PENGKAJIAN TERHADAP PERUSAKAN GEREJA DI TEMANGGUNG (Analisis Konflik Kerusuhan Bernuansa Agama di Temanggung )

Ketua Penelitian :

Kategori: Isu Aktual

Anggota: H. Joko Tri Haryanto

Publisher: BLA-Semarang

Diunduh: 44x

Dilihat 530x

Editor: blasemarang

Abstrak:

IHKTISAR EKSEKUTIF

 

 

Kerusuhan  di Temanggung tanggal 8 Pebruari 2011 lalu   berakibat pada perusakan fasilitas-fasilitas di empat gereja, yaitu Gereja Santo Petrus dan Paulus, Gereja Protestan di Indonesia Kota Temanggung, Gereja Bethel Indonesia, dan Gereja Protestan di Indonesia di desa Tegowanu Kaloran.  Kerusuhan tersebut dipicu oleh persidangan penodaan agama oleh Antonius Richmond Bawengan yang menyebarkan buku-buku dan brosur yang berisi penistaan terhadap agama Islam. Persidangan ini berujung rusuh karena adanya provokasi-provokasi oleh beberapa pihak terhadap massa.

Amuk massa yang terjadi menjadi cerminan dari adanya konflik yang terjadi. Untuk itu dilakukan kajian dan analisis yang mendalam untuk mengurai anatomi konflik yang menyebabkan kerusuhan di Temanggung tersebut. Kegiatan pengkajian terhadap peristiwa kerusuhan yang bernuansa agama di Temanggung ini  dilakukan dengan pendekatan eksploratif. Analisis  dilakukan dengan metode analisis konflik, berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan, di antaranya analisis timeline/kronologis, analisis unsur, dan analisis pohon konflik.

Hasil kajian dan analisis menunjukan bahwa peristiwa kerusuhan di Temanggung tidak terjadi begitu saja, tetapi memiliki akar konflik yang laten dalam hubungan antarumat beragama. Semakin besar suatu peristiwa konflik, maka sesungguhnya akar persoalannya pasti juga semakin besar. Amuk massa dari kalangan umat Islam merupakan manisfestasi dari akumulasi konflik laten yang terjadi akibat ketidaksenangan umat Islam terhadap pengembangan agama lain, yakni agama Kristen yang dianggap oleh masyarakat tidak sesuai dengan norma yang  berlaku, di antaranya pendirian tempat ibadah dan kegiatan pengembangan agama.

Kerusuhan Temanggung menjadi cermin dari adanya akar konflik dalam hubungan antarumat beragama yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu dilakukan langkah-langkah resolusi, baik secara jangka pendek bagi rehabilitasi sosial pasca kerusuhan, maupun jangka panjang bagi keharmonisan dan kerukunan umat beragama.

Berdasarkan hasil  analisis konflik yang dilakukan, maka resolusi konflik yang tawarkan meliputi pendekatan struktural yang bersifat top down, pendekatan kultural yang bersifat bottom up, dan pendekatan pemahaman keagamaan. Oleh karena itu rekomendasi dari analisis ini ditujukan pada pemerintah  Kabupaten Temanggung, Kementerian Agama Kabupaten Temanggung, tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan.

 

1.      Kepada Pemerintah 

a.       Dialog dan komunikasi antartokoh agama, pemimpin agama, dan tokoh ormas keagamaan perlu diprakarsai untuk mengurai akar persoalan dari peristiwa kerusuhan Temanggung, sehingga bukan penyelesaian yang parsial menyangkut pemicu kerusuhan, tetapi secara radikal pada akar konflik yang di masa mendatang bisa berpotensi muncul kembali.

b.      Penegakkan hukum harus berlaku secara adil, di mana  semua pihak yang terlibat tindakan anarkhis harus diambil tindakan hukum, baik dari masyarakat maupun aparat sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dari salah satu pihak terlibat.

c.       Latar belakang Antonius Richmond Bawengan perlu untuk ditelusuri, terutama oleh aparat kepolisian, untuk antisipasi adanya gerakan penodaan agama atau lebih jauh lagi upaya sistematis untuk merusak kerukunan umat beragama oleh pihak-pihak berkepentingan di belakang sosok Antonius ini.

d.      Kegiatan-kegiatan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan 8 tahun 2006 kepada seluruh elemen dan lapisan masyarakat untuk mencegah terjadinya persoalan hubungan antarumat beragama, khususnya dalam pendirian tempat ibadah dan pelaksanaan kegiatan keagamaan.

e.       Aktivitas FKUB dalam meningkatkan kerukunan umat beragama perlu didukung dan difasilitasi.

f.       Pengawasan terhadap  pembangunan rumah ibadah maupun pengembangan keagamaan, seperti donasi dan penyelenggaraan lembaga pendidikan keagamaan  sesuai dengan perundangan yang berlaku perlu ditingkatkan.

g.      Kegiatan-kegiatan untuk membangun kader-kader kerukunan melalui pelatihan-pelatihan analisis konflik, mediasi konflik, resolusi konflik, dan sebagainya (peace making) perlu dilakukan secara intensif terutama di wilayah rawan konflik.

 

2.      Kepada Kementerian Agama 

a.       Komunikasi dan dialog tokoh-tokoh agama dan ormas di Temanggung perlu didukung dan difasilitasi untuk mencari kesepahaman atas peristiwa yang terjadi agar bisa meredakan dan menyelesaikan akar persoalannya.

b.      Penelitian dan pengkajian lebih lanjut dan mendalam peristiwa kerusuhan di Temanggung ini perlu dilakukan untuk menyempurnakan analisis ini, sehingga diperoleh hasil pengkajian yang dapat memberi rekomendasi bagi penyelesaian konflik yang menjadi sebab dari kerusuhan Temanggung.

c.       Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan dan para penyuluh (baik penyuluh Islam maupun non-Islam) perlu diefektifkan bagi pembinaan kerukunan umat beragama di masyarakat dan pengawasan secara dini adanya potensi-potensi konflik, dan penyimpangan pemahaman agama yang menyimpang/sesat maupun mengarah pada penistaan atau penodaan agama yang memicu konflik.

d.      Koordinasi dengan ormas keagamaan dan FKUB untuk melakukan pembinaan kerukunan umat beragama di masyarakat perlu dilakukan pemerintah terutama Kementerian Agama.

e.       Pelatihan-pelatihan analisis konflik, mediasi konflik, resolusi konflik, dan sebagainya (peace making) dalam rangka membangun kader kerukunan perlu difasilitasi oleh Kementerian Agama.

 

3.      Kepada Tokoh-tokoh Agama dan Ormas Keagamaan

a.       Komunikasi dan dialog yang fair dan terbuka antar tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan di Temanggung penting untuk  menemukan satu pandangan yang utuh dari peristiwa Temanggung dalam konteks menjaga hubungan dan kerukunan antarumat beragama.

b.      Jejaring kerukunan umat beragama dan kader-kader kerukunan perlu dibentuk oleh para  tokoh agama dan ormas keagamaan .

c.       Sosialisasi tentang pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif dan toleran, serta sikap keberagamaan yang toleran dan saling menghormati  agama lain perlu dilakukan di masyarakat melalui tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan.

Lampiran Tidak Tersedia

IHKTISAR EKSEKUTIF

 

 

Kerusuhan  di Temanggung tanggal 8 Pebruari 2011 lalu   berakibat pada perusakan fasilitas-fasilitas di empat gereja, yaitu Gereja Santo Petrus dan Paulus, Gereja Protestan di Indonesia Kota Temanggung, Gereja Bethel Indonesia, dan Gereja Protestan di Indonesia di desa Tegowanu Kaloran.  Kerusuhan tersebut dipicu oleh persidangan penodaan agama oleh Antonius Richmond Bawengan yang menyebarkan buku-buku dan brosur yang berisi penistaan terhadap agama Islam. Persidangan ini berujung rusuh karena adanya provokasi-provokasi oleh beberapa pihak terhadap massa.

Amuk massa yang terjadi menjadi cerminan dari adanya konflik yang terjadi. Untuk itu dilakukan kajian dan analisis yang mendalam untuk mengurai anatomi konflik yang menyebabkan kerusuhan di Temanggung tersebut. Kegiatan pengkajian terhadap peristiwa kerusuhan yang bernuansa agama di Temanggung ini  dilakukan dengan pendekatan eksploratif. Analisis  dilakukan dengan metode analisis konflik, berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan, di antaranya analisis timeline/kronologis, analisis unsur, dan analisis pohon konflik.

Hasil kajian dan analisis menunjukan bahwa peristiwa kerusuhan di Temanggung tidak terjadi begitu saja, tetapi memiliki akar konflik yang laten dalam hubungan antarumat beragama. Semakin besar suatu peristiwa konflik, maka sesungguhnya akar persoalannya pasti juga semakin besar. Amuk massa dari kalangan umat Islam merupakan manisfestasi dari akumulasi konflik laten yang terjadi akibat ketidaksenangan umat Islam terhadap pengembangan agama lain, yakni agama Kristen yang dianggap oleh masyarakat tidak sesuai dengan norma yang  berlaku, di antaranya pendirian tempat ibadah dan kegiatan pengembangan agama.

Kerusuhan Temanggung menjadi cermin dari adanya akar konflik dalam hubungan antarumat beragama yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu dilakukan langkah-langkah resolusi, baik secara jangka pendek bagi rehabilitasi sosial pasca kerusuhan, maupun jangka panjang bagi keharmonisan dan kerukunan umat beragama.

Berdasarkan hasil  analisis konflik yang dilakukan, maka resolusi konflik yang tawarkan meliputi pendekatan struktural yang bersifat top down, pendekatan kultural yang bersifat bottom up, dan pendekatan pemahaman keagamaan. Oleh karena itu rekomendasi dari analisis ini ditujukan pada pemerintah  Kabupaten Temanggung, Kementerian Agama Kabupaten Temanggung, tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan.

 

1.      Kepada Pemerintah 

a.       Dialog dan komunikasi antartokoh agama, pemimpin agama, dan tokoh ormas keagamaan perlu diprakarsai untuk mengurai akar persoalan dari peristiwa kerusuhan Temanggung, sehingga bukan penyelesaian yang parsial menyangkut pemicu kerusuhan, tetapi secara radikal pada akar konflik yang di masa mendatang bisa berpotensi muncul kembali.

b.      Penegakkan hukum harus berlaku secara adil, di mana  semua pihak yang terlibat tindakan anarkhis harus diambil tindakan hukum, baik dari masyarakat maupun aparat sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dari salah satu pihak terlibat.

c.       Latar belakang Antonius Richmond Bawengan perlu untuk ditelusuri, terutama oleh aparat kepolisian, untuk antisipasi adanya gerakan penodaan agama atau lebih jauh lagi upaya sistematis untuk merusak kerukunan umat beragama oleh pihak-pihak berkepentingan di belakang sosok Antonius ini.

d.      Kegiatan-kegiatan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan 8 tahun 2006 kepada seluruh elemen dan lapisan masyarakat untuk mencegah terjadinya persoalan hubungan antarumat beragama, khususnya dalam pendirian tempat ibadah dan pelaksanaan kegiatan keagamaan.

e.       Aktivitas FKUB dalam meningkatkan kerukunan umat beragama perlu didukung dan difasilitasi.

f.       Pengawasan terhadap  pembangunan rumah ibadah maupun pengembangan keagamaan, seperti donasi dan penyelenggaraan lembaga pendidikan keagamaan  sesuai dengan perundangan yang berlaku perlu ditingkatkan.

g.      Kegiatan-kegiatan untuk membangun kader-kader kerukunan melalui pelatihan-pelatihan analisis konflik, mediasi konflik, resolusi konflik, dan sebagainya (peace making) perlu dilakukan secara intensif terutama di wilayah rawan konflik.

 

2.      Kepada Kementerian Agama 

a.       Komunikasi dan dialog tokoh-tokoh agama dan ormas di Temanggung perlu didukung dan difasilitasi untuk mencari kesepahaman atas peristiwa yang terjadi agar bisa meredakan dan menyelesaikan akar persoalannya.

b.      Penelitian dan pengkajian lebih lanjut dan mendalam peristiwa kerusuhan di Temanggung ini perlu dilakukan untuk menyempurnakan analisis ini, sehingga diperoleh hasil pengkajian yang dapat memberi rekomendasi bagi penyelesaian konflik yang menjadi sebab dari kerusuhan Temanggung.

c.       Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan dan para penyuluh (baik penyuluh Islam maupun non-Islam) perlu diefektifkan bagi pembinaan kerukunan umat beragama di masyarakat dan pengawasan secara dini adanya potensi-potensi konflik, dan penyimpangan pemahaman agama yang menyimpang/sesat maupun mengarah pada penistaan atau penodaan agama yang memicu konflik.

d.      Koordinasi dengan ormas keagamaan dan FKUB untuk melakukan pembinaan kerukunan umat beragama di masyarakat perlu dilakukan pemerintah terutama Kementerian Agama.

e.       Pelatihan-pelatihan analisis konflik, mediasi konflik, resolusi konflik, dan sebagainya (peace making) dalam rangka membangun kader kerukunan perlu difasilitasi oleh Kementerian Agama.

 

3.      Kepada Tokoh-tokoh Agama dan Ormas Keagamaan

a.       Komunikasi dan dialog yang fair dan terbuka antar tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan di Temanggung penting untuk  menemukan satu pandangan yang utuh dari peristiwa Temanggung dalam konteks menjaga hubungan dan kerukunan antarumat beragama.

b.      Jejaring kerukunan umat beragama dan kader-kader kerukunan perlu dibentuk oleh para  tokoh agama dan ormas keagamaan .

c.       Sosialisasi tentang pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif dan toleran, serta sikap keberagamaan yang toleran dan saling menghormati  agama lain perlu dilakukan di masyarakat melalui tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan.

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia