Ketua Penelitian : Ali Khudrin
Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota: MukhtaruddinDrs. Mulyani Mudis Taruna, M.Pd.Siti Muawanah, S.Pd.I., M.A.Umi Muzayanah, S.Si., M.Pd.Hj. YusriatiHj. Yustiani
Publisher: BLA-Semarang
Diunduh: 56x
Dilihat 381x
Editor: blasemarang
Abstrak:
Pengawas sekolah/madrasah tidak dapat diabaikan keberadaannya dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Pelaksanaan tugas dan fungsi kepengawasan yang berjalan baik akan memberikan andil besar bagi keberhasilan pendidikan baik di sekolah maupun madrasah. Sebagai acuan pelaksanaan tugas pengawas, pemerintah telah menerbitkan beberapa produk hukum, yaitu (1) Permendiknas No. 12 Tahun 2007; (2) Permen PAN RB No. 21 Tahun 2010; (3) Permendikbud No. 143 Tahun 2014; dan (4) PMA No. 2 Tahun 2012 jo PMA No. 31 Tahun 2013 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI.
PMA No. 2 Tahun 2012 mengatur pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang antara pengawas madrasah dengan pengawas pendidikan agama Islam (PAI). Pengawas madrasah bertanggung jawab melakukan pengawasan akademik dan manajerial kepada madrasah, sedang pengawas PAI bertanggung jawab melaksanakan pengawasan PAI di sekolah. Dengan demikian tanggung jawab pengawas madrasah akan lebih berat dibanding pengawas PAI, mengingat selain memberikan pengawasan akaemik kepada guru, peengawas madrasah juga bertanggung jawab memberikan pengawasan manjerial kepada madrasah.
Penyusunan program kepengawasan berkaitan erat dengan kegiatan utama seorang pengawas. Program kepengawasan yang disusun oleh pengawas madrasah harus memuat program pengawasan akademik dan manajerial, program pembinaan guru dan/atau kepala madrasah, program pemantauan pelaksanaan standar nasional pendidikan, program penilaian kinerja guru dan/atau kepala madrasah, dan program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala madrasah. Muatan program kepengawasan menunjukkan adanya peran strategis pengawas terhadap kualitas dan keberhasilan kegiatan pendidikan di madrasah yang menjadi binaannya.
Pentingnya peran pengawas juga disampaikan oleh Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Ahmadi, pada Pembukaan Rakor Pokjawas Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Semarang, Kamis 3 Maret 2016. Ahmadi mengutarakan keberadaan pengawas, dalam hal ini pengawas madrasah dan pengawas PAI yang memiliki peran penting dalam pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karenanya penting bagi pengawas memiliki kompetensi khusus dalam memberikan sumbangsih bagi permasalahan yang dihadapi sekolah atau madrasah binaannya (http://jateng.kemenag.go.id/ diakses tanggal 2 Mei 2016).
Tantangan pengawas madrasah pada saat ini sangat besar mengingat beban kerja yang dipikulnya sangat berat. Hal ini terkait dengan jumlah pengawas yang kurang proporsional jika dibandingkan dengan jumlah madrasah yang dibinanya. Terlebih lagi, pengawas tidak hanya bertanggungjawab terhadap supervisi manajerial terhadap madrasah saja, melainkan juga supervisi akademik berupa pembimbingan dan pelatihan profesional guru. Selain ketimpangan jumlah SDM pengawas dengan jumlah madrasah, jabatan pengawas sendiri merupakan profesi yang kurang diminati. Maqdisiana dkk (2013) memaparkan bahwa profesi pengawas kurang diminati karena adanya mindset rekrutmen pengawas bukan berdasarkan prestasi melainkan semacam tenaga “buangan” dari jabatan guru dan kepala sekolah atau struktural yang ingin memperpanjang usia pensiun.
Di Jawa Tengah sendiri, jumlah RA dan madrasah yang terdiri dari negeri dan swasta sudah mencapai 10.740 unit, yang terdiri dari 4.502 RA, 3.979 MI, 1.645 MTs, dan 620 MA (Bidang Pendidikan Madrasah, 2015: 1). Sementera SDM pengawas madrasah yang tersedia hanya berjumlah 358 orang (Bidang Pendidikan Madrasah, 2015:4). Dengan demikian, rasio jumlah pengawas dengan RA dan madrasah adalah 1:30. Selain itu, sejalan dengan hasil penelitian Maqdisiana dkk (2013), Kasi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kanwil Kemenag Jawa Tengah membenarkan masih bertahannya mindset profesi “buangan” bagi pengawas meski dalam PMA No. 2 Tahun 2012 yang diperbarui dengan PMA No. 31 Tahun 2013 bahwa kualifikasi pengawas berasal dari guru madrasah/PAI yang memiliki pengalaman mengajar minimal 8 tahun atau kepala madrasah dengan penglaman menjabat minimal 4 tahun. Meski kualifikasi pengawas harus dari profesi guru/kepala madrasah dan usia pensiun yang sama antara guru dan pengawas, namun faktanya masih belum menghilangkan mindset “buangan” bagi profesi pengawas (M, Kasi PTK Kanwil Kemenag Jateng, wawancara 15 April 2016).
Selain permasalahan di atas, masih banyak permasalahan yang dihadapi terkait dengan kepengawasan madrasah. Diantaranya adalah kualifikasi pendidikan yang masih belum sepenuhnya memenuhi (minimal S1 atau D-IV). Data yang tercatat di Kementerian Agama, sebanyak 4.6% pengawas PAI di Jawa Tengah memiliki kualifikasi di bawah S1, dan secara nasional persentase pengawas PAI yang berpindidikan < S1 mencapai 6.1% (Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, 2014: 126). Hal ini juga terungkap dari hasil penelitian Maqdisiana dkk (2013) bahwa masih ada pengawas yang memiliki kualifikasi pendidikan di bawah S1 terutama pengawas TK/SD/MI. Maqdisiana dkk (2013) menambahkan kualifikasi pendidikan pengawas yang sudah S1 belum sepenuhnya relevan dan usia rata-rata pengawas sudah cukup tua.
Berbagai permasalahan yang muncul kaitannya dengan kepengawasan, khususnya pengawas madrasah ditengarai berpengaruh terhadap kinerja pengawas madrasah. Hal ini tentunya dapat berimplikasi pada kepuasan guru dan madrasah terhadap kinerja pengawas. Kepuasan guru di sini terkait dengan supervisi akademik dan kepuasan madrasah yang terwakili dari kepuasan kepala madrasah berkaitan dengan supervisi manajerial. Beban kerja pengawas jika dilihat dari jumlah pengawas yang terpaut jauh dengan jumlah madrasah cukup menjadikan dasar asumsi bahwa kepuasan guru dan madrasah terhadap kinerja pengawas di Jawa Tengah akan rendah. Namun demikian perlu adanya pembuktian empiris terhadap tingkat kepuasan guru dan madrasah terkait dengan kinerja pengawas di Jawa Tengah. Penelitian ini fokus pada pengukuran indeks kepuasan guru dan kepala MI terhadap supervisi akademik dan manajerial yang diberikan oleh pengawas RA/MI.
Pengawas sekolah/madrasah tidak dapat diabaikan keberadaannya dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Pelaksanaan tugas dan fungsi kepengawasan yang berjalan baik akan memberikan andil besar bagi keberhasilan pendidikan baik di sekolah maupun madrasah. Sebagai acuan pelaksanaan tugas pengawas, pemerintah telah menerbitkan beberapa produk hukum, yaitu (1) Permendiknas No. 12 Tahun 2007; (2) Permen PAN RB No. 21 Tahun 2010; (3) Permendikbud No. 143 Tahun 2014; dan (4) PMA No. 2 Tahun 2012 jo PMA No. 31 Tahun 2013 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI.
PMA No. 2 Tahun 2012 mengatur pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang antara pengawas madrasah dengan pengawas pendidikan agama Islam (PAI). Pengawas madrasah bertanggung jawab melakukan pengawasan akademik dan manajerial kepada madrasah, sedang pengawas PAI bertanggung jawab melaksanakan pengawasan PAI di sekolah. Dengan demikian tanggung jawab pengawas madrasah akan lebih berat dibanding pengawas PAI, mengingat selain memberikan pengawasan akaemik kepada guru, peengawas madrasah juga bertanggung jawab memberikan pengawasan manjerial kepada madrasah.
Penyusunan program kepengawasan berkaitan erat dengan kegiatan utama seorang pengawas. Program kepengawasan yang disusun oleh pengawas madrasah harus memuat program pengawasan akademik dan manajerial, program pembinaan guru dan/atau kepala madrasah, program pemantauan pelaksanaan standar nasional pendidikan, program penilaian kinerja guru dan/atau kepala madrasah, dan program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala madrasah. Muatan program kepengawasan menunjukkan adanya peran strategis pengawas terhadap kualitas dan keberhasilan kegiatan pendidikan di madrasah yang menjadi binaannya.
Pentingnya peran pengawas juga disampaikan oleh Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Ahmadi, pada Pembukaan Rakor Pokjawas Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Semarang, Kamis 3 Maret 2016. Ahmadi mengutarakan keberadaan pengawas, dalam hal ini pengawas madrasah dan pengawas PAI yang memiliki peran penting dalam pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karenanya penting bagi pengawas memiliki kompetensi khusus dalam memberikan sumbangsih bagi permasalahan yang dihadapi sekolah atau madrasah binaannya (http://jateng.kemenag.go.id/ diakses tanggal 2 Mei 2016).
Tantangan pengawas madrasah pada saat ini sangat besar mengingat beban kerja yang dipikulnya sangat berat. Hal ini terkait dengan jumlah pengawas yang kurang proporsional jika dibandingkan dengan jumlah madrasah yang dibinanya. Terlebih lagi, pengawas tidak hanya bertanggungjawab terhadap supervisi manajerial terhadap madrasah saja, melainkan juga supervisi akademik berupa pembimbingan dan pelatihan profesional guru. Selain ketimpangan jumlah SDM pengawas dengan jumlah madrasah, jabatan pengawas sendiri merupakan profesi yang kurang diminati. Maqdisiana dkk (2013) memaparkan bahwa profesi pengawas kurang diminati karena adanya mindset rekrutmen pengawas bukan berdasarkan prestasi melainkan semacam tenaga “buangan” dari jabatan guru dan kepala sekolah atau struktural yang ingin memperpanjang usia pensiun.
Di Jawa Tengah sendiri, jumlah RA dan madrasah yang terdiri dari negeri dan swasta sudah mencapai 10.740 unit, yang terdiri dari 4.502 RA, 3.979 MI, 1.645 MTs, dan 620 MA (Bidang Pendidikan Madrasah, 2015: 1). Sementera SDM pengawas madrasah yang tersedia hanya berjumlah 358 orang (Bidang Pendidikan Madrasah, 2015:4). Dengan demikian, rasio jumlah pengawas dengan RA dan madrasah adalah 1:30. Selain itu, sejalan dengan hasil penelitian Maqdisiana dkk (2013), Kasi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kanwil Kemenag Jawa Tengah membenarkan masih bertahannya mindset profesi “buangan” bagi pengawas meski dalam PMA No. 2 Tahun 2012 yang diperbarui dengan PMA No. 31 Tahun 2013 bahwa kualifikasi pengawas berasal dari guru madrasah/PAI yang memiliki pengalaman mengajar minimal 8 tahun atau kepala madrasah dengan penglaman menjabat minimal 4 tahun. Meski kualifikasi pengawas harus dari profesi guru/kepala madrasah dan usia pensiun yang sama antara guru dan pengawas, namun faktanya masih belum menghilangkan mindset “buangan” bagi profesi pengawas (M, Kasi PTK Kanwil Kemenag Jateng, wawancara 15 April 2016).
Selain permasalahan di atas, masih banyak permasalahan yang dihadapi terkait dengan kepengawasan madrasah. Diantaranya adalah kualifikasi pendidikan yang masih belum sepenuhnya memenuhi (minimal S1 atau D-IV). Data yang tercatat di Kementerian Agama, sebanyak 4.6% pengawas PAI di Jawa Tengah memiliki kualifikasi di bawah S1, dan secara nasional persentase pengawas PAI yang berpindidikan < S1 mencapai 6.1% (Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, 2014: 126). Hal ini juga terungkap dari hasil penelitian Maqdisiana dkk (2013) bahwa masih ada pengawas yang memiliki kualifikasi pendidikan di bawah S1 terutama pengawas TK/SD/MI. Maqdisiana dkk (2013) menambahkan kualifikasi pendidikan pengawas yang sudah S1 belum sepenuhnya relevan dan usia rata-rata pengawas sudah cukup tua.
Berbagai permasalahan yang muncul kaitannya dengan kepengawasan, khususnya pengawas madrasah ditengarai berpengaruh terhadap kinerja pengawas madrasah. Hal ini tentunya dapat berimplikasi pada kepuasan guru dan madrasah terhadap kinerja pengawas. Kepuasan guru di sini terkait dengan supervisi akademik dan kepuasan madrasah yang terwakili dari kepuasan kepala madrasah berkaitan dengan supervisi manajerial. Beban kerja pengawas jika dilihat dari jumlah pengawas yang terpaut jauh dengan jumlah madrasah cukup menjadikan dasar asumsi bahwa kepuasan guru dan madrasah terhadap kinerja pengawas di Jawa Tengah akan rendah. Namun demikian perlu adanya pembuktian empiris terhadap tingkat kepuasan guru dan madrasah terkait dengan kinerja pengawas di Jawa Tengah. Penelitian ini fokus pada pengukuran indeks kepuasan guru dan kepala MI terhadap supervisi akademik dan manajerial yang diberikan oleh pengawas RA/MI.