EVALUASI BUKU BACAAN ROHIS SMA DI JATENG DAN DIY

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Semarang

Diunduh: 50x

Dilihat 447x

Editor: blasemarang

Abstrak:

Terdapat trend  yang semakin kompleks di kalangan remaja saat ini, mulai dari kenakalan remaja, tawuran, hingga semangat kegamaan yang cenderung mengarah pada radikalisme. Sikap radikal dalam beragama di kalangan remaja di antaranya disebabkan sistem pengajaran dalam ilmu keagamaan. Hal ini ditambah pula usia remaja identik dengan kondisi yang lebih mengedepankan emosi daripada penalaran, sehingga ketika pemahaman keagamaan diajarkan secara doktrinal dan bersentuhan dengan emosi, maka akan lebih mudah diterima sebagai pola kebenaran dalam beragama. Hal inilah yang mendorong pemahaman secara instant dalam beragama di kalangan remaja.

Lembaga pengajaran keagamaan di kalangan remaja yang berada di sekolah adalah  rohis,1   yang  lebih  concern  di  bidang  pengajaran  paham  keagamaan  sebagai upaya  pembentukan  manusia  seutuhnya,  yaiu  sehat  Jasmani  dan  Rohani.  Oleh karenanya  wilayah  kajian  rohis  pada keilmuan  Teologi,  Fikih,  dan kehiduan  sosial keagamaan, dalam rangka mewujudkan manusia yang beriman, bertakwa, dan berbudi pekerti luhur.

Murujuk pada beberapa hasil penelitian, hasil pengajaran keagamaan di rohis menciptakan sikap dan pola gerakan keagamaan di kalangan remaja Islam (baca; siswa/i

SMA muslim) lebih cenderung mengarah pada sikap intoleran dan radikal.2  Hal ini

 

 

1  Rohis merupakan bagian organisasi intra sekolah (OSIS) sebagai salah satu media pembinaan moral dan akhlak yang berwawasan islami. Visi rohis menghidupkan dakwah Islam yang kondusif, dan misinya memberikan pendidikan dan pelatihan keislaman dan organisasi serta optimalisasi program kerja dakwah. rohis memiliki peran penting sebagai bagian intergral upaya  pendidikan  sekolah.  rohis  tidak  menjai  sarana  ekslusifikasi beragama,  tetapi  tempat penyemaian semangat keislaman dan keindonesiaan, bukan ideologisasi Islam (Tolkhah dalam Wibowo, 2015: 18-19).

2  Terdapat beberapa hasil survei yang terkait dengan radikalisme di kalangan pelajar. Di  antaranya  yang  dilakukan  oleh  Lembaga  Kajian  Islam  dan  Perdamaian  (LaKIP)  pada

Oktober 2010 – Januari 2011. Hasil survei terhadap siswa di 100 sekolah menengah (SMP dan

SMA) di Jakarta menunjukkan bahwa hampir 50% pelajar mendukung cara-cara keras dalam menghadapi  masalah  moralitas  dan  konflik  keagamaan,  seperti  kemauan/setuju  penyegelan rumah ibadat agama lain. Beberapa penyebab pandangan keras siswa seperti ini di antaranya adalah kekecewaan siswa terhadap berbagai kondisi Nasional dan Internasional yang dianggap timpang, selain juga pengaruh dari media sosial (www.bbc.com/indonesia. Diakses pada 17

 

 

bebeda dengan dengan hasil pembelajaran keagamaan di Pondok Pesantren yang berada diwilayah RMI dan KOPONTREN yang mampu menciptakan paham keagamaan yang inklusive, toleran, Islam sebagai rahmatan lil alamin, dan Islam yang berkemajuan.

Fenomena rohis sebagai wadah yang mengajarkan Islam pada siswa sekolah tingkat  SMP  dan  SMA  cenderung  bersifat  instant.3   Hal  ini  dikarenakan  pelajaran Agama Islam memiliki porsi sedikit dibandingkan mata pelajaran lainnya. Di samping itu, keberadaan rohis bersifat opsional bagi siswa, sehingga angota rohis akan berusaha mengembangkan wilayah kajian intensifnya sesuai dengan jaringan lembaga maupun jaringan nalar intelektualnya.

Sikap radikal dan intoleran yang condong dimiliki aktivis rohis sebagai representasi anak muda akan terus berkembang, seiring dengan studi lanjut yang mereka

tempuh di perguruan tinggi umum.4  Dengan demikian, corak kebenaran yang mereka

 

 

Januari 2017). Hasil survei oleh lembaga yang sama, LaKIP, pada tahun yang sama pula yaitu akhir tahun 2010 di 10 wilayah Jabodetabek menyebutkan bahwa meskipun ada kecenderungan radikalisme di kalangan siswa sekolah menengah, tetapi tidak terkait dengan kegiatan rohis. Kesimpulan ini diperoleh dari data bahwa siswa yang mengikuti rohis tidak mencapai 30%, kebanyakan  rohis  berada  di  bawah  bimbingan  guru  agama,  dan  jumlah  pengajaran  agama kurang dari 24 jam dalam seminggu, sehingga kemungkinan mendapatkan susupan pengaruh dari luar kecil. Hasil survey ini merupakan generalisasi kuantitatif, yang barangkali belum dapat menggali data kualitatif mendalam terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan keagamaan siswa yang keras (m.tempo.co/read. Diakses pada 17 Januari 2017).

 

3 Pemahaman dan pengajaran secara instan bisa diukur dengan melihat beberapa genre bacaan aktivis rohis. Menurut Mahmudah Nur, aktivis rohis lebih suka membaca buku-buku bergenre  novel-novel  Islami  dan  seputar  perempuan  yang  mempunyai  bahasa  lebih  lugas, mudah dipahami dan komunikatif. Motivasi siswa dalam memilih bahan bacaan tersebut adalah karena dapat menunjang kegiatan ibadah mereka, baik wajib maupun sunnah, dan berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa sehari-sehari yang terjadi di lingkungan mereka. Ada beberapa aktivis yang suka dan gemar membaca buku-buku tentang pergerakan Islam, tetapi lebih kepada keingintahuan mereka dan rasa penasaran. Secara umum aktivis rohis menyukai bahan bacaan yang ringan-ringan, sesuai dengan jiwa remaja mereka dan memahami apa yang mereka mau. Lhat, Mahmudah Nur, Resepsi Aktivis Rohani Islam (rohis) Terhadap Bahan Bacaan Keagamaan Di SMAN 48 Jakarta Timur dan SMA Labschool Jakarta Timur, Analisa Journal of Social Science and Religion Volume 22 No. 01 June 2015, hlm. 97-108.

4 Dalam diskusi “Membedah Pola Gerakan Radikal di Indonesia” yang diadakan oleh

Lembaga  Ilmu  Pengetahuan  Indonesia  (LIPI)  pada  18  Februari  2016,  dinyatakan  bahwa kalangan  anak  muda  Indonesia  semakin  radikal  secara  ideologis  dan  tidak  toleran,  dan perguruan tinggi banyak dikuasai oleh kelompok Islam garis keras. Hal ini didukung pula dalam penelitian Anas Saidi (peneliti LIPI) pada tahun 2011 di lima universitas Indonesia UGM, UI, IPB, Unair, dan Undip bahwa terjadi peningkatan pemahaman fundamentalis keagamaan di kalangan mahasiswa di kampus-kampus umum. Islamisasi yang dilakukan anak muda berlangsung secara tertutup. Di antara sikap intoleran yang tampak adalah penolakan tafsir yang

 

 

yakini merupakan bentukan ideologi yang harus diperjuangkan secara terus menerus dan akan membentuk sebuah “model” pemikiran remaja Islam yang intoleran.5

Keberadaan  buku/bahan  bacaan  aktifis  rohis  memiliki  peran  yang  sangat strategis dalam membentuk sebuah wacara yang diproduksi secara berkesinambungan.6

Hal ini dikarenakan buku/bahan bacaan merupakan teks merepresentasikan keberadaan wacana/diskursus yang ditransferkan dari sumber kepada penerimanya. Buku bacaan yang ada di rohis memiliki relasi dengan corak ideologi yang diikuti, impian ideal

tentang   dunia   (utopia),   juga   meneguhkan   relasi   dengan   jaringan   yang   terkait.

 

 

 

 

 

berbeda dan pengkafiran  kelompok lain. Sementara hasil survei The Pew Research Center pada

2015 menyebutkan bahwa sekitar 4% atau 10 juta warga Indonesia mendukung ISIS yang sebagian besarnya merupakan anak-anak muda (www.uinjkt.ac.id. Diakses pada 17 Januari

2017).

5 Wahid Institute sepanjang Juli-Desember 2015 mengadakan survei kepada 500 siswa di 5 sekolah menengah negeri di Jabodetabek dengan menggunakan papan permainan Negeri

Kompak yang dibuat mirip permainan monopoli. Hasil yang menarik, ditemukan fakta indikasi

intoleran dalam sekolah negeri yang ‘khittah’-nya sebagai lumbung persemaian toleransi. Di antara temuannya semisal, dari 306 siswa, yang tidak setuju mengucapkan hari raya keagamaan orang lain seperti mengucapkan selamat natal 27%, ragu-ragu 28%. Siswa-siswi yang akan membalas tindakan perusakan rumah ibadah mereka sebanyak 15%, ragu-ragu 27%. Sementara mereka yang tak mau menjenguk teman beda agama yang sakit 3%, ragu-ragu 3%. Secara umum, pandangan kaum pelajar di sekolah negeri di Jabodetabek terbuka dan toleran, tetapi kecenderungan  intoleransi dan radikalisme  terus menguat (www.wahidinstitute.org.  Diakses pada 17 Januari 2017). Penelitian yang dilakukan aktivis sosial keagamaan Farcha Ciciek di tujuh   kota   (Jember,   Padang,   Jakarta,   Pandeglang,   Cianjur,   Cilacap,   dan   Yogyakarta) menyajikan trend serupa. Para guru agama Islam dan murid-muridnya kurang toleran dengan perbedaan dan cenderung mendukung ideologi kekerasan. Disebutkan, 13% siswa di tujuh kota itu  mendukung  gerakan  radikal  dan  14%    setuju  dengan  aksi  terorisme  Imam  Samudra. Beberapa pelaku terorisme yang berhasil ditangkap aparat merupakan pelajar di bangku sekolah umum (www.wahidinstitute.org. Diakses pada 17 Januari 2017).

6  Contoh Buku bacaan aktifis rohis SMA Negeri 3 Medan sebagai berikut : Udah putusin aja, karya Felix Y. Siauw, penerbit Mizania, Yuk Berhijab; Hijab tanpa nanti, taat tapi

nanti, karya Felix Y. Siauw, penerbit Mizania, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, karya Hartono

Ahmad Jaiz, penerbit Pustaka al-Kautsar, Ada apa setelah mati, karya Husain bin Audah Al- Awayisyah, penerbit Darus Sunnah , Kebangkitan Freemason dan Zionis di Indonesia; Di balik kerusakan agama-agama,  karya Herry Nurdi, penerbit Cakrawala Publishing, Malcom X: Anak pendeta yang menginspirasi jutaan orang menemukan Islam, karya Riswan Permadi, penerbit Kamea  Pustaka  ,Kisah  Teladan  Wanita  Ahli Surga,  karya  Dr.  Musthofa  Murad,  penerbit Mizania, 10 Orang Dijamin Ke Surga, karya Abdullah Ahmad Aasyuur, penerbit Gema Insan Press, Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam, karya Dr. Fathi Yakan, penerbit Al-I`tishom Cahaya Umat, Majalah Risalah, Majalah Sabili, Majalah al-Hidayah. Lihat : https://zulkarnainyani.wordpress.com/2013/12/27/pengurus-rohis-dan-bahan-bacaan-

keagamaan-studi-kasus-di-sma-negeri-3-dan-4-kota-medan/.

 

 

Buku/bahan bacaan juga mencerminkan adanya corak dan genealogi pemikiran yang berkembang di kalangan rohis.

Oleh karena itu, peneltian ini menganalisa corak intoleransi dalam bacaan rohis sebagai starting point untuk menganalisa bentukan nalar intoleransi dalam pemahaman keagamaan  yang mengarah  ke paham  radikal.  Keberadaan bacaan dan  buku  kajian merupakan teks yang sudah mendapatkan “tempat” dalam komunitas rohis. Bahan bacaan itu sudah menjadi corak diskursus yang didisiplinkan dalam bentuk jejaring intelektual maupun lembaga yang kemudian direpresentasikan dalam bentuk gerakan dan tema-tema diskusi di komunitas rohis.

Rohis di SMA wilayah Jawa Tengah dan DIY dipilih sebagai lokasi penilitian dikarenakan kedua Provinsi ini memiliki kultur yang beragam (multikultural). Di dalamnya juga terdapat lembaga-lembaga dakwah dari yang moderat hingga beraliran keras. Oleh karenanya, Jawa Tengah dan DIY merupakan tempat yang merepresentasikan kemajemukan sekaligus memiliki potensi konflik, terutama dalam hal pemahaman dan sentimen keagamaan.

 

Terdapat trend  yang semakin kompleks di kalangan remaja saat ini, mulai dari kenakalan remaja, tawuran, hingga semangat kegamaan yang cenderung mengarah pada radikalisme. Sikap radikal dalam beragama di kalangan remaja di antaranya disebabkan sistem pengajaran dalam ilmu keagamaan. Hal ini ditambah pula usia remaja identik dengan kondisi yang lebih mengedepankan emosi daripada penalaran, sehingga ketika pemahaman keagamaan diajarkan secara doktrinal dan bersentuhan dengan emosi, maka akan lebih mudah diterima sebagai pola kebenaran dalam beragama. Hal inilah yang mendorong pemahaman secara instant dalam beragama di kalangan remaja.

Lembaga pengajaran keagamaan di kalangan remaja yang berada di sekolah adalah  rohis,1   yang  lebih  concern  di  bidang  pengajaran  paham  keagamaan  sebagai upaya  pembentukan  manusia  seutuhnya,  yaiu  sehat  Jasmani  dan  Rohani.  Oleh karenanya  wilayah  kajian  rohis  pada keilmuan  Teologi,  Fikih,  dan kehiduan  sosial keagamaan, dalam rangka mewujudkan manusia yang beriman, bertakwa, dan berbudi pekerti luhur.

Murujuk pada beberapa hasil penelitian, hasil pengajaran keagamaan di rohis menciptakan sikap dan pola gerakan keagamaan di kalangan remaja Islam (baca; siswa/i

SMA muslim) lebih cenderung mengarah pada sikap intoleran dan radikal.2  Hal ini

 

 

1  Rohis merupakan bagian organisasi intra sekolah (OSIS) sebagai salah satu media pembinaan moral dan akhlak yang berwawasan islami. Visi rohis menghidupkan dakwah Islam yang kondusif, dan misinya memberikan pendidikan dan pelatihan keislaman dan organisasi serta optimalisasi program kerja dakwah. rohis memiliki peran penting sebagai bagian intergral upaya  pendidikan  sekolah.  rohis  tidak  menjai  sarana  ekslusifikasi beragama,  tetapi  tempat penyemaian semangat keislaman dan keindonesiaan, bukan ideologisasi Islam (Tolkhah dalam Wibowo, 2015: 18-19).

2  Terdapat beberapa hasil survei yang terkait dengan radikalisme di kalangan pelajar. Di  antaranya  yang  dilakukan  oleh  Lembaga  Kajian  Islam  dan  Perdamaian  (LaKIP)  pada

Oktober 2010 – Januari 2011. Hasil survei terhadap siswa di 100 sekolah menengah (SMP dan

SMA) di Jakarta menunjukkan bahwa hampir 50% pelajar mendukung cara-cara keras dalam menghadapi  masalah  moralitas  dan  konflik  keagamaan,  seperti  kemauan/setuju  penyegelan rumah ibadat agama lain. Beberapa penyebab pandangan keras siswa seperti ini di antaranya adalah kekecewaan siswa terhadap berbagai kondisi Nasional dan Internasional yang dianggap timpang, selain juga pengaruh dari media sosial (www.bbc.com/indonesia. Diakses pada 17

 

 

bebeda dengan dengan hasil pembelajaran keagamaan di Pondok Pesantren yang berada diwilayah RMI dan KOPONTREN yang mampu menciptakan paham keagamaan yang inklusive, toleran, Islam sebagai rahmatan lil alamin, dan Islam yang berkemajuan.

Fenomena rohis sebagai wadah yang mengajarkan Islam pada siswa sekolah tingkat  SMP  dan  SMA  cenderung  bersifat  instant.3   Hal  ini  dikarenakan  pelajaran Agama Islam memiliki porsi sedikit dibandingkan mata pelajaran lainnya. Di samping itu, keberadaan rohis bersifat opsional bagi siswa, sehingga angota rohis akan berusaha mengembangkan wilayah kajian intensifnya sesuai dengan jaringan lembaga maupun jaringan nalar intelektualnya.

Sikap radikal dan intoleran yang condong dimiliki aktivis rohis sebagai representasi anak muda akan terus berkembang, seiring dengan studi lanjut yang mereka

tempuh di perguruan tinggi umum.4  Dengan demikian, corak kebenaran yang mereka

 

 

Januari 2017). Hasil survei oleh lembaga yang sama, LaKIP, pada tahun yang sama pula yaitu akhir tahun 2010 di 10 wilayah Jabodetabek menyebutkan bahwa meskipun ada kecenderungan radikalisme di kalangan siswa sekolah menengah, tetapi tidak terkait dengan kegiatan rohis. Kesimpulan ini diperoleh dari data bahwa siswa yang mengikuti rohis tidak mencapai 30%, kebanyakan  rohis  berada  di  bawah  bimbingan  guru  agama,  dan  jumlah  pengajaran  agama kurang dari 24 jam dalam seminggu, sehingga kemungkinan mendapatkan susupan pengaruh dari luar kecil. Hasil survey ini merupakan generalisasi kuantitatif, yang barangkali belum dapat menggali data kualitatif mendalam terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan keagamaan siswa yang keras (m.tempo.co/read. Diakses pada 17 Januari 2017).

 

3 Pemahaman dan pengajaran secara instan bisa diukur dengan melihat beberapa genre bacaan aktivis rohis. Menurut Mahmudah Nur, aktivis rohis lebih suka membaca buku-buku bergenre  novel-novel  Islami  dan  seputar  perempuan  yang  mempunyai  bahasa  lebih  lugas, mudah dipahami dan komunikatif. Motivasi siswa dalam memilih bahan bacaan tersebut adalah karena dapat menunjang kegiatan ibadah mereka, baik wajib maupun sunnah, dan berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa sehari-sehari yang terjadi di lingkungan mereka. Ada beberapa aktivis yang suka dan gemar membaca buku-buku tentang pergerakan Islam, tetapi lebih kepada keingintahuan mereka dan rasa penasaran. Secara umum aktivis rohis menyukai bahan bacaan yang ringan-ringan, sesuai dengan jiwa remaja mereka dan memahami apa yang mereka mau. Lhat, Mahmudah Nur, Resepsi Aktivis Rohani Islam (rohis) Terhadap Bahan Bacaan Keagamaan Di SMAN 48 Jakarta Timur dan SMA Labschool Jakarta Timur, Analisa Journal of Social Science and Religion Volume 22 No. 01 June 2015, hlm. 97-108.

4 Dalam diskusi “Membedah Pola Gerakan Radikal di Indonesia” yang diadakan oleh

Lembaga  Ilmu  Pengetahuan  Indonesia  (LIPI)  pada  18  Februari  2016,  dinyatakan  bahwa kalangan  anak  muda  Indonesia  semakin  radikal  secara  ideologis  dan  tidak  toleran,  dan perguruan tinggi banyak dikuasai oleh kelompok Islam garis keras. Hal ini didukung pula dalam penelitian Anas Saidi (peneliti LIPI) pada tahun 2011 di lima universitas Indonesia UGM, UI, IPB, Unair, dan Undip bahwa terjadi peningkatan pemahaman fundamentalis keagamaan di kalangan mahasiswa di kampus-kampus umum. Islamisasi yang dilakukan anak muda berlangsung secara tertutup. Di antara sikap intoleran yang tampak adalah penolakan tafsir yang

 

 

yakini merupakan bentukan ideologi yang harus diperjuangkan secara terus menerus dan akan membentuk sebuah “model” pemikiran remaja Islam yang intoleran.5

Keberadaan  buku/bahan  bacaan  aktifis  rohis  memiliki  peran  yang  sangat strategis dalam membentuk sebuah wacara yang diproduksi secara berkesinambungan.6

Hal ini dikarenakan buku/bahan bacaan merupakan teks merepresentasikan keberadaan wacana/diskursus yang ditransferkan dari sumber kepada penerimanya. Buku bacaan yang ada di rohis memiliki relasi dengan corak ideologi yang diikuti, impian ideal

tentang   dunia   (utopia),   juga   meneguhkan   relasi   dengan   jaringan   yang   terkait.

 

 

 

 

 

berbeda dan pengkafiran  kelompok lain. Sementara hasil survei The Pew Research Center pada

2015 menyebutkan bahwa sekitar 4% atau 10 juta warga Indonesia mendukung ISIS yang sebagian besarnya merupakan anak-anak muda (www.uinjkt.ac.id. Diakses pada 17 Januari

2017).

5 Wahid Institute sepanjang Juli-Desember 2015 mengadakan survei kepada 500 siswa di 5 sekolah menengah negeri di Jabodetabek dengan menggunakan papan permainan Negeri

Kompak yang dibuat mirip permainan monopoli. Hasil yang menarik, ditemukan fakta indikasi

intoleran dalam sekolah negeri yang ‘khittah’-nya sebagai lumbung persemaian toleransi. Di antara temuannya semisal, dari 306 siswa, yang tidak setuju mengucapkan hari raya keagamaan orang lain seperti mengucapkan selamat natal 27%, ragu-ragu 28%. Siswa-siswi yang akan membalas tindakan perusakan rumah ibadah mereka sebanyak 15%, ragu-ragu 27%. Sementara mereka yang tak mau menjenguk teman beda agama yang sakit 3%, ragu-ragu 3%. Secara umum, pandangan kaum pelajar di sekolah negeri di Jabodetabek terbuka dan toleran, tetapi kecenderungan  intoleransi dan radikalisme  terus menguat (www.wahidinstitute.org.  Diakses pada 17 Januari 2017). Penelitian yang dilakukan aktivis sosial keagamaan Farcha Ciciek di tujuh   kota   (Jember,   Padang,   Jakarta,   Pandeglang,   Cianjur,   Cilacap,   dan   Yogyakarta) menyajikan trend serupa. Para guru agama Islam dan murid-muridnya kurang toleran dengan perbedaan dan cenderung mendukung ideologi kekerasan. Disebutkan, 13% siswa di tujuh kota itu  mendukung  gerakan  radikal  dan  14%    setuju  dengan  aksi  terorisme  Imam  Samudra. Beberapa pelaku terorisme yang berhasil ditangkap aparat merupakan pelajar di bangku sekolah umum (www.wahidinstitute.org. Diakses pada 17 Januari 2017).

6  Contoh Buku bacaan aktifis rohis SMA Negeri 3 Medan sebagai berikut : Udah putusin aja, karya Felix Y. Siauw, penerbit Mizania, Yuk Berhijab; Hijab tanpa nanti, taat tapi

nanti, karya Felix Y. Siauw, penerbit Mizania, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, karya Hartono

Ahmad Jaiz, penerbit Pustaka al-Kautsar, Ada apa setelah mati, karya Husain bin Audah Al- Awayisyah, penerbit Darus Sunnah , Kebangkitan Freemason dan Zionis di Indonesia; Di balik kerusakan agama-agama,  karya Herry Nurdi, penerbit Cakrawala Publishing, Malcom X: Anak pendeta yang menginspirasi jutaan orang menemukan Islam, karya Riswan Permadi, penerbit Kamea  Pustaka  ,Kisah  Teladan  Wanita  Ahli Surga,  karya  Dr.  Musthofa  Murad,  penerbit Mizania, 10 Orang Dijamin Ke Surga, karya Abdullah Ahmad Aasyuur, penerbit Gema Insan Press, Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam, karya Dr. Fathi Yakan, penerbit Al-I`tishom Cahaya Umat, Majalah Risalah, Majalah Sabili, Majalah al-Hidayah. Lihat : https://zulkarnainyani.wordpress.com/2013/12/27/pengurus-rohis-dan-bahan-bacaan-

keagamaan-studi-kasus-di-sma-negeri-3-dan-4-kota-medan/.

 

 

Buku/bahan bacaan juga mencerminkan adanya corak dan genealogi pemikiran yang berkembang di kalangan rohis.

Oleh karena itu, peneltian ini menganalisa corak intoleransi dalam bacaan rohis sebagai starting point untuk menganalisa bentukan nalar intoleransi dalam pemahaman keagamaan  yang mengarah  ke paham  radikal.  Keberadaan bacaan dan  buku  kajian merupakan teks yang sudah mendapatkan “tempat” dalam komunitas rohis. Bahan bacaan itu sudah menjadi corak diskursus yang didisiplinkan dalam bentuk jejaring intelektual maupun lembaga yang kemudian direpresentasikan dalam bentuk gerakan dan tema-tema diskusi di komunitas rohis.

Rohis di SMA wilayah Jawa Tengah dan DIY dipilih sebagai lokasi penilitian dikarenakan kedua Provinsi ini memiliki kultur yang beragam (multikultural). Di dalamnya juga terdapat lembaga-lembaga dakwah dari yang moderat hingga beraliran keras. Oleh karenanya, Jawa Tengah dan DIY merupakan tempat yang merepresentasikan kemajemukan sekaligus memiliki potensi konflik, terutama dalam hal pemahaman dan sentimen keagamaan.

 

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia