Sekalipun suatu daerah diindikasikan rawan konflik, namun bukan berarti di daerah tersebut tidak terdapat toleransi beragama, betapapun kecilnya bentuk toleransi yang terjadi. Bentuk-bentuk toleransi yang terjadi di daerah rawan konflik –terutama toleransi beragama- tersebut selanjutnya dapat ditingkatkan untuk penguatan kerukunan hidup beragama di kalangan masyarakat, sehingga relasi sosial umat beragama menjadi lebih kokoh. Dalam rangka itulah Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada Tahun 2015 mengadakan penelitian Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik.
Permasalahan pokok penelitian ini: “Bagaimana toleransi umat beragama di daerah rawan konflik terjadi”. Secara rinci, beberapa permasalahan yang diungkap meliputi:
1) Kasus-kasus konflik apa saja yang pernah terjadi di kalangan umat beragama dan apa saja faktor penyebabnya? 2) Bagaimana penerimaan umat beragama terhadap keragaman agama yang ada di daerahnya? 3) Apa saja bentuk-bentuk toleransi yang terjalin di kalangan umat beragama selama ini? 4) Faktor apa saja yang menjadi penyebab terbangunnya toleransi tersebut? 5) Upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan toleransi di kalangan umat beragama?
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, sedangkan bentuk penelitiannya studi kasus dengan jenis penelitian eksploratif. Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara, studi pustaka dan dokumentasi, serta pengamatan.
Wilayah-wilayah yang menjadi objek penelitian ini sebagian besar adalah wilayah yang dipandang pernah mengalami konflik kaitannya dengan isu keagamaan, yaitu Poso, Mataram, Temanggung, Kupang, Bogor, dan Bekasi. Dari keenam wilayah itu, ada yang konflik intra agama, yaitu Mataram (Ahmadiyah dan umat Islam lain), ada pula yang antar agama (Islam dan Kristen), misalnya Bekasi, Bogor, Temanggung, Kupang, dan Poso.
Sementara dua wilayah yang lain, yaitu Padang dan Klender Jakarta Selatan adalah dua wilayah yang masih masuk kategori potensi atau rawan konflik. Sebab sudah muncul riak-riak ketegangan yang terjadi antarumat beragama, dan jika tidak diwaspadai berpotensi membesar. Migrasi penduduk berpengaruh terhadap komposisi etnis dan agama, sehingga berpengaruh pula pada gesekan antar penduduk. Bekasi, Bogor, dan Klender Jakarta Selatan memiliki migrasi yang tinggi sehingga mudah dibenturkan, sekaligus mengikis budaya-budaya baik yang sudah ada. Sementara Poso, Mataram, Temanggung, Kupang, dan Padang sangat tergantung pada pemerintah sebagai pihak yang netral.
Dari temuan lapangan ini, diperoleh data sebagai berikut:
Berdasarkan hasil temuan kami sampaikan beberapa simpulan: