Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota: Arnis RachmadhaniH. Dahlan ARH. Joko Tri HaryantoLilam Kadarin NuriyantoHj. Marmiati MawardiMustolehudinH. Romzan FauziRosidinSetyo Boedi Oetomo
Publisher: BLA-Semarang
Diunduh: 78x
Dilihat 472x
Editor: blasemarang
Abstrak:
Terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan bimbingan manasik haji, terutama pemahaman calon jemaah terhadap tatacara ibadah haji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanan bimbingan manasik haji dan kemandirian jemaah serta pandangan tokoh agama terhadap pelaksanaan manasik haji yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama di Kabupaten/Kota di tiga provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. KUA Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yakni suatu pendekatan penelitian yang dimaksudkan untuk menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan-bahan kajian teoritik bagi masyarakat umum, khususnya terkait dengan kebijakan mengenai penyelenggaraan ibadah haji, terutama Pelaksanaan Pembimbingan Manasik Haji di KUA.
Hasil penelitian tentang implementasi kebijakan pelayanan BMH oleh Kankemenag-KUA di sepuluh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat oleh tim peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang tahun 2015 menunjukkan bahwa dampak BMH yang dilaksanakan oleh Kankemenag-KUA belum efektif dan belum memberikan dampak signifikan dalam membangun kemandirian calon jemaah haji disebabkan: a) waktu penyelenggaraan yang terlalu singkat (kurang lama), mendekati waktu keberangkatan calon jemaah haji (CJH) ke tanah suci, dan pelaksanaan pada hari kerja sehingga kehadiran peserta rendah; b) materi bimbingan kurang memberi pengalaman praktek manasik dan perjalanan, dan kurang menyentuh kebutuhan jemaah perempuan, ada materi yang overlapping antara materi di Kankemenag dengan di KUA; c) metode bimbingan, media, dan sarana bimbingan yang digunakan kurang efektif; d) belum semua instruktur atau narasumber menguasai metode pembimbingan yang efektif dan penguasaan materi yang termutakhirkan; dan e) bahan ajar berupa buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah, dan buku Doa dan Dzikir Haji dan Umrah serta video tutorial tentang bimbingan ibadah haji dari Kementerian Agama terlambat diterima oleh calon jemaah haji.
Kegiatan BMH kurang maksimal juga disebabkan pencairan anggaran kegiatan BMH terlalu dekat dengan waktu keberangkatan jemaah haji ke tanah suci. Besaran biaya BMH Rp30.000,- per jemaah yang diterapkan secara nasional kurang mempertimbangkan perbedaan kewajaran harga antarwilayah, sehingga untuk wilayah luar Jawa terutama Indonesia bagian timur biaya tersebut sangat minim.
Persebaran Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) tidak merata, di Jawa Timur banyak terdapat KBIH, tetapi di NTB dan Kalimantan Selatan hanya sedikit KBIH, itu pun terbatas di wilayah kota. Pada wilayah di mana tidak terdapat KBIH, maka BMH yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama menjadi sangat penting dan dibutuhkan oleh calon jemaah haji. BMH dari Kementerian Agama juga masih dibutuhkan oleh jemaah haji ‘madiri’ yang tidak ikut dalam program KBIH. Calon jemaah haji ‘mandiri’ (tidak ikut di KBIH) juga berupaya mendapatkan pengetahuan dan bimbingan manasik haji melalui kelompok-kelompok bimbingan ibadah haji amatir (tidak berbadan hukum sebagi KBIH) maupun kepada tokoh-tokoh agama (kyai, ustadz, Tuan Guru) di lingkungan mereka. Adapun BMH melalui tokoh-tokoh agama umumnya hanya berkisar pada materi bimbingan ibadah haji-umroh saja.
Sementara itu, di daerah dengan jumlah KBIH banyak maka kegiatan BMH dari Kemenag menjadi tersubordinasi oleh kegiatan BMH dari KBIH karena jemaah haji menganggap BMH Kankemenag-KUA sebagai pelangkap untuk memperkuat pemahaman yang telah diperoleh dari KBIH. KBIH dalam pandangan calon jemaah haji umumnya memiliki kurun waktu penyelenggaraan bimbingan manasik haji yang relatif panjang (delapan – sembilan bulan sebelum berangkat haji), narasumber yang kompeten, dan metode yang lebih efektif, yang meliputi bimbingan manasik atau ibadah haji dan bimbingan perjalanan haji.
Kata kunci: manasik haji, manajemen, kemandirian, respon jemaah.
Terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan bimbingan manasik haji, terutama pemahaman calon jemaah terhadap tatacara ibadah haji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanan bimbingan manasik haji dan kemandirian jemaah serta pandangan tokoh agama terhadap pelaksanaan manasik haji yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama di Kabupaten/Kota di tiga provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. KUA Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yakni suatu pendekatan penelitian yang dimaksudkan untuk menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan-bahan kajian teoritik bagi masyarakat umum, khususnya terkait dengan kebijakan mengenai penyelenggaraan ibadah haji, terutama Pelaksanaan Pembimbingan Manasik Haji di KUA.
Hasil penelitian tentang implementasi kebijakan pelayanan BMH oleh Kankemenag-KUA di sepuluh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat oleh tim peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang tahun 2015 menunjukkan bahwa dampak BMH yang dilaksanakan oleh Kankemenag-KUA belum efektif dan belum memberikan dampak signifikan dalam membangun kemandirian calon jemaah haji disebabkan: a) waktu penyelenggaraan yang terlalu singkat (kurang lama), mendekati waktu keberangkatan calon jemaah haji (CJH) ke tanah suci, dan pelaksanaan pada hari kerja sehingga kehadiran peserta rendah; b) materi bimbingan kurang memberi pengalaman praktek manasik dan perjalanan, dan kurang menyentuh kebutuhan jemaah perempuan, ada materi yang overlapping antara materi di Kankemenag dengan di KUA; c) metode bimbingan, media, dan sarana bimbingan yang digunakan kurang efektif; d) belum semua instruktur atau narasumber menguasai metode pembimbingan yang efektif dan penguasaan materi yang termutakhirkan; dan e) bahan ajar berupa buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah, dan buku Doa dan Dzikir Haji dan Umrah serta video tutorial tentang bimbingan ibadah haji dari Kementerian Agama terlambat diterima oleh calon jemaah haji.
Kegiatan BMH kurang maksimal juga disebabkan pencairan anggaran kegiatan BMH terlalu dekat dengan waktu keberangkatan jemaah haji ke tanah suci. Besaran biaya BMH Rp30.000,- per jemaah yang diterapkan secara nasional kurang mempertimbangkan perbedaan kewajaran harga antarwilayah, sehingga untuk wilayah luar Jawa terutama Indonesia bagian timur biaya tersebut sangat minim.
Persebaran Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) tidak merata, di Jawa Timur banyak terdapat KBIH, tetapi di NTB dan Kalimantan Selatan hanya sedikit KBIH, itu pun terbatas di wilayah kota. Pada wilayah di mana tidak terdapat KBIH, maka BMH yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama menjadi sangat penting dan dibutuhkan oleh calon jemaah haji. BMH dari Kementerian Agama juga masih dibutuhkan oleh jemaah haji ‘madiri’ yang tidak ikut dalam program KBIH. Calon jemaah haji ‘mandiri’ (tidak ikut di KBIH) juga berupaya mendapatkan pengetahuan dan bimbingan manasik haji melalui kelompok-kelompok bimbingan ibadah haji amatir (tidak berbadan hukum sebagi KBIH) maupun kepada tokoh-tokoh agama (kyai, ustadz, Tuan Guru) di lingkungan mereka. Adapun BMH melalui tokoh-tokoh agama umumnya hanya berkisar pada materi bimbingan ibadah haji-umroh saja.
Sementara itu, di daerah dengan jumlah KBIH banyak maka kegiatan BMH dari Kemenag menjadi tersubordinasi oleh kegiatan BMH dari KBIH karena jemaah haji menganggap BMH Kankemenag-KUA sebagai pelangkap untuk memperkuat pemahaman yang telah diperoleh dari KBIH. KBIH dalam pandangan calon jemaah haji umumnya memiliki kurun waktu penyelenggaraan bimbingan manasik haji yang relatif panjang (delapan – sembilan bulan sebelum berangkat haji), narasumber yang kompeten, dan metode yang lebih efektif, yang meliputi bimbingan manasik atau ibadah haji dan bimbingan perjalanan haji.
Kata kunci: manasik haji, manajemen, kemandirian, respon jemaah.