PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
DI DAERAH TERLUAR, TERDEPAN,
DAN TERTINGGAL (3T)
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
PENDAHULUAN
Ada kesenjangan yang begitu besar antara pendidikan agama yang ada di daerah perkotaan dan pedesaan, apalagi di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Salah satu dampaknya adalah mendorong peningkatan arus urbanisasi ke daerah perkotaan guna mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Kebijakan berkaitan dengan pentingnya penyelenggaraan pendidikan telah tertuang dalam Undang-Undasar Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menjelaskan bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 4 ayat 2 berbunyi; setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang peningkatan pendidikan di daerah pedesaan. serta Renstra Badan litbang dan Diklat Kementrian Agama tahun 2015 – 2019 tentang perluasan akses pendidikan agama.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada satuan pendidikan umum, yang berupaya untuk memotret pelaksanaan pendidikan agama di daerah 3T di Kawasan Timur Indonesia yang difokuskan pada standar pelayanan minimal di lima Provinsi yaitu Provinsi Maluku (Kabupaten Buru), Kalimantan Timur (Kabupaten Berau), Kalimantan Utara (Kabupaten Nunukan), Sulawesi Utara (Kabupaten Talaud), dan Papua Barat (Kabupaten Sorong).
TEMUAN
Pelaksanaan pendidikan agama di Provinsi Maluku (Kabupaten Buru) khususnya pendidikan agama Kristen belum berjalan secara maksimal karena tidak memiliki guru agama Kristen pada sekolah sasaran. Hanya dilakukan oleh pendidik yang seagama dengan peserta didik berdasarkan instruksi dan penunjukan oleh kepala sekolah, Dalam proses pembelajaran pendekatan dan metode yang dipakai masih bersifat konvensional, dengan menggunakan fasilitas kegiatan keagamaan yang serba kekurangan. Faktor pendukung pelaksanaan pendidikan agama meliputi; Kondisi sosial Masyarakat yang kondusif, keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat, kegiatan keagamaan di luar sekolah, peran Guru Garis Depan, dan dukungan masyarakat dan pemerintah. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi; Tidak tersedianya guru agama (Kristen), kurangnya sumber belajar, sarana dan prasarana pendukung, peran orang tua dalam pembinaan keagamaan masih rendah.
Pemenuhan pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan berdasarkan agama, di Kabupaten Talaud Provinsi Sulawesi Utara ditemukan bahwa walaupun masih memiliki keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran dan tenaga pengelola (guru) agama serta ruang pembelajaran. Begitupun halnya pada aspek wadah dalam pengembangan SDM dan karier serta kesejahteraan guru agama (PAK dan PAI) yang berstatus honorer. Kemudian, dalam pengangkatan dan penempatan belum selektif (tidak berdasar pada kebutuhan) satuan pendidikan.
Terdapat empat hal yang yang menjadi temuan di Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur, yang mendukung kompetensi guru dalam pembelajaran yang bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru di antaranya: (a) Guru agama harus mengenal peserta didik secara mendalam terutama karakter dan latarbelakang orang tua mereka dalam pendidikan agama dan keagamaan di keluarga; (b) Guru Agama diharapkan menguasai secara baik bidang studi pendidikan agama yang bersifat ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) Guru agama harus melaksanakan dengan penuh tanggungjawab penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara professional.
Pelaksanaan pendidikan agama di Kecamatan Klaomono Kabupaten Sorong diantaranya mata pelajaran agama Islam, Kristen dan Katolik, dengan menggunakan kurikulum KTSP dan K13 baik pada satuan pendidikan dasar maupun menengah. Proses pembelajaran pendidikan agama didasarkan pada standar proses pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan. Faktor pendukung. Pelaksanaan Pendidikan agama, didukung: 1) Adanya dana BOS penggunaannya dana disesuaikan dengan kebutuhan, 2) Motivasi dan semangat para pendidik yang terus berupaya agar peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, 3) Animo peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor penghambat, adalah: 1) kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan, 2) media pembelajaran (buku pegangan bagi guru, buku paket bagi peserta didik, dan alat belajar, dan 3) akses sekolah untuk memperoleh berbagai informasi, telepon maupun akses internet.
Dominan satuan pendidikan di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara di mana guru GGD ditugaskan tidak memiliki guru Pendidikan agama yang berstatus PNS. Namun proses pembelajaran pendidikan agama tetap berjalan meskipun diajar oleh guru yang tidak berkualifikasi dan tidak berkompetensi pendidikan agama. Peranan guru GGD dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan agama pun beragam. Dominan guru GGD tidak terlibat secara kurikuler dalam proses pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan di mana ditugaskan. Guru GGD hanya aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan di sekolah, seperti pembinaan karakter religius, peringatan hari besar agama, serta kompetisi pendidikan agama. Pendidikan agama sejatinya diajarkan oleh guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi pendidikan agama, termasuk di daerah lokasi SM-3T dan GGD ditugaskan. Dalam upaya itu, maka pelibatan sarjana/guru yang berlatar belakang disiplin ilmu kependidikan agama pada Program SM-3T dan Program GGD perlu dipertimbangkan pada angkatan berikutnya.
REKOMENDASI
Berdasarkan temuan penelitian, maka perlu direkomendasikan sebagai berikut:
...