Ketua Penelitian : Drs. H. Achmad Sidiq, M.S.I.
Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota: Samidi
Publisher: BLA-Semarang
Diunduh: 46x
Dilihat 2484x
Editor: blasemarang
Abstrak:
Masjid Agung Tuban dibangun pada awal penyebaran agama Islam di Kota Tuban. Masjid tersebut memiliki nilai-nilai sejarah dan fungsi keberagamaan pada masa awal penyiaran agama Islam, namun kini telah mengalami perubahan yang cukup signifikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Penelitian Masjid Agung Tuban ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah, arkeologi, dan sosiologi. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi (pengamatan) dan wawancara.
Secara historis, masjid Agung Tuban ada sejak jaman Sunan Bonang (sekitar tahun 1486) dan bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada sampai sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman, selebihnya bangunan ini sudah tidak berbekas lagi. Masjid dibangun kembali pada tabun 1894 dan diresmikan oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo. Pendirian masjid ini hasil dari swadaya masyarakat dengan Pemda Tingkat II.
Pada perkembangannya, dilakukan penambahan bangunan pada masa pemerintahan Bupati Juwairi Martoprawiro (1985-1991). Setelah selesai dilaksanakan pemugaran dan penambahan masjid Agung Kabupaten Tuban yang selanjutnya diresmikan oleh wakil Gubernur KDH. TK I Jatim Trimarjono SH pada tahun 1987.
Renovasi masjid Agung Tuban secara besar-besaran dilakukan pada masa Bupati Tuban, Dra. Hj. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si, yang menjabat selama dua periode (2001-2006 dan 2006-2011). Bangunan masjid yang sudah mengalami renovasi besar-besaran ini terdiri dari : Ruang bangunan utama, digunakan untuk pelakasnaan ibadah salat lima waktu/ salat jum’at dan ruang bangunan pelengkap seperti tempat wudlu, penitipan sepatu/sandal, kantor pengurus, perpustakaan, gudang, ruang penjaga, dan Taman Pendidikan Al-Quran.
Pada era sekarang ini, takmir Masjid Agung Tuban mengadakan berbagai macam kegiatan keagamaan dalam rangka memakmurkan masjid dan meningkatkan SDM umat Islam. Pemerintah Kabupaten Tuban berupaya mengembalikan fungsi masjid, yaitu sebagai pusat kegiatan ibadah dan kebudayaan Islam. Upaya-upaya memakmurkan masjid mendapat dukungan dari masyarakat dan tokoh-tokoh agama, dan juga didukung dengan manajerial yang professional. Dalam prakteknya, untuk mewujudkan masjid yang ideal, pemerintah bersama masyarakat melakukan inovasi dan kreatifitas yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Dengan harapan masyarakat menjadi nyaman melaksanakan kegiatan ibadah dan muamalah di masjid Agung Tuban, dan juga menjadi semakin dinamis dalam menunjang pemberdayaan kehidupan mereka.
Meskipun demikian, berdasarkan undang-undang Benda Cagar Budaya (Undang-undang No.10 tahun 2011), masjid Agung Tuban telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya dengan nomor Induk 152. Benda Cagar Budaya seharusnya dilestarikan dan jika akan melakukan pemugaran maka juga harus mengacu pada Undang-undang BCB itu sendiri. Undang-undang BCB itu sendiri. Pasal (77) ayat (1) menyatakan bahwa : “Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi”. Aturan undang-undang tersebut kurang diindahkan oleh pemerintah Kabupaten Tuban pada saat itu, sehingga pemugaran total terjadi.
Kata Kunci : Sejarah, Bangunan, Fungsi, Masjid Kuno, Cagar budaya
Masjid Agung Tuban dibangun pada awal penyebaran agama Islam di Kota Tuban. Masjid tersebut memiliki nilai-nilai sejarah dan fungsi keberagamaan pada masa awal penyiaran agama Islam, namun kini telah mengalami perubahan yang cukup signifikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Penelitian Masjid Agung Tuban ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah, arkeologi, dan sosiologi. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi (pengamatan) dan wawancara.
Secara historis, masjid Agung Tuban ada sejak jaman Sunan Bonang (sekitar tahun 1486) dan bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada sampai sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman, selebihnya bangunan ini sudah tidak berbekas lagi. Masjid dibangun kembali pada tabun 1894 dan diresmikan oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo. Pendirian masjid ini hasil dari swadaya masyarakat dengan Pemda Tingkat II.
Pada perkembangannya, dilakukan penambahan bangunan pada masa pemerintahan Bupati Juwairi Martoprawiro (1985-1991). Setelah selesai dilaksanakan pemugaran dan penambahan masjid Agung Kabupaten Tuban yang selanjutnya diresmikan oleh wakil Gubernur KDH. TK I Jatim Trimarjono SH pada tahun 1987.
Renovasi masjid Agung Tuban secara besar-besaran dilakukan pada masa Bupati Tuban, Dra. Hj. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si, yang menjabat selama dua periode (2001-2006 dan 2006-2011). Bangunan masjid yang sudah mengalami renovasi besar-besaran ini terdiri dari : Ruang bangunan utama, digunakan untuk pelakasnaan ibadah salat lima waktu/ salat jum’at dan ruang bangunan pelengkap seperti tempat wudlu, penitipan sepatu/sandal, kantor pengurus, perpustakaan, gudang, ruang penjaga, dan Taman Pendidikan Al-Quran.
Pada era sekarang ini, takmir Masjid Agung Tuban mengadakan berbagai macam kegiatan keagamaan dalam rangka memakmurkan masjid dan meningkatkan SDM umat Islam. Pemerintah Kabupaten Tuban berupaya mengembalikan fungsi masjid, yaitu sebagai pusat kegiatan ibadah dan kebudayaan Islam. Upaya-upaya memakmurkan masjid mendapat dukungan dari masyarakat dan tokoh-tokoh agama, dan juga didukung dengan manajerial yang professional. Dalam prakteknya, untuk mewujudkan masjid yang ideal, pemerintah bersama masyarakat melakukan inovasi dan kreatifitas yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Dengan harapan masyarakat menjadi nyaman melaksanakan kegiatan ibadah dan muamalah di masjid Agung Tuban, dan juga menjadi semakin dinamis dalam menunjang pemberdayaan kehidupan mereka.
Meskipun demikian, berdasarkan undang-undang Benda Cagar Budaya (Undang-undang No.10 tahun 2011), masjid Agung Tuban telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya dengan nomor Induk 152. Benda Cagar Budaya seharusnya dilestarikan dan jika akan melakukan pemugaran maka juga harus mengacu pada Undang-undang BCB itu sendiri. Undang-undang BCB itu sendiri. Pasal (77) ayat (1) menyatakan bahwa : “Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi”. Aturan undang-undang tersebut kurang diindahkan oleh pemerintah Kabupaten Tuban pada saat itu, sehingga pemugaran total terjadi.
Kata Kunci : Sejarah, Bangunan, Fungsi, Masjid Kuno, Cagar budaya