SURVEI KARAKTER PESERTA DIDIK PADA MADRASAH DAN SMA

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota: Aji SofanudinUmi MuzayanahWahab

Publisher: BLA-Semarang

Diunduh: 108x

Dilihat 676x

Editor: adminpusat1

Abstrak:

Penelitian “Survei Karakter Peserta Didik MA dan SMA” ini diselenggarakan 
oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang berkolaborasi dengan Balai
Litbang Agama Jakarta, Balai Litbang Agama Semarang, dan Balai Litbang Agama
Makassar. Penelitian ini merupakan survei nasional karakter peserta didik di 34
Provinsi. Pengambilan sampel ada di 169 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Balai Litbang Agama Semarang melakukan pengumpulan data di empat
provinsi, yaitu: Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara
Barat. Jumlah sampel penelitian sebanyak 1.420 peserta didik kelas XI yang tersebar di
144 SMA dan 760 peserta didik kelas XI yang tersebar di 76 MA. Jumlah sampel yang
dikumpulkan oleh Tim Peneliti Balai Litbang Agama Semarang sebanyak 2.180 peserta
didik kelas XI (220 satuan pendidikan) atau 18,9 % dari sampel nasional.
Survei ini bertujuan untuk mengukur kualitas karakter peserta didik MA dan
SMA yang terdiri atas karakter religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong,
dan integritas di empat provinsi tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
peserta didik kelas XI pada MA dan SMA, baik negeri maupun swasta di empat
provinsi tersebut. 
Penelitian ini secara umum menunjukkan hasil sebagai berikut. Pertama, kualitas
karakter peserta didik pada MA dan SMA di empat provinsi  mencapai rata-rata skor
3,41 atau masuk pada kategori “sangat baik”. Jawa Timur menempati urutan pertama
dengan tingat karakter tertinggi mencapai 3,46 (sangat baik), disusul DIY memperoleh
nilai 3,41 (sangat baik), NTB memperoleh nilai 3,41 (sangat baik), dan Bali
memperoleh nilai 3,37 (sangat baik).
Kedua, kualitas karakter peserta didik secara berurutan adalah sebagai berikut:
karakter nasionalisme (3,53), religiusitas (3,49), integritas (3,39), kemandirian (3,34), 
dan gotong royong (3,32). Tiga karakter urutannya sama di empat provinsi, yaitu
karakter nasionalisme, religiusitas dan integritas. Dua karakter yang lain yaitu gotong
royong dan kemandirian berbeda urutan. Pada provinsi DIY dan Bali, karakter
kemandirian menempati posisi terendah, sedangkan pada provinsi Jawa Timur dan
NTB, karakter gotong royong menempati posisi terendah.
Ketiga, dalam kaitan dengan karakter religiusitas, terdapat respon dari beberapa
peserta didik yang berpotensi melahirkan sikap eksklusivitas beragama. Hal ini
ditunjukkan bahwa dari 2.180 peserta didik, terdapat 10,05% yang menyatakan “tidak
setuju/sangat tidak setuju” bergaul dengan tetangga berbeda agama. Persentase peserta
didik yang “tidak setuju/sangat tidak setuju” untuk bekerjasama dengan orang berbeda
agama mencapai 13,21%. Sedangkan untuk pernyataan “saya membenci kekerasan
bernuansa agama” terdapat 9,68% peserta didik yang menyatakan “tidak setuju/sangat
tidak setuju”.
Keempat, walaupun karakater nasionalisme peserta didik sudah sangat baik,
terdapat beberapa hal yang masih perlu dilakukan penguatan pada indikator sebagai
berikut: (1)  Terkait dengan pakaian batik yang merupakan pakaian khas Indonesia
masih terdapat 9,68% peserta didik yang memberikan respon “tidak setuju/sangat tidak
setuju” terhadap pernyataan “saya suka mengenakan baju batik”; (2) Terdapat 5,14%
yang menyatakan tidak lebih senang produk anak bangsa dibanding produk luar negeri;
(3) Terdapat 30,55% yang menyatakan “tidak setuju/sangat tidak setuju” jika  sekolah
memaksakan peserta didik menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk melahirkan
patriotisme.
Kelima, dalam kaitan dengan integritas peserta didik, terdapat 23,94% yang
menyatakan “setuju dan sangat setuju” tindakan mencontek pada saat tes atau ujian.
Selanjutnya, terdapat 14,27% yang “setuju dan sangat setuju” meniru tugas yang dibuat
oleh teman.
...
Penelitian “Survei Karakter Peserta Didik MA dan SMA” ini diselenggarakan 
oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang berkolaborasi dengan Balai
Litbang Agama Jakarta, Balai Litbang Agama Semarang, dan Balai Litbang Agama
Makassar. Penelitian ini merupakan survei nasional karakter peserta didik di 34
Provinsi. Pengambilan sampel ada di 169 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Balai Litbang Agama Semarang melakukan pengumpulan data di empat
provinsi, yaitu: Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara
Barat. Jumlah sampel penelitian sebanyak 1.420 peserta didik kelas XI yang tersebar di
144 SMA dan 760 peserta didik kelas XI yang tersebar di 76 MA. Jumlah sampel yang
dikumpulkan oleh Tim Peneliti Balai Litbang Agama Semarang sebanyak 2.180 peserta
didik kelas XI (220 satuan pendidikan) atau 18,9 % dari sampel nasional.
Survei ini bertujuan untuk mengukur kualitas karakter peserta didik MA dan
SMA yang terdiri atas karakter religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong,
dan integritas di empat provinsi tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
peserta didik kelas XI pada MA dan SMA, baik negeri maupun swasta di empat
provinsi tersebut. 
Penelitian ini secara umum menunjukkan hasil sebagai berikut. Pertama, kualitas
karakter peserta didik pada MA dan SMA di empat provinsi  mencapai rata-rata skor
3,41 atau masuk pada kategori “sangat baik”. Jawa Timur menempati urutan pertama
dengan tingat karakter tertinggi mencapai 3,46 (sangat baik), disusul DIY memperoleh
nilai 3,41 (sangat baik), NTB memperoleh nilai 3,41 (sangat baik), dan Bali
memperoleh nilai 3,37 (sangat baik).
Kedua, kualitas karakter peserta didik secara berurutan adalah sebagai berikut:
karakter nasionalisme (3,53), religiusitas (3,49), integritas (3,39), kemandirian (3,34), 
dan gotong royong (3,32). Tiga karakter urutannya sama di empat provinsi, yaitu
karakter nasionalisme, religiusitas dan integritas. Dua karakter yang lain yaitu gotong
royong dan kemandirian berbeda urutan. Pada provinsi DIY dan Bali, karakter
kemandirian menempati posisi terendah, sedangkan pada provinsi Jawa Timur dan
NTB, karakter gotong royong menempati posisi terendah.
Ketiga, dalam kaitan dengan karakter religiusitas, terdapat respon dari beberapa
peserta didik yang berpotensi melahirkan sikap eksklusivitas beragama. Hal ini
ditunjukkan bahwa dari 2.180 peserta didik, terdapat 10,05% yang menyatakan “tidak
setuju/sangat tidak setuju” bergaul dengan tetangga berbeda agama. Persentase peserta
didik yang “tidak setuju/sangat tidak setuju” untuk bekerjasama dengan orang berbeda
agama mencapai 13,21%. Sedangkan untuk pernyataan “saya membenci kekerasan
bernuansa agama” terdapat 9,68% peserta didik yang menyatakan “tidak setuju/sangat
tidak setuju”.
Keempat, walaupun karakater nasionalisme peserta didik sudah sangat baik,
terdapat beberapa hal yang masih perlu dilakukan penguatan pada indikator sebagai
berikut: (1)  Terkait dengan pakaian batik yang merupakan pakaian khas Indonesia
masih terdapat 9,68% peserta didik yang memberikan respon “tidak setuju/sangat tidak
setuju” terhadap pernyataan “saya suka mengenakan baju batik”; (2) Terdapat 5,14%
yang menyatakan tidak lebih senang produk anak bangsa dibanding produk luar negeri;
(3) Terdapat 30,55% yang menyatakan “tidak setuju/sangat tidak setuju” jika  sekolah
memaksakan peserta didik menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk melahirkan
patriotisme.
Kelima, dalam kaitan dengan integritas peserta didik, terdapat 23,94% yang
menyatakan “setuju dan sangat setuju” tindakan mencontek pada saat tes atau ujian.
Selanjutnya, terdapat 14,27% yang “setuju dan sangat setuju” meniru tugas yang dibuat
oleh teman.

Lampiran Tidak Tersedia