Kategori: Isu Aktual
Anggota:
Publisher: PuslitbangBALK
Diunduh: 97x
Dilihat 723x
Editor: SekretariatBLD
Abstrak:
Perkembangan industri wisata berdasarkan prinsip syariah saat ini mulai menarik perhatian para wisatawan Muslim di berbagai kawasan, sehingga perlu dikelola secara sungguh-sungguh dan profesional. Oleh karena itu dengan mencermati fenomena yang terus berkembang saat ini, baik di tingkat lokal maupun global, yang menjadikan distinasi halal tourism sebagai alternatif baru oleh komunitas Muslim untuk berwisata sehingga perlu digali landasan yuridisnya dalam perspektif Islam. Dalam hukum Islam dikenal beberapa metode untuk melakukan ijtihad, baik yang dilakukan secara individual maupun kolektif sebagaimana yang dilakukan oleh DSN-MUI. Di antara metode dimaksud adalah ijmak, qiyas, istidal, al-masalih al-mursalah (maslahat mursalah), istihsan, istishab, dan ‘urf. Jika sekiranya ke depan, wisata halal yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan Muslim agar tidak hanya mengunjungi wisata konvensional, maka dengan demikian, dasar pertimbangannya adalah untuk menciptakan kemaslahatan.
Wisata halal merupakan perkembangan yang tidak dapat dinafikan. Bisnis baru ini mempunyai patokan sebagaimana dikemukakan oleh DSN-MUI dengan berprinsip pada ketentuan United Nation. wisatawan dalam pariwisata halal, tidaklah dibatasi oleh faktor perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Jika terjadi pembatasan, tentu saja kontraproduksi atau bertentangan dengan watak dasar ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh kehidupan di dunia. Bukankah industri wisata halal merupakan ekspresi ajaran rahmathan lil ‘alamin itu, sekaligus merupakan wahana melakukan silaturrahim antarmanusia yang berbeda dalam berbagai aspek.
Kata Kunci: wisata halal, budaya lokal, Labuan Bajo
Perkembangan industri wisata berdasarkan prinsip syariah saat ini mulai menarik perhatian para wisatawan Muslim di berbagai kawasan, sehingga perlu dikelola secara sungguh-sungguh dan profesional. Oleh karena itu dengan mencermati fenomena yang terus berkembang saat ini, baik di tingkat lokal maupun global, yang menjadikan distinasi halal tourism sebagai alternatif baru oleh komunitas Muslim untuk berwisata sehingga perlu digali landasan yuridisnya dalam perspektif Islam. Dalam hukum Islam dikenal beberapa metode untuk melakukan ijtihad, baik yang dilakukan secara individual maupun kolektif sebagaimana yang dilakukan oleh DSN-MUI. Di antara metode dimaksud adalah ijmak, qiyas, istidal, al-masalih al-mursalah (maslahat mursalah), istihsan, istishab, dan ‘urf. Jika sekiranya ke depan, wisata halal yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan Muslim agar tidak hanya mengunjungi wisata konvensional, maka dengan demikian, dasar pertimbangannya adalah untuk menciptakan kemaslahatan.
Wisata halal merupakan perkembangan yang tidak dapat dinafikan. Bisnis baru ini mempunyai patokan sebagaimana dikemukakan oleh DSN-MUI dengan berprinsip pada ketentuan United Nation. wisatawan dalam pariwisata halal, tidaklah dibatasi oleh faktor perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Jika terjadi pembatasan, tentu saja kontraproduksi atau bertentangan dengan watak dasar ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh kehidupan di dunia. Bukankah industri wisata halal merupakan ekspresi ajaran rahmathan lil ‘alamin itu, sekaligus merupakan wahana melakukan silaturrahim antarmanusia yang berbeda dalam berbagai aspek.
Kata Kunci: wisata halal, budaya lokal, Labuan Bajo