian di Salemo, Sy. Husain Bugis (Bone); [KH] Puang Maddapungang; [KH] Ambo Emme yang mendirikan halaqalah di Sengkang; [KH] Abd. Rasyid bin Puang Walli; [KH] Malik Parojai/Malik Pompanua; [KH] Ahmad Bone; [KH] Muh.Ramly di Bone, Palopo, dan Makassar; [KH] Syamsuri Bajoe; [KH] Rafii Sulaiman di Bone. Disamping mendirikan halaqalah mendirikan pula madrasah seperti [KH] Muh.Asad mendirikan MAI, [KH] Muh.Tahir mendirikan madrsah Muallimin Sinjai; [KH] Jabar Asyry mendirikan PP Darul Arqam Gombara; [KH] Djunaiid Sulaiman mendirikan Darul Huffaz Al-Junaidiyah; [KH] Abd. Hamid Karim MAD. Menengah Pertama Ma'rif di Sampole. Namun peran [KH] Muh. Asad sangat besar dalam membentuk jaringan madsarah dan pondok pesantren di Sulawesi Selatan, sejumlah santri luaran MAI mendirikan institusi pendidikan agama Islam formal, seperti [KH] Ambo Dalle mendirikan MAI/DDI Mangkoso; [KH] Abduh Pabbaja mendirikan MAI Allakkuang, DDI Manahiul Kaballangan Pinrang, DDI/Al-Furqan Parepare, dan DDI Ujung Lare; [KH] Daud Ismail mendirikan Madrasah Muallimin dan PP Yasrib di Soppeng; [KH] Abdul Kadir Khalid mendirikan MDIA Bontoala; [KH] Abd. Muin Yusuf mendirikan YMPI (Yayasan Mad. Pendidikan Islam) dan PP. Urwatul Utsqa Benteng Baranti; [KH] Lanre Said medirikan PP. Darul Huffadh Tuju-Tuju Kajuara Bone; [KH] Marzuki Hasan mendirikan Darul Istiqamah Maccopa. Terdapat pula ulama berkebangsaan Arab yang berperan aktif dalam pengembangan pengajaran keislaman yaitu Sy. Alwi Assagaf, Sy. Muhammad Al-Zainuddin, Sy. Abdullah Dahlan Garut sebagai guru dan mengajar di MAI, Sy. Afifi/Puang Massere mengembangkan Hafizul Quran, Sy. Abdul Aziz Asysyime Mad. Amriyah Islamiyah Bone, Sy. Abdul Hamid Al-Misry, Sy. Mahmud Al-Jawad Al-Madany, Abd. Wahab Tomassere, Sy. Abdurahman Firdaus di Jampue dan Parepare, Sy. Muhammad Al-Jadawi di Bajoe; Sy. Jamal Usman Padaelo, Sy. Ali Kudus di Pinrang; Sy. Abdullah Barki, Sy. Khaedar Musa-Jampue, dan Sy. Ali Matar mendirikan Mad. Anur Rafiq. REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian ini, merekomendasikan: 1. Lembaga dan daerah yang menjadi pusat kajian Islam dan kaderisasi ulama perlu dipertahankan dan dikembangkan. Pengembangan terkait pemberdayaan ulama, penguatan kelembagaan dari segi ekonomi, pengembangan wawasan pengelola, dan kerjasama atar lembaga pendidikan. 2. Ulama perlu difasilitasi untuk membina umat di daerahnya dan mengembangkan wawasan serta pengalaman melalui kunjungan ke daearah lain. 3. Ulama yang telah menyelesaikan studi perlu diberi apresiasi oleh pemerintah dan umat. Sumber dana umat, zakat dan wakaf, perlu dialokasikan untuk menunjang kehidupan ulama dalam melaksanakan tugas pengabdian membina umat. Organisasi Islam dan umat perlu memperhatikan kesejahatreaan hidup ulama dalam bentuk penyediaan imbalan jasa membina umat. 4. Kemandirian alumni lembaga pendidikan keagamaan perlu dikembangkan terus menerus. Profesi sebagai pedagang dan ulama yang dilakasanakan oleh sejumlah ulama dan penyiar agaman pada masa lalu agaknya tidak mudah dikembangkan pada waktu sekarang. Oleh karenanya, calon ulama perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan khusus sesuai dengan kondisi zaman. Pada masa sekarang profesionalisme diterapkan secara ketat pada banyak bidang kehidupan, seperti guru, tenaga medis, juru penerang keluarga berencana, dsb. Dalam kaitan ini, ulama dengan profesinya sebagai penyiar agama dan pembimbing umat perlu diberi prioritas sebagai penyuluh agama mitra pemerintah, petugas pembimbing di bidang pernikahan dan pembinaan keluarga. 5. Peran ulama Sulawesi Selatan dalam menjalankan dakwah di luar Sulawesi Selatan perlu ditelusuri lebih lanjut dan tempat sumber jaringan tersebut (penelitian pada pusat-pusat perguruan yaitu Mkeah dan Madina). Persoalan wilayah kerja Balai Litbang dapat diatasi dengan koordinasi dengan Balai Litbang di daerah lain dan Puslitbang terkait. 6. Penelitian serupa perlu dilakukan karena telah lama menjadi perhatian sebagian besar akademisi, serta dapat pula mengebangkan tema sentral dalam penelitian Orang Bugis di Haramain pada masa lalu, potret memorian Ulama Sulawesi Selatan in pictures, dan penelitian biorafi ulama awal Abad ke-20 secara detail sebagai data yang sangat penting untuk melacak akar dan corak keislaman di Nusantara. 7. Perlu penulisan biografi ulama secara ringkas untuk konsumsi murid SD/MI,SMP/MTs, bertujuan untuk memperkenalkan kepada murid-murid mengenai perjuangan dan jasa ulama dalam membina umat, hal ini memberi ruang inspirasi dan motivasi kepada mereka untuk menjadi ulama.
...