Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota:
Publisher: BLA-Makassar
Diunduh: 16x
Dilihat 475x
Editor: blamakassar
Abstrak:
Pada dasarnya penelitian arkeologi Islam merupakan suatu upaya untuk mempelajari berbagai konsep, baik bangunan maupun hal-hal lain yang berkembang pada masa lalu. Penelitian tersebut dapat diterapkan pada berbagai jenis bangunan yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan manusia. Penelitian arkeologi Islam yang menitik beratkan perhatian pada makam tokoh agama (Islam) merupakan suatu upaya untuk memunculkan gambaran mengenai sejumlah hal yang berkaitan dengan makam tersebut, seperti jirat, nisan, cungkup, bahan, teknik pembuatan atau konstruksi, ragam hias, inskripsi, dan keadaan lingkungan makam. Penelitian arkeologi Islam (makam) ini bertujuan untuk mengetahui beberapa makam tokoh agama di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai penelitian arkeologi, penelitian ini menggambarkan tiga tingkatan dalam penelitian arkeologi mulai dari tahap observasi, deskripsi, hingga eksplanasi. Adapun teknik pengumpulan data, yaitu: Penjajagan, survei, wawancara, dan dokumentasi. Untuk mengungkapkan tipologi makam, dilakukan analisis morfologis, analisis teknologi, analisis stilistik, analisis kontekstual, dan analisis epigrafis. Informasi keberadaan makam tokoh agama diperoleh dari masyarakat, pemerintah, tokoh adat, tokoh pendidik, budayawan, dantokoh agama.
Executive Summary Penelitian Biografi Ulama/Tokoh Agama Islam di Kawasan Timur Indonesia Pendahuluan Ulama memiliki posisi penting dalam mengawal spiritualisme ummat lewat berbagai kebijakan yang harus selalu disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat. Peran terpenting ulama adalah sebagai “cultural brokers” yang mempertemukan antara energi budaya masyarakat dengan ajaran agama Islam, melalui penerjemahan pesan-pesan Ilahi yang dibingkai dengan konteks lokalitas untuk selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Mengingat perannya yang sangat urgen itu, maka penelusuran terkait peran dan fungsi ulama di masyarakat perlu dilakukan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penanaman nilai-nilai keberislaman yang peka kultur. Pengejewantahannya selanjutnya dieksplorasi dalam sebuah penulisan biografi ulama lokal yang mewakili karakteristik budaya di masing-masing daerah, kemudian dijabarkan dalam suatu penelitian dengan memusatkan penelusurannya pada beberapa daerah, yang mewakili keragaman kultur di Indonesia Timur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami peran dan fungsi ulama tersebut dalam menghadapi dan menyesuaikan diri dengan masyarakat lokal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif yang menghendaki penelusuran riwayat hidup ulama/tokoh agama Islam lokal dengan mereview pola-pola keagamaan yang diemban dengan menitikberatkan pada fungsi dan peran ulama tersebut sebagai panutan masyarakat setempat. Penelusuran eksistensi ulama/tokoh agama Islam selanjutnya dilakukan dengan melacak latar belakang keluarga, keistimewaan/qaramah yang dimiliki, pendidikan dan transfer ilmunya, serta pola dakwah yang diterapkan. Penelitian dilakukan di 10 Provinsi sekawasan timur Indonesia dengan memilih secara purposive seorang tokoh agama Islam (yang telah meninggal dunia) berdasarkan saran dan rekomendasi dari tokoh agama yang masih hidup serta arahan dari stakeholder seperti MUI, Kanwil Kementerian Agama, tokoh masyarakat, serta para pimpinan ormas Islam setempat. Dari beberapa masukan tersebut, dengan berbagai pertimbangan maka dalam penelitian ini dipilih 10 orang tokoh untuk selanjutnya ditulis dalam sebuah rangkaian biografi hidup, serta perannya dalam masyarakat. Tokoh tersebut adalah: KH. Sabraniti (Kalimantan Timur), Arsyad Maddapungan (Sulawesi Barat), KH. Baso Suamir (Sulawesi Tenggara), La Sadindi/Mangerante (Sulawesi Tengah), KH. Hasyim Arsyad (Sulawesi Utara), KH. Hamrin Kau (Gorontalo), Tuan Guru HM. Husain A. Kalam Tuasikal (Maluku), Habib Salim bin Musthafa Albaar (Maluku Utara), H. Abdul Muthalib Silehu, BA (Sorong Papua Barat), dan HM. Aipon Asso (Papua).
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kultur dan kondisi sosial masyarakat di masing-masing daerah sasaran penelitian, sangat mempengaruhi pola dakwah yang dilakukan oleh para ulama dalam mengajarkan, memperjuangkan, serta menanamkan nilai-nilai keberislaman di masyarakat. Penyesuaian dengan adat dan budaya masyarakat setempat menjadi point penting dalam merumuskan dan memilih jalur dakwah yang diterapkan oleh para ulama, sehingga melahirkan keberagaman sistem penyaluran ajaran agama Islam yang sangat ditentukan oleh kebutuhan masyarakat. Di Kalimantan Timur misalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh KH. Sabraniti, lebih menfokuskan dakwahnya dalam bentuk penanaman nilai-nilai ketauhidan dan Fiqih yang dirumuskan dalam tulisan-tulisannya. Sementara di jazirah Sulawesi dan Maluku, di mana Islam sudah menjadi bagian integral dalam masyarakat, lebih menonjolkan pola dakwah dalam bentuk pengembangan ilmu agama di bidang pendidikan seperti yang dilakukan oleh KH. Baso Suamir di Sulawesi Tenggara, KH. Hamri Kau di Gorontalo, Habib Salim bin Mustafha Albaar di Maluku Utara, KH. Hasyim Arsyad di Sulawesi Utara, Tuan Guru H. Muhammad Husain A. Kalam Tuasikal di Maluku, umumnya menfokuskan dakwahnya dalam bentuk penghidmatan kepada umat melalui pesantren dan madrasah, serta Arsyad Maddappungan di Sulawesi Barat yang menfokuskan dakwahnya di bidang penguasaan kitab kuning dari rumah ke rumah dalam bentuk sorogan. Hal berbeda dijumpai di Sulawesi Tengah dan Papua, di mana pola dakwah lebih mengutamakan penanaman nilai-nilai keberislaman dasar dan nilai perjuangan yang sangat menonjolkan karakter dan ketokohan sang ulama, sebagaimana yang dilakukan oleh H. Abdul Muthalib Silehu di Sorong Papua Barat menghadirkan kedamaian dengan kebijkasanaannya di tengah-tengah masyarakat, juga yang dilakukan oleh Lasadindi (Mangerante) dalam menginspirasi pergerakan sosial Islam masyarakat Kaili Sulawesi Tengah serta Aipon Asso, seorang kepala suku yang menginspirasi rakyatnya untuk ikut serta menganut agama Islam di daerah mayoritas Kristen di pegunungan tengah Papua, tepatnya di Desa Walesi. Faktor budaya dan kondisi sosial masyarakat juga mengisyaratkan terjadinya perbedaan pemaknaan terkait keulamaan, di mana kondisi alam dan geografis serta tingkat pemahaman keislaman yang berbeda di setiap daerah, juga dengan mempertimbangkan kebutuhan keberagamaan dalam masyarakat, membuat kriteria ulama menjadi sangat bergantung pada konteks sosial dimana ulama itu berada.
Rekomendasi 1. Dalam rangka mengapresiasi dan memberikan penghargaan terhadap peran dan fungsi Ulama di masing-masing daerah, maka perlu dilakukan publikasi biografi ulama lokal yang dikemas dalam satu buku/ensiklopedi ulama untuk dijadikan sebagai rujukan dalam pembelajaran keberislaman bagi masyarakat luas. 2. Pemerintah terkait hendaknya memberikan penghargaan kepada ulama lokal dengan mengabadikan nama-nama ulama tersebut sebagai nama sekolah/madrasah (pesantren), perguruan tinggi, nama jalan, atau dalam bentuk penamaan lainnya. 3. Mendirikan museum ulama Indonesia, sebagai wadah pengkajian dan pelestarian tradisi ulama di Indonesia. 4. Perlu adanya Penelitian lanjutan untuk melengkapi informasi dan kiprah ulama lokal lainnya di Indonesia, dalam usaha mengidentifikasi jaringan ulama nusantara. |
Pada dasarnya penelitian arkeologi Islam merupakan suatu upaya untuk mempelajari berbagai konsep, baik bangunan maupun hal-hal lain yang berkembang pada masa lalu. Penelitian tersebut dapat diterapkan pada berbagai jenis bangunan yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan manusia. Penelitian arkeologi Islam yang menitik beratkan perhatian pada makam tokoh agama (Islam) merupakan suatu upaya untuk memunculkan gambaran mengenai sejumlah hal yang berkaitan dengan makam tersebut, seperti jirat, nisan, cungkup, bahan, teknik pembuatan atau konstruksi, ragam hias, inskripsi, dan keadaan lingkungan makam. Penelitian arkeologi Islam (makam) ini bertujuan untuk mengetahui beberapa makam tokoh agama di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai penelitian arkeologi, penelitian ini menggambarkan tiga tingkatan dalam penelitian arkeologi mulai dari tahap observasi, deskripsi, hingga eksplanasi. Adapun teknik pengumpulan data, yaitu: Penjajagan, survei, wawancara, dan dokumentasi. Untuk mengungkapkan tipologi makam, dilakukan analisis morfologis, analisis teknologi, analisis stilistik, analisis kontekstual, dan analisis epigrafis. Informasi keberadaan makam tokoh agama diperoleh dari masyarakat, pemerintah, tokoh adat, tokoh pendidik, budayawan, dantokoh agama.