Pendahuluan
Penelitian ini didasari pada fenomena massifnya perkembangan kelompok keagamaan di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Reformasi telah memberi dampak begitu besar terhadap perkembangan kelompok keagamaan di berbagai wilayah di tanah air. Kemunculan berbagai kelompok ini bisa dipahami sebagai kekuatan dari agama sebagai basis gerakan sosial sekaligus sebagai ancaman terhadap keberlangsungan kedamaian kehidupan sosial keagamaan di Indonesia. Dinamika sosial berbasis keagamaan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kemunculan berbagai kelompok keagamaan ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengandalkan metode wawancara. Lokasi penelitian adalah provinsi Sulawesi Tenggara dengan delapan kabupaten/kota yaitu Kota Kendari, Bau-Bau, Buton, Konawe, Konawe Selatan, Bombana, Kolaka, dan Kolaka Utara.
Temuan
Penelitian ini menemukan bahwa gejala perkembangan kelompok keagamaan di Sulawesi Tenggara merupakan keberlanjutan dari gejala perkembangan kelompok keagamaan nasional. Kelompok keagamaan yang berkembang setelah reformasi memiliki jaringan dari daerah lain, khususnya Sulawesi Selatan, kecuali kelompok Islamic Center Muadz bin Jabal yang hanya ada di Sulawesi Tenggara (khususnya di Kendari dan Wakatobi. Saat ini sedang dikembangkan ke Raja Ampat, Papua Barat). Kelompok keagamaan yang berkembang setelah tahun 2000 adalah Hidzbuttahrir Indonesia, Wahda Islamiyah, kelompok salafi ahlussunnah wal jamaah, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia, Islamic Centre Muadz bin Jabal, dan beberapa kelompok kecil seperti Jamaah An-Nadzir, Gafatar, Amanat Keagungan Ilahi, persekutuan keagamaan. Sedangkan kelompok keagamaan yang berkembang antara tahun 1980-1990an adalah Ahmadiyah, LDII, dan Jamaah Tablig.
Perkembangan kelompok keagamaan di Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1). program transmigrasi pada tahun 1970an berimplikasi pada munculnya kelompok keagamaan Ahmadiyah, LDII, dan Jamaah Tablig; 2) kedekatan wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara turut memengaruhi perkembangan kelompok keagamaan. Kelompok keagamaan seperti Wahda Islamiyah, Kelompok Salafi Ahlussunnah Wal Jamaah, Ihya Assunnah, Syiah (IJABI) memiliki jaringan dengan kelompok yang sama di Sulawesi Selatan; 3) dukungan dana (luar negeri, donasi, dan fund rising dari kelompok) seperti perkembangan cepat Islamic Centre Muadz bin Jabal; 4). Motivasi keagamaan dari para aktivis kelompok untuk mengembangkan gagasan keagamaannya.
Kehadiran kelompok keagamaan sejauh ini masih dalam situasi yang kondusif. Tidak ada konflik sosial berkepanjangan atau berdampak kemanusiaan yang terjadi. 12 kasus keagamaan yang terjadi sejak tahun 1995-sekarang memang menunjukkan adanya perubahan sosial karena intensitas kejadian terjadi pasca reformasi, beriringan dengan munculnya berbagai kelompok keagamaan di Sulawesi Tenggara. Wilayah yang paling sering ditemukan kasus adalah Konawe, Konawe Selatan, dan Buton. Konawe dan Buton adalah daerah adat. Konawe Selatan adalah basis NU terkuat saat ini di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan kecenderungan frekwensi konflik tersebut terlihat bahwa kekentalan adat istiadat dan Islam tradisional bisa memudahkan terjadinya benturan pemikiran keagamaan yang berimplikasi pada benturan sosial.
Rekomendasi
Berdasarkan pada hasil penelitian diatas, peneliti merekomendasikan beberapa hal:
...