Kategori: Bahan Kebijakan
Anggota: Arnis RachmadhaniH. Dahlan ARLilam Kadarin NuriyantoHj. Marmiati MawardiMustolehudinH. Romzan FauziRosidinSetyo Boedi OetomoZakiyah
Publisher: BLA-Semarang
Diunduh: 35x
Dilihat 438x
Editor: blasemarang
Abstrak:
Agama dan kearifan lokal di Jawa tumbuh berkembang sesuai dengan jamannya. Budaya keagamaan di pedalaman Banyumas dan kearifan lokal pesisiran di Gresik memiliki peran yang cukup besar dalam membangun kerukunan. Akulturasi budaya di kedua wilayah tersebut, dalam era modern ini mampu bertahan menghadapi arus globalisasi. Tradisi local (local wisdom), norma sosial, praktik-praktik kemasyarakatan, dan keterlibatan (pemuka agama, masyarakat, pemerintah) merupakan bukti nyata terwujudnya kearifan local dalam pembangunan nasional di bidang sosial keagamaan.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and development (R & D). Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik focus group discussion (FGD), wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh agama (kyai, ulama, santri, pendeta), tokoh budaya, serta tokoh ormas (tokoh FKUB).
Hasil penelitian mengenai agama dan kearifan lokal di Banyumas dan Gresik menunjukkan bahwa tradisi budaya di kedua wilayah tersebut masih menunjukkan eksistensinya. Di Banyumas, tradisi upacara yang masih eksis adalah tradisi ruwat bumi, tradisi upacara siklus hidup, dan tradisi penjarohan rojab. Sedangkan di Gresik tradisi yang masih eksis sampai saat ini dan memiliki fungsi sebagai perekat sosial bagi masyarakat adalah tradisi sedekah bumi, tradisi haul, tradisi pasar bandeng, dan tradisi kolak ayam. Kemudian praktik sosial yang memiliki fungsi pemelihara kerukunan di kedua wilayah tersebut adalah tradisi sambatan/kampungan, tradisi rewang, tradisi bowo, tradisi nglayat, dan tradisi sinoman (gotong royong). Selanjutnya mengenai norma sosial yang masih dipegang teguh oleh masyarakat kedua wilayah tersebut dan memiliki nilai-nilai kerukunan adalah ungkapan ana rembug dirembug, ana wong ya diewongko, sing semedulur, adol arep tuku gelem, geblag tanggon, trengginas, dan cancut. Sementara itu norma-norma sosial yang terdapat di Gresik adalah ungkapan yang terdapat dalam pencak bawean, kemudian budaya memuliakan tamu, tradisi penganten amean, budaya seni kercengan, dan ungkapan jangan membuka sewek kalau belum mengukir langit. Mengenai peran kepemimpinan tokoh di Banyumas dan Gresik, tokoh yang dianggap mampu memerankan kerukunan di masyarakat adalah tokoh FKUB seperti tokoh kharismatik KH. Afif Maksum, Dr. H.M Thoha, Romo Suwaji, Mgr. DR. Yulianus Sunarka, dan KH. Dr. H. Moh Roqib, M.Ag, serta tokoh-tokoh yang FKUB lainnya yang tidak disebutkan dalam penelitain ini mempunyai peran dalam membangun kerukunan di daerah mereka masing-masing.
Kata kunci: kerukunan umat beragama, kearifan lokal, kepemimpinan tokoh.
Agama dan kearifan lokal di Jawa tumbuh berkembang sesuai dengan jamannya. Budaya keagamaan di pedalaman Banyumas dan kearifan lokal pesisiran di Gresik memiliki peran yang cukup besar dalam membangun kerukunan. Akulturasi budaya di kedua wilayah tersebut, dalam era modern ini mampu bertahan menghadapi arus globalisasi. Tradisi local (local wisdom), norma sosial, praktik-praktik kemasyarakatan, dan keterlibatan (pemuka agama, masyarakat, pemerintah) merupakan bukti nyata terwujudnya kearifan local dalam pembangunan nasional di bidang sosial keagamaan.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and development (R & D). Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik focus group discussion (FGD), wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh agama (kyai, ulama, santri, pendeta), tokoh budaya, serta tokoh ormas (tokoh FKUB).
Hasil penelitian mengenai agama dan kearifan lokal di Banyumas dan Gresik menunjukkan bahwa tradisi budaya di kedua wilayah tersebut masih menunjukkan eksistensinya. Di Banyumas, tradisi upacara yang masih eksis adalah tradisi ruwat bumi, tradisi upacara siklus hidup, dan tradisi penjarohan rojab. Sedangkan di Gresik tradisi yang masih eksis sampai saat ini dan memiliki fungsi sebagai perekat sosial bagi masyarakat adalah tradisi sedekah bumi, tradisi haul, tradisi pasar bandeng, dan tradisi kolak ayam. Kemudian praktik sosial yang memiliki fungsi pemelihara kerukunan di kedua wilayah tersebut adalah tradisi sambatan/kampungan, tradisi rewang, tradisi bowo, tradisi nglayat, dan tradisi sinoman (gotong royong). Selanjutnya mengenai norma sosial yang masih dipegang teguh oleh masyarakat kedua wilayah tersebut dan memiliki nilai-nilai kerukunan adalah ungkapan ana rembug dirembug, ana wong ya diewongko, sing semedulur, adol arep tuku gelem, geblag tanggon, trengginas, dan cancut. Sementara itu norma-norma sosial yang terdapat di Gresik adalah ungkapan yang terdapat dalam pencak bawean, kemudian budaya memuliakan tamu, tradisi penganten amean, budaya seni kercengan, dan ungkapan jangan membuka sewek kalau belum mengukir langit. Mengenai peran kepemimpinan tokoh di Banyumas dan Gresik, tokoh yang dianggap mampu memerankan kerukunan di masyarakat adalah tokoh FKUB seperti tokoh kharismatik KH. Afif Maksum, Dr. H.M Thoha, Romo Suwaji, Mgr. DR. Yulianus Sunarka, dan KH. Dr. H. Moh Roqib, M.Ag, serta tokoh-tokoh yang FKUB lainnya yang tidak disebutkan dalam penelitain ini mempunyai peran dalam membangun kerukunan di daerah mereka masing-masing.
Kata kunci: kerukunan umat beragama, kearifan lokal, kepemimpinan tokoh.