AGAMA DAN KEARIFAN LOKAL Upaya Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis Komunitas Budaya Lokal Di Argosari, Lumajang

Ketua Penelitian :

Kategori: Bahan Kebijakan

Anggota:

Publisher: BLA-Semarang

Diunduh: 28x

Dilihat 371x

Editor: blasemarang

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang potensial dan fungsional dalam pembinan kerukunan umat beragama berbasis komunitas lokal di Argosari, Lumajang, Jawa Timur. Dalam penelitian, pendekatan yang digunakan adalah mixed methods, yakni suatu pendekatan yang merupakan kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memperkuat kesahihan temuan-temuan penelitian, sehingga teknik pengumpulan data kuantitaif menggunakan questioner, dan hasil temuannya ditindak lanjuti dengan pengumpulan data observasi dan wawancara mendalam. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan-bahan kajian teoritik bagi masyarakat umum, khususnya terkait dengan gambaran kehidupan keagamaan di Indonesia dan nilai-nilai kearifan lokal dalam komunitas  budaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kkerukunan umat beragama di daerah ini tergolong sangat baik. Hal ini didukung oleh nilai-nilai kearifan lokal yang masih berkembang cukup kuat, baik yang berbentuk tradisi-tradisi ataupun ungkapan-ungkapan sesanti atau wewarah. Tradisi-tradisi yang berkembang meliputi sayan, nglawuh, anjangsana, dan andon mangan, turon atau mupu. Tradisi semacam ini adakalanya dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan upacara ritual, seperti “Karo”, “Unan-Unan”, dan “Idul Fitri”. Namun, adakalanya dilakukan oleh masyarakat berkaitan hajat keluarga, seperti mantenan, sunatan, mendirikan rumah, dan atau nglayat.

Tradisi-tradisi semacam ini dapat menciptakan hubungan saling menghormati, saling membantu, dan toleransi antar sesama. Ketika terjadi upacara ritual keagamaan tersebut, mereka saling memberikan penghormatan dan sekaligus menjalin rasa persaudaraan. Kehidupan semacam ini tentu didasari oleh nilai-nilai luhur agar saling menyayangi dan menghormati antar sesama umat manusia. Nilai-nilai luhur tersebut terlihat dalam sesanti panca setya, yakni setya budaya (taat dan hormat kepada adat), setya wacana (kata harus sesuai dengan perbuatan), setya semaya (selalu menepati janji), setya mitra (selalu membangun kesetiakawanan). setya laksana (bertanggungjawab terhadap tugas). Nilai-nilai tradisi semacam ini dapat menimbulkan kebersamaan sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, dan damai. 

Meskipun demikian, ketegangan atau konflik antar umat beragama pernah terjadi di daerah ini, tetapi hal itu dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah karena masyarakat senantiasa mengedepankan musyawarah. Prinsip-prinsip musyawarah ini berlandaskan pada wewarah (petuah) para sesepuh terdahulu, yang dikenal dengan “welas asih pepitu” ( tujuh ajaran cinta kasih) dan ketaatan terhadap guru/pemimpin, yang dikenal dengan “bhekti marang guru papat” (taat kepada guru empat). Lebih dari itu, penyelesaian konflik yang sangat dominan di daerah ini adalah faktor etnisitas atau kesukuan, karena semuanya memiliki kesadaran yang sama sebagai umat saketurunan, yakni sama-sama keturunan orang suku Tengger. Karena itu, mereka dengan mudah didamaikan untuk menuju kebersamaan dan kerukunan.

Kata kunci :  Agama   -   kearifan lokal   -   komunitas budaya   -      kerukunan

Lampiran Tidak Tersedia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang potensial dan fungsional dalam pembinan kerukunan umat beragama berbasis komunitas lokal di Argosari, Lumajang, Jawa Timur. Dalam penelitian, pendekatan yang digunakan adalah mixed methods, yakni suatu pendekatan yang merupakan kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memperkuat kesahihan temuan-temuan penelitian, sehingga teknik pengumpulan data kuantitaif menggunakan questioner, dan hasil temuannya ditindak lanjuti dengan pengumpulan data observasi dan wawancara mendalam. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan-bahan kajian teoritik bagi masyarakat umum, khususnya terkait dengan gambaran kehidupan keagamaan di Indonesia dan nilai-nilai kearifan lokal dalam komunitas  budaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kkerukunan umat beragama di daerah ini tergolong sangat baik. Hal ini didukung oleh nilai-nilai kearifan lokal yang masih berkembang cukup kuat, baik yang berbentuk tradisi-tradisi ataupun ungkapan-ungkapan sesanti atau wewarah. Tradisi-tradisi yang berkembang meliputi sayan, nglawuh, anjangsana, dan andon mangan, turon atau mupu. Tradisi semacam ini adakalanya dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan upacara ritual, seperti “Karo”, “Unan-Unan”, dan “Idul Fitri”. Namun, adakalanya dilakukan oleh masyarakat berkaitan hajat keluarga, seperti mantenan, sunatan, mendirikan rumah, dan atau nglayat.

Tradisi-tradisi semacam ini dapat menciptakan hubungan saling menghormati, saling membantu, dan toleransi antar sesama. Ketika terjadi upacara ritual keagamaan tersebut, mereka saling memberikan penghormatan dan sekaligus menjalin rasa persaudaraan. Kehidupan semacam ini tentu didasari oleh nilai-nilai luhur agar saling menyayangi dan menghormati antar sesama umat manusia. Nilai-nilai luhur tersebut terlihat dalam sesanti panca setya, yakni setya budaya (taat dan hormat kepada adat), setya wacana (kata harus sesuai dengan perbuatan), setya semaya (selalu menepati janji), setya mitra (selalu membangun kesetiakawanan). setya laksana (bertanggungjawab terhadap tugas). Nilai-nilai tradisi semacam ini dapat menimbulkan kebersamaan sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, dan damai. 

Meskipun demikian, ketegangan atau konflik antar umat beragama pernah terjadi di daerah ini, tetapi hal itu dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah karena masyarakat senantiasa mengedepankan musyawarah. Prinsip-prinsip musyawarah ini berlandaskan pada wewarah (petuah) para sesepuh terdahulu, yang dikenal dengan “welas asih pepitu” ( tujuh ajaran cinta kasih) dan ketaatan terhadap guru/pemimpin, yang dikenal dengan “bhekti marang guru papat” (taat kepada guru empat). Lebih dari itu, penyelesaian konflik yang sangat dominan di daerah ini adalah faktor etnisitas atau kesukuan, karena semuanya memiliki kesadaran yang sama sebagai umat saketurunan, yakni sama-sama keturunan orang suku Tengger. Karena itu, mereka dengan mudah didamaikan untuk menuju kebersamaan dan kerukunan.

Kata kunci :  Agama   -   kearifan lokal   -   komunitas budaya   -      kerukunan

Lampiran Tidak Tersedia

Lampiran Tidak Tersedia