QUO VADIS TRANSMISI KEBERAGAMAAN ROHIS: EKSISTENSI, EKSPRESI, DAN POLITIKNYA

Ketua Penelitian :

Kategori: Isu Aktual

Anggota: A.M. Wibowo

Publisher: BLA-Semarang

Diunduh: 113x

Dilihat 783x

Editor: adminpusat

Abstrak:

Realitas empirik kehidupan keberagamaan di Indonesia akhir-akhir ini menarik untuk dikaji secara mendalam di tengah euforia dunia perpolitikan di Indonesia. Di antaranya adalah munculnya berbagai aliran dan paham keagamaan yang “distigmakan” beraliran “kanan” oleh sebagian kelompok lainnya. Gerakan ini tak jarang mempertanyakan kembali tentang dasar-dasar fundamental bangsa Indonesia seperti Pancasila, Undang-Undang Dasar, serta pilar kebangsaan. Gerakan dan aliran keagamaan tersebut ada yang terlembagakan dalam sebuah organisasi kemasyarakatan, namun ada juga bersembunyi dan bersimbiosis dalam sebuah partai politik. Hizbut Tahrir Indonesia merupakan salah satu ormas yang secara terang-terangan ingin mengganti menolak ideologi. Pada akhirnya organisasi ini dibubarkan oleh pemerintah. Gerakan keagamaan yang sedang tumbuh subur di Indonesia mengusung visi, misi, dan ideologinya masing-masing dan diduga mulai dikenalkan pada remaja usia SMA dalam bentuk organisasi Rohis. Pengenalan gerakan ini dimaksudkan sebagai bentuk kaderisasi untuk membentuk militansi beragama dan berorganisasi. Tujuan akhirnya dalaha pada orientasi politik menguasai dunia perpolitikan dimasa yang akan datang.  
Penerbitan Bunga Rampai ini menggambarkan Rohis sebagai organisasi keagamaan merupakan sasaran yang potensial untuk menjaring kader-kader militan sejak dini. Aktivis Rohis SMA yang merupakan usia remaja merupakan sasaran yang potensial untuk mengkader militansi massa. Terlebih lagi materi pengkaderan menyoroti tentang nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupan aktivis rohis, mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan dimasyarakat yang gaya hidupnya kurang memedulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian dan dijadikan sarana untuk merebut “hati” aktivis Rohis.
Kunci keberhasilan penyemaian nilai-nilai agama dan pengkaderan organisasi rohis menjadi kader yang militan untuk “sesuatu” terletak pada transmisi komunikasi di organisasi tersebut komunikator, materi, dan komunikan. Buku bunga rampai ini berhasil menemukan transmisi keberagamaan yang terjadi dalam organisasi Rohis sehingga mampu memperkuat eksistensi organisasi, berekspresi dan orientasi politiknya sehingga menjadi kader yang militant dalam berorganisasi dan beragama. 
Hasil kajian dalam bunga rampai  berjudul Transmisi Keberagamaan Rohis Eksistensi, Ekspresi, Dan Politik adalah sebagai berikut. Pertama, Model transmisi nilai-nilai keagamaan melalui organisasi Rohis berbentuk komunikasi satu arah yang melibatkan komunikator berupa mentor, guru pembina  Rohis , da’i/ mubaligh. Dilihat larat belakang komunikator mereka berasal dari latar belakang ormas, partai politik, LSM, alumni, dan pesantren salafi. Penanaman sikap keagamaan ini dilakukan dengan cara verbal (komunikasi langsung seperti ceramah, mentoring, liqo) maupun dengan non verbal melalui media sosial (Whatsapp, Instagram, Twitter, Line, Facebook) serta bulletin ataupun majalah.  Nilai-nilai keagamaan tersebut ditransmisikan kepada pengurus dan anggota  ROHIS  dengan tujuan mengubah sikap dan perilaku keagamaan peserta didik. 
Kedua, Orientasi politik anggota  Rohis   terkait pemilihan pemimpin diutamakan adalah laki-laki yang beragama Islam, Rohis tidak anti Pancasila dan tidak anti demokrasi. Terkait dengan bentuk negara ada dua tipe Rohis yaitu yang tetap menginginkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan yang menginginkan pendirian khilafah, namun pendukung NKRI lebih banyak dibandingkan dengan pendukung khilafah. 
Realitas empirik kehidupan keberagamaan di Indonesia akhir-akhir ini menarik untuk dikaji secara mendalam di tengah euforia dunia perpolitikan di Indonesia. Di antaranya adalah munculnya berbagai aliran dan paham keagamaan yang “distigmakan” beraliran “kanan” oleh sebagian kelompok lainnya. Gerakan ini tak jarang mempertanyakan kembali tentang dasar-dasar fundamental bangsa Indonesia seperti Pancasila, Undang-Undang Dasar, serta pilar kebangsaan. Gerakan dan aliran keagamaan tersebut ada yang terlembagakan dalam sebuah organisasi kemasyarakatan, namun ada juga bersembunyi dan bersimbiosis dalam sebuah partai politik. Hizbut Tahrir Indonesia merupakan salah satu ormas yang secara terang-terangan ingin mengganti menolak ideologi. Pada akhirnya organisasi ini dibubarkan oleh pemerintah. Gerakan keagamaan yang sedang tumbuh subur di Indonesia mengusung visi, misi, dan ideologinya masing-masing dan diduga mulai dikenalkan pada remaja usia SMA dalam bentuk organisasi Rohis. Pengenalan gerakan ini dimaksudkan sebagai bentuk kaderisasi untuk membentuk militansi beragama dan berorganisasi. Tujuan akhirnya dalaha pada orientasi politik menguasai dunia perpolitikan dimasa yang akan datang.  
Penerbitan Bunga Rampai ini menggambarkan Rohis sebagai organisasi keagamaan merupakan sasaran yang potensial untuk menjaring kader-kader militan sejak dini. Aktivis Rohis SMA yang merupakan usia remaja merupakan sasaran yang potensial untuk mengkader militansi massa. Terlebih lagi materi pengkaderan menyoroti tentang nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupan aktivis rohis, mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan dimasyarakat yang gaya hidupnya kurang memedulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian dan dijadikan sarana untuk merebut “hati” aktivis Rohis.
Kunci keberhasilan penyemaian nilai-nilai agama dan pengkaderan organisasi rohis menjadi kader yang militan untuk “sesuatu” terletak pada transmisi komunikasi di organisasi tersebut komunikator, materi, dan komunikan. Buku bunga rampai ini berhasil menemukan transmisi keberagamaan yang terjadi dalam organisasi Rohis sehingga mampu memperkuat eksistensi organisasi, berekspresi dan orientasi politiknya sehingga menjadi kader yang militant dalam berorganisasi dan beragama. 
Hasil kajian dalam bunga rampai  berjudul Transmisi Keberagamaan Rohis Eksistensi, Ekspresi, Dan Politik adalah sebagai berikut. Pertama, Model transmisi nilai-nilai keagamaan melalui organisasi Rohis berbentuk komunikasi satu arah yang melibatkan komunikator berupa mentor, guru pembina  Rohis , da’i/ mubaligh. Dilihat larat belakang komunikator mereka berasal dari latar belakang ormas, partai politik, LSM, alumni, dan pesantren salafi. Penanaman sikap keagamaan ini dilakukan dengan cara verbal (komunikasi langsung seperti ceramah, mentoring, liqo) maupun dengan non verbal melalui media sosial (Whatsapp, Instagram, Twitter, Line, Facebook) serta bulletin ataupun majalah.  Nilai-nilai keagamaan tersebut ditransmisikan kepada pengurus dan anggota  ROHIS  dengan tujuan mengubah sikap dan perilaku keagamaan peserta didik. 
Kedua, Orientasi politik anggota  Rohis   terkait pemilihan pemimpin diutamakan adalah laki-laki yang beragama Islam, Rohis tidak anti Pancasila dan tidak anti demokrasi. Terkait dengan bentuk negara ada dua tipe Rohis yaitu yang tetap menginginkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan yang menginginkan pendirian khilafah, namun pendukung NKRI lebih banyak dibandingkan dengan pendukung khilafah. 

Lampiran Tidak Tersedia