Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota: Drs. H. Achmad Sidiq, M.S.I.Drs. Bisri RuchaniMustolehudinSamidiSubkhan Ridlo
Publisher: BLA-Semarang
Diunduh: 43x
Dilihat 390x
Editor: blasemarang
Abstrak:
1.1.LatarBelakang
Buku pegangan keagamaan pada Madrasah Aliyah (MA) sesuai kurikulum 2013 (K13) merupakan media pembelajaran yang relatif baru (baru 1 Tahun diberlakukan). Selain itu, kementerian Agama perlu mengevaluasi buku tersebut agar perbaikan buku tersebut dapat diarahkan ke konteks keterbacaannya oleh siswadalam proses pembelajarannya. Evaluasi guru merupakan pilihan yang relevan dalam konteks bahwa ia bersentuhan secara intensif dengan siswa terkait keterbacaan buku tersebut.
Kebutuhan evaluasi keterbacaan buku PAI MA kurikulum 2013 terbitan Kementerian Agama RI yang berbasis pada struktur isi buku itu sendiri merupakan kebutuhan yang obyektif. Teun A. van Dijk menguatkan kebutuhan teoritik tersebut dengan konsepnya bahwa isi buku atau teks yang inheren di dalamnya konteks sosiokognitifnya harus dikontrol oleh inti sari buku. Artinya, secara struktur atau sistem isi buku, judul bab yang juga merupakan tema inti atau intisari isi merupakan kontrol atau acuan bagi isi atau penjelasannya yang beradaptasi dengan pembacanya.(Dijk 2006; 2002, 74-75)
Dalam konteks ini, indeks keterbacaan buku merupakan tema yang relevan untuk melihat kategori indeks yang dicapai oleh buku yang dikaji sehingga tindak lanjut evaluasi keterbacaan buku dapat dikaitkan dengan hasil indeksnya dan analisisnya. Namun demikian, angka indeks tersebut perlu dikaitkan pula dengan komentar guru terkait evaluasinya agar hal-hal prinsip yang perlu dievaluasi dapat segera ditindaklanjuti pada penerbitan selanjutnya.
Secara teoritis, kajian tersebut selaras dengan metode analisis isi yang dapat berbentuk kajian evaluasi dari pihak yang berkompeten dan kajian indeks keterbacaan. Evaluasi dikaitkan dengan struktur buku sebagai tema-tema acuan evaluasi isi sedangkan indeks berkaitan dengan penandaan dan perbandingan angka (Krippendorf 1993, 45-57)yang menandairasio rata-rata nilai keterbacaan bagian/keseluruhan buku yang dikaji terhadap total sub bagian/bagian dari keseluruhan yang dikaji.
Kajian keterbacaan buku ini tidak seperti konsep indeks atau tolok ukur keterbacaan dalam analisis isi Flesh (sebagaimana dikutip dalam Krippendorf 1993, 49, 51, 83) yang terkait kemampuan membaca di mana buku siswa dipahami indeks keterbacaannya dengan perspektif siswa sebagai pembaca, misalnya dengan mengkategorikan indeks keterbacaanberdasarkan unit sintaksis tulisan siswa terkait pemahaman atas buku PAI yang dibaca, akan tetapi keterbacaan di sini didasarkan pada evaluasi guru PAI sebagai pengkode yang relevan secara sosiocognitive untuk menilai kualitas keterbacaan buku dengan cara menentukan 1 (satu) dari 5(lima) skala linkert untuk setiap item sub variabelnya. Variabel untuk menentukan kualitas keterbacaan tersebut adalah variabel kesesuaian antara materi inti yaitu tema bab dengan isi materi setiap sub bab. Berdasarkan kajian model konteks van Dijk (Dijk 2002, 74-75), kesesuaian atau kepaduan inti sari dan isi teks seperti ini dirumuskan dalam konteks keterbacaan buku.
Variabel tunggal yang terdiri atas relasi dua kategori tersebut dideskripsikan dengan menjelaskan selisih antara indeks harapan yang diambil dari nilai tertinggi dalam skala yang digunakan dengan indeks riil yang diperoleh dari data hasil evaluasi responden. Selanjutnya kedua variabel Indeksini dianalisis relasinya untuk menghasilkan kategori tinggi rendahnya indeks dan positif atau negatifnya hubungan keduanya, yaitu apakah naik turunnya indeks harapan pada umumnya diikuti oleh naik turunnya indeks riil. Pemahaman bahwa mudah dibacanya buku atau keterbacaan buku diperoleh dari indeks riil meniscayakan adanya relasi antara indeks riil dengan parameter harapannya. Hal ini memang tidak mutlak, karena relasi tersebut juga dapat dikaitkan dengan indeks skala di bawahnya atau yang paling bawah. Namun demikian, dalam konteks evaluasi yang tindak lanjutnya diarahkan ke indeks harapan, maka skala dengan nilai tertinggi merupakan variabel acuan hubungan simetris yang relevan.
Secara makna etimologis keislaman,yang menggunakan acuan ayat al-Qur’an, keterbacaan buku keagamaan tersebut tidak sekedar terkait dengan makna membaca sekedarnya yaitu mengikuti kalimat dengan melihat atau berdasarkan hafalan dan dengan cara mengucapkan atau diam, akan tetapi terkait pula dengan makna mengumpulkan huruf, kata dan kalimat yang kemudian menjadi kumpulan tema-tema yang satu sama lain dapat membentukteksatau kumpulan kalimat yang dapat dipahami secara utuh.(Umar 2008, 1789). Terkait dengan kajian teks,keterbacaan teks keagamaan, dengan demikian, tidak hanya melihat teks dengan standar keterbacaan sekedarnya, tetapi memerlukan karakteristik keterbacaan yang jelas.
Proses induksi data Indeks keterbacaan buku tersebut didasarkan pada nilai evaluasi buku berisi kesesuaian antara tema pada judul bab dengan isi per sub bab yang diinduksikan kepada nilai utuh per bab dan kemudian per buku dan per seluruh jenis buku di MA di Kabupaten yang berada di daerah yang bersangkutan. Dalam konteks ini, bab atau lainnya sebagai organisasi awal memerlukan data dasar berupa rata-rata per item sub bab. Hal ini karena jumlah sub bab representasi isi buku yang dikaji sebagai data dasar per bab tidak sama antara satu dengan yang lainnya, demikian pula antara buku keagamaan yang satu dan lainnya. Secara statistik, indeks yang terkait rata-rata ini semakna dengan konsep indeks metode rata-rata sederhana(Supranto 2008, 248-251) yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Dengan demikian, penerapan metode penentuan indeks dan analisisnya tersebut dapat diproyeksikan dalam konteks bahwa pertama, indeks yang telah ditentukan dapat diperbandingkan dengan indeks yang diharapkan (baik lebih sedikit atau lebih banyak secara angka) agar evaluasi kebijakan kementerian agama sebagai penerbit buku dapat diarahkan ke indeks harapan tersebut. Kedua, sebagai kelanjutannya, indeks yang telah ditentukan dianalisis relasinya dengan indeks yang diharapkan dengan menggunakan analisis hubungan. Menurut J. Supranto, secara statistik, analisis terhadap indeks ini dapat menggunakan koefisien kontingensi/korelasi.(Supranto 2008, 160)
1.1.LatarBelakang
Buku pegangan keagamaan pada Madrasah Aliyah (MA) sesuai kurikulum 2013 (K13) merupakan media pembelajaran yang relatif baru (baru 1 Tahun diberlakukan). Selain itu, kementerian Agama perlu mengevaluasi buku tersebut agar perbaikan buku tersebut dapat diarahkan ke konteks keterbacaannya oleh siswadalam proses pembelajarannya. Evaluasi guru merupakan pilihan yang relevan dalam konteks bahwa ia bersentuhan secara intensif dengan siswa terkait keterbacaan buku tersebut.
Kebutuhan evaluasi keterbacaan buku PAI MA kurikulum 2013 terbitan Kementerian Agama RI yang berbasis pada struktur isi buku itu sendiri merupakan kebutuhan yang obyektif. Teun A. van Dijk menguatkan kebutuhan teoritik tersebut dengan konsepnya bahwa isi buku atau teks yang inheren di dalamnya konteks sosiokognitifnya harus dikontrol oleh inti sari buku. Artinya, secara struktur atau sistem isi buku, judul bab yang juga merupakan tema inti atau intisari isi merupakan kontrol atau acuan bagi isi atau penjelasannya yang beradaptasi dengan pembacanya.(Dijk 2006; 2002, 74-75)
Dalam konteks ini, indeks keterbacaan buku merupakan tema yang relevan untuk melihat kategori indeks yang dicapai oleh buku yang dikaji sehingga tindak lanjut evaluasi keterbacaan buku dapat dikaitkan dengan hasil indeksnya dan analisisnya. Namun demikian, angka indeks tersebut perlu dikaitkan pula dengan komentar guru terkait evaluasinya agar hal-hal prinsip yang perlu dievaluasi dapat segera ditindaklanjuti pada penerbitan selanjutnya.
Secara teoritis, kajian tersebut selaras dengan metode analisis isi yang dapat berbentuk kajian evaluasi dari pihak yang berkompeten dan kajian indeks keterbacaan. Evaluasi dikaitkan dengan struktur buku sebagai tema-tema acuan evaluasi isi sedangkan indeks berkaitan dengan penandaan dan perbandingan angka (Krippendorf 1993, 45-57)yang menandairasio rata-rata nilai keterbacaan bagian/keseluruhan buku yang dikaji terhadap total sub bagian/bagian dari keseluruhan yang dikaji.
Kajian keterbacaan buku ini tidak seperti konsep indeks atau tolok ukur keterbacaan dalam analisis isi Flesh (sebagaimana dikutip dalam Krippendorf 1993, 49, 51, 83) yang terkait kemampuan membaca di mana buku siswa dipahami indeks keterbacaannya dengan perspektif siswa sebagai pembaca, misalnya dengan mengkategorikan indeks keterbacaanberdasarkan unit sintaksis tulisan siswa terkait pemahaman atas buku PAI yang dibaca, akan tetapi keterbacaan di sini didasarkan pada evaluasi guru PAI sebagai pengkode yang relevan secara sosiocognitive untuk menilai kualitas keterbacaan buku dengan cara menentukan 1 (satu) dari 5(lima) skala linkert untuk setiap item sub variabelnya. Variabel untuk menentukan kualitas keterbacaan tersebut adalah variabel kesesuaian antara materi inti yaitu tema bab dengan isi materi setiap sub bab. Berdasarkan kajian model konteks van Dijk (Dijk 2002, 74-75), kesesuaian atau kepaduan inti sari dan isi teks seperti ini dirumuskan dalam konteks keterbacaan buku.
Variabel tunggal yang terdiri atas relasi dua kategori tersebut dideskripsikan dengan menjelaskan selisih antara indeks harapan yang diambil dari nilai tertinggi dalam skala yang digunakan dengan indeks riil yang diperoleh dari data hasil evaluasi responden. Selanjutnya kedua variabel Indeksini dianalisis relasinya untuk menghasilkan kategori tinggi rendahnya indeks dan positif atau negatifnya hubungan keduanya, yaitu apakah naik turunnya indeks harapan pada umumnya diikuti oleh naik turunnya indeks riil. Pemahaman bahwa mudah dibacanya buku atau keterbacaan buku diperoleh dari indeks riil meniscayakan adanya relasi antara indeks riil dengan parameter harapannya. Hal ini memang tidak mutlak, karena relasi tersebut juga dapat dikaitkan dengan indeks skala di bawahnya atau yang paling bawah. Namun demikian, dalam konteks evaluasi yang tindak lanjutnya diarahkan ke indeks harapan, maka skala dengan nilai tertinggi merupakan variabel acuan hubungan simetris yang relevan.
Secara makna etimologis keislaman,yang menggunakan acuan ayat al-Qur’an, keterbacaan buku keagamaan tersebut tidak sekedar terkait dengan makna membaca sekedarnya yaitu mengikuti kalimat dengan melihat atau berdasarkan hafalan dan dengan cara mengucapkan atau diam, akan tetapi terkait pula dengan makna mengumpulkan huruf, kata dan kalimat yang kemudian menjadi kumpulan tema-tema yang satu sama lain dapat membentukteksatau kumpulan kalimat yang dapat dipahami secara utuh.(Umar 2008, 1789). Terkait dengan kajian teks,keterbacaan teks keagamaan, dengan demikian, tidak hanya melihat teks dengan standar keterbacaan sekedarnya, tetapi memerlukan karakteristik keterbacaan yang jelas.
Proses induksi data Indeks keterbacaan buku tersebut didasarkan pada nilai evaluasi buku berisi kesesuaian antara tema pada judul bab dengan isi per sub bab yang diinduksikan kepada nilai utuh per bab dan kemudian per buku dan per seluruh jenis buku di MA di Kabupaten yang berada di daerah yang bersangkutan. Dalam konteks ini, bab atau lainnya sebagai organisasi awal memerlukan data dasar berupa rata-rata per item sub bab. Hal ini karena jumlah sub bab representasi isi buku yang dikaji sebagai data dasar per bab tidak sama antara satu dengan yang lainnya, demikian pula antara buku keagamaan yang satu dan lainnya. Secara statistik, indeks yang terkait rata-rata ini semakna dengan konsep indeks metode rata-rata sederhana(Supranto 2008, 248-251) yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Dengan demikian, penerapan metode penentuan indeks dan analisisnya tersebut dapat diproyeksikan dalam konteks bahwa pertama, indeks yang telah ditentukan dapat diperbandingkan dengan indeks yang diharapkan (baik lebih sedikit atau lebih banyak secara angka) agar evaluasi kebijakan kementerian agama sebagai penerbit buku dapat diarahkan ke indeks harapan tersebut. Kedua, sebagai kelanjutannya, indeks yang telah ditentukan dianalisis relasinya dengan indeks yang diharapkan dengan menggunakan analisis hubungan. Menurut J. Supranto, secara statistik, analisis terhadap indeks ini dapat menggunakan koefisien kontingensi/korelasi.(Supranto 2008, 160)