Pelayanan Kementerian Agama Terhadap Penganut Khonghucu di KTI

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Makassar

Diunduh: 35x

Dilihat 321x

Editor: blamakassar

Abstrak:

Penelitian ini merupakan penelitian pelayanan kementerian agama terhadap penganut agama Khonghucu. Penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan aktualisasi penganut agama Khonghucu dan mengetahui pelayanan kementerian agama tersebut dilakukan di Kota Makassar, Kota Pare-pare, Kota Palopo, dan Kabupaten Bantaeng (Sulawesi Selatan), Kota Manado dan Kota Bitung (Sulawesi Utara), serta Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penggalian data melalui wawancara mendalam kepada pengurus MATAKIN/MAKIN serta pejabat kementerian agama terkait.

Lampiran Tidak Tersedia

EXECUTIVE SUMMARY

Penelitian Tentang:

PELAYANAN KEMENTERIAN AGAMA TERHADAP PENGANUT KHONGHUCU DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

 

PENDAHULUAN

Penelitian ini merupakan penelitian pelayanan kementerian agama terhadap penganut agama Khonghucu. Penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan aktualisasi penganut agama Khonghucu dan mengetahui pelayanan kementerian agama tersebut dilakukan di Kota Makassar, Kota Pare-pare, Kota Palopo, dan Kabupaten Bantaeng (Sulawesi Selatan), Kota Manado dan Kota Bitung (Sulawesi Utara), serta Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penggalian data melalui wawancara mendalam kepada pengurus MATAKIN/MAKIN serta pejabat kementerian agama terkait.

 

TEMUAN HASIL PENELITIAN

Pasca pengakuan kembali agama Khonghucu sebagai agama yang diakui di Indonesia melalui Kepres RI No 6 tahun 2000, eksistensi dan aktualisasi penganut agama Khonghucu tidak serta merta langsung tampak di permukaan. Dalam menelusuri eksistensi penganut agama Khonghucu secara formal terkendala oleh pendataan yang umumnya tidak mencantumkan eksistensi mereka pada statistic. Kalaupun secara statistic populasi mereka tercatat, namun akurasi data tersebut masih sangat diragukan. Di Sulawesi Utara (Manado dan Bitung), Kota Samarinda, dan Kota Makassar, penganut Khonghucu telah mengorganisir diri dalam wadah Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN). Eksistensi penganut Khonghucu di daerah tersebut tampak secara kolektif serta memiliki tempat peribadatan untuk berkumpul. Sedangkan untuk Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Pare-pare, Kota Palopo, dan Kabupaten Bantaeng eksistensi penganut Konghucu tampak secara individu-individu berupa pelaksanaan ibadah rutin ala Khonghucu secara perseorangan di rumah masing-masing. Ekspresi keagamaan mereka belum tampak di ranah public karena mereka belum memiliki rumah ibadah serta belum mengorganisir diri secara kolektif dalam MATAKIN.

Problem terbesar yang dialami oleh penganut Khonghucu adalah problem eksistensi. Secara administrative, masih banyak penganut agama Khonghucu yang secara formal masih tercatat sebagai penganut agama non-Khonghucu di kartu identitasnya. Problem eksistensial ini  mempengaruhi terpenuhinya hak-hak public (hak pendidikan dan pembinaan keagamaan serta pencatatan pernikahan) mereka untuk mendapatkan pelayanan dari lembaga Negara termasuk Kementerian Agama. Problem lain yang lebih spesifik, adanya perseteruan antara WALUBI dan MATAKIN dalam hal perebutan rumah ibadah (kasus Kaltim).

Pada umumnya pelayanan keagamaan yang diberikan oleh pihak Kementerian Agama terhadap penganut Khonghucu masih belum dilakukan secara optimal. Bahkan di beberapa tempat sama sekali tidak ada program pelayanan yang dilakukan oleh pihak kantor Kementerian Agama terhadap mereka. Di semua lokasi penelitian- kecuali Kota Manado belum tersedia penyuluh agama Khonghucu selaku representasi Kementerian Agama dalam melakukan pembinaan pemahaman dan pengamalan kepada penganut agama Khonghucu. Di semua lokasi penelitian juga belum menyediakan guru-guru agama Khonghucu yang melayani pendidikan agama bagi anak-anak penganut Khonghucu di sekolah-sekolah  baik negeri maupun swasta. Hal ini disebabkan belum adanya struktur dalam Kementerian Agama yang melayani penganut agama Khonghucu. Hal ini berimplikasi  pada tidak adanya anggaran khusus dalam DIPA Kementerian Agama untuk pelayanan penganut agama Khonghucu.

 

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil temuan, maka penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi terkait pelayanan Kementerian Agama terhadap penganut agama Khonghucu :

1.     Perlu kerjasama antara Kemenag setempat, Balitbang Agama, FKUB, akademisi, dan MATAKIN/MAKIN untuk melakukan penelitian survey sebagai upaya pendataan secara resmi warga Khonghucu di Kawasan Timur Indonesia.

2.     Perlunya segera dibentuk struktur kelembagaan pada Kementerian Agama dalam upaya menunjang pelayanan prima bagi umat Khonghucu di daerah.

3.     Perlunya rekruitmen tenaga penyulug, pendidik (guru agama), serta tenaga teknis yang memiliki kompetensi dan profesionalisme di kalangan penganut agama Khonghucu dalam rangka mewujudkan standar prosedur operasional dan standar pelayanan minimal terhadap penganut agama Khonghucu di jajaran Kementerian Agama.

4.        Kementerian Agama perlu melakukan sosialisasi aturan-aturan atau regulasi yang berkaitan dengan penganut agama Khonghucu.

 

Penelitian ini merupakan penelitian pelayanan kementerian agama terhadap penganut agama Khonghucu. Penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan aktualisasi penganut agama Khonghucu dan mengetahui pelayanan kementerian agama tersebut dilakukan di Kota Makassar, Kota Pare-pare, Kota Palopo, dan Kabupaten Bantaeng (Sulawesi Selatan), Kota Manado dan Kota Bitung (Sulawesi Utara), serta Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penggalian data melalui wawancara mendalam kepada pengurus MATAKIN/MAKIN serta pejabat kementerian agama terkait.

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia